DPR Dukung Jokowi soal Kebijakan Energi untuk Rakyat
JAKARTA – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha menilai, kebijakan pemerintah yang menerapkan bahan bakar minyak (BBM) satu harga yang berlaku di dalam negeri, khususnya di Papua dan daerah-daerah terluar memerlukan perhatian khusus.
Menurut Satya, pihak Komisi VII DPR RI akan terus mengawasi hal tersebut untuk memastikan tidak terjadi penyimpangan di lapangan yang bisa menabrak aturan perundang-undangan.
Tanggapan Satya itu untuk menanggapi Nota Keuangan khususnya poin-poin sektor energi yang dibacakan Presiden Joko Widodo dalam pidatonya di Gedung Nusantara pada Rabu (16/8/2017) kemarin.
Satya menjelaskan, perhatian khusus dalam pelaksanaan BBM satu harga di seluruh Indonesia tersebut nantinya bisa menggunakan mekanisme subsidi atau akan dibebankan kepada operasional PT Pertamina (Persero).
Jika memang, lanjut Satya, mekanisme kebijakan BBM satu harga tersebut dibebankan ke Pertamina, maka konsekuensinya Pertamina harus melakukan efiensiensi besar-besaran dalam operasionalnya, supaya dapat memaksimalkan profit.
“Atau bisa juga dilakukan dengan mekanisme subsidi silang. Ini yang menjadi poin-poin penting dalam pembicaraan DPR dengan Pemerintah, agar tetap bisa diawasi di lapangan,” beber Satya dalam rilisnya, Jumat (18/8).
Di sektor kelistrikan, politisi Partai Golkar itu juga mengapresiasi program listrik desa yang digeber oleh Pemerintah dalam tiga tahun ini. Yang cukup memuaskan, peningkatan rasio elektrifikasi mencapai 92,26 persen.
Namun demikian, terangnya, Pemerintah harus tetap progresif dalam memacu pertumbuhan elektrifikasi nasional dengan menjangkau daerah-daerah terpencil berbasis pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan (EBT).
“Sudah saatnya pengembangan EBT diprioritaskan. Pemerintah harus mendorong agar EBT menjadi sumber energi masa depan yang sangat menarik minat investasi, sehingga harga jual listrik dari EBT cukup kompetitif,” papar Satya.
Untuk subsidi LPG tabung 3 Kg, Satya mendesak perlu segera dilaksanakan distribusi secara tertutup agar tepat sasaran. Sedangkan untuk penjualan LPG tabung 12 kg, benar-benar diserahkan kepad mekanisme pasar sehingga bisa memaksimalkan pendapatan Pertamina. Seperti diketahui, dalam Nota Keuangan disebutkan bahwa RPABN 2018 mengalokasikan Rp 103,4 triliun untuk subsidi energi. Sebesar Rp 51,1 triliun dimanfaatkan untuk perbaikan distribusi BBM tepat sasaran dan distrusi tertutup LPG tabung 3 kg.
“Kita tunggu aksi konkret pemerintah merealisasikan distribusi LPG 3 kg secara tertutup agar tepat sasaran,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Satya menambahkan bahwa sektor ESDM bisa dimaksimalkan untuk meningkatkan pendapatan negara meskipun pada kenyataannya sangat bergantung pada harga minyak dunia. RAPBN 2018 menyebutkan, harga minyak dipatok sebesar 48 dolar AS per barrelnya, sama dengan angka APBN-P 2017. Sedangkan lifting minyak dipatok sebesar 800 ribu barrel per hari, padahal dalam APBN-P 2017 dipatok 815 ribu barrel per hari.
“Kita berusaha agar pendapatan negara bisa dimaksimalkan terutama disektor ESDM, walaupun sangat tergantung pada harga minyak dunia. Ini dimaksudkan agar pendistribusian Dana Bagi Hasil (DBH) ke daerah-dareah bisa tepat volume dan tepat waktu. Untuk target lifting, kita akan bahas lagi bersama Pemerintah dan para KKKS, supaya mencerminkan keadaan lapangan yang sebenarnya,” pungkas Satya. (AGUNG)