Din Syamsuddin Ikut Luncurkan Interfaith Rainforest Initiative di Oslo
NORWEGIA – Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah dua periode Prof Din Syamsuddin (DS) ikut serta meluncurkan Interfaith Rainforest Initiative (Prakarsa Lintas Agama utk Pelestarian Hutan), di Oslo, Norwegia, Senin, (19/6/2017) kemarin.
Acara yang mengambil tempat di Markas Nobel Perdamaian (Nobel Peace Centre) itu dihadiri oleh Raja Norwegia, Menteri LH Norwegia, Wali Kota Oslo, dan seratusan peserta yg terdiri dari tokoh agama, ilmuan, dan aktifis LH dari berbagai negara di dunia, al wakil Vatikan, Dewan Gereja Sedunia, Sekjen Religions for Peace, Norwegian Rainforest, UNDP, Parliament of World Religilns, Green Faiths, dan para tokoh LSM LH Dunia lainnya.
Dari Indonesia ikut hadir Dr. Zainal Bagir (UGM), Abdon Nababan (AMAN), dan Aziz Asman (Institut Naladwipa).
Din yang juga Ketua Dewan Pengarah Gerakan Nasional Indonesia Bergerak Selamatkan Bumi (Siaga Bumi) mendapat kehormatan berbicara pada Sesi Peluncuran bersama para wakil dari agama-agama lain seperti Kristen, Yahudi, Hindu, Buddha, dan Agama Tradisi.
Sesi yang dipandu Bishop Gunnar Stalsett, Presiden Tokoh Lintas Agama se-Eropa dan Anggota Komite Nobel Perdamaian, berlangsung dengan penyampaian pandangan dan pesan masing-masing agama untuk pelestarian Lingkungan Hidup (LH).
Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini mewakili umat Islam dalam menyampaikan pandangannya bahwa Islam tentang solusi terhadap krisis Lingkungan Hidup (LH) yang dianggapnya sebagai krisis moral, maka perlu diatasi dengan pendekatan nilai moral dan etika keagamaan.
“Islam adalah “agama alam semesta” (Religion of Nature) dan ada 750 ayat dlm al-Qur’an berbicara tentang alam, pelestarian LH, dan pembangunan bumi,” kata Din seperti yang disampaikan pada lintasparlemen.com, Selasa (20/6/2017).
Sesungguhnya, lanjut Din, alam itu sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Suci, mengandung kesucian dan memiliki jiwanya tersendiri. Kosmologi Islam menjelaskan bahwa ada korespondensi segi tiga antara Tuhan-Manusia-Alam.
“Selain itu, ada analogi antara manusia dan alam sebagai mikrokosmos dan makrokosmos. Maka perlu ada harmoni dalam hubungan antara ketiganya,” terang Din.
“Sebagai konsekwensi logis pada pandangan teologis tadi, Islam mengajarkan manusia untuk memuliakan alam. Al-Qur’an menggunakan istilah thabi’ah (subjek) bukan mathbu’ (obyek) untuk alam,” sambungnya.
Menurut Din, kerusakan dan krisis lingkungan hidup dewasa ini adalah karena manusia lebih memandang alam sebagai obyek daripada subyek yang berjiwa. Maka terjadilah eksploitasi bukan konservasi. (YAH)