DPD Minta, Nelayan Tradisional Difasilitasi GPS
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Sumatera Utara (Sumut) Parlindungan Purba SH,MH mengatakan pemerintah seharusnya membekali nelayan tradisional dengan pengetahuan tentang batas-batas wilayah perairan agar meminimalisasi penangkapan dan dihukum oleh negara tetangga seperti Malaysia.
Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat membekali para nelayan tradisional peralatan navigasi seperti Global Positioning System (GPS) untuk mengetahui posisi mereka saat melakukan aktivitas menangkap ikan di tengah laut.
“Ini penting. Mengingat tanpa pengetahuan dan alat seperti GPS, para nelayan bisa saja tidak tahu apakah mereka sudah melanggar batas wilayah atau tidak,” kata Parlindungan Purba, saat menyambut kepulangan tujuh nelayan asal Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut) dari Malaysia, Senin (28/3/2016).
Pemerintah Malaysia memulangkan tujuh nelayan Indonesia asal Langkat, Sumatera Utara (Sumut), Senin 28/3/2016. Ketujuh nelayan itu sebelumnya ditahan di Penang, Malaysia sejak 1 Februari lalu karena dituding telah melanggar batas wilayah perairan Malaysia.
Ketujuh nelayan itu yakni Idris, Muslim dan Syahrul dari Pantai Labu, kabupaten Deliserdang, serta Mohammad Hidayat, Mohammad Mahiril, Paisal, dan Salman dari Brandan, Kabupaten Langkat. Kepulangan para nelayan tersebut disambut keluarga dan kerabat dengan haru di Bandara Kuala Namu Internasional (KNIA), Kabupaten Deli Serdang, pengganti bandara Polonia Medan. Turut hadir dalam kesempatan tersebut Konsulat Jenderal (Konjen) RI di Penang, Taufiq Rodhy, anggota DPD asal Sumut Parlindungan Purba, serta unsur Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) .
Konsulat Jenderal (Konjen) RI di Penang, Taufiq Rodhy dalam kesempatan itu menjelaskan, ketujuh nelayan ini dipulangkan setelah menjalani hukuman dari pemerintah Malaysia. Hukuman yang diterima nelayan yang tertangkap melanggar wilayah perbatasan berkisar satu hingga tiga bulan kurungan.
Menurut Taufik, pihaknya tidak bisa mengintervensi proses hukum yang berlaku di negara lain. Meski begitu, pemerintah melalui Konjen RI melakukan pendampingan kepada nelayan tersebut hingga putusan pengadilan keluar dan ia bisa dipulangkan ke Indonesia
“Jika sudah selesai menjalani masa hukuman dan ada yang menyediakan tiket, maka nelayan tersebut bisa langsung dipulangkan ke Indonesia.Tapi kalau tidak ada, dia akan ditampung dulu di depo imigrasi sana, nanti setelah dua minggu dikirim ke Pasir Gudang di Johor Baru setelah itu baru dipulangkan secara gratis melalui Tanjung Pinang dengan dibantu BNP2TKI. Itu mekanismenya,” katanya.
Tauifiq menambahkan, berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, selama tahun 2016, ada 104 nelayan Indonesia yang ditahan karena diduga melakukan illegal fishing di negara lain. Sebanyak 77 nelayan di antaranya yang masih ditahan, diproses hukum, dan menunggu pemulangan.
Anggota DPD asal Sumut Parlindungan Purba mengatakan, banyaknya nelayan Indonesia yang ditangkap karena melewati batas wilayah harus menjadi perhatian serius pemerintah. Menurut dia, hal ini menjadi tanggung jawab bersama bukan hanya pemerintah.
”Saya minta pada pemda masing-masing, kalau ada nelayan mau berlayar mengambil ikan supaya diberi surat informasi, misalnya kalau sejam dia udah masuk wilayah asing. Karena mereka kan nggak tahu batas-batasnya itu,” ujarnya
(Beritasatu)