‘DPR Harus Pertimbang Kembali Tito Karnavian sebagai Kapolri’
JAKARTA, LintasParlemen.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyerahkan nama Komjen Pol Tito Karnavian sebagai calon tunggal Kapolri ke DPR RI. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) itu rencananya akan menggantikan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti.
Dalam waktu dekat ini DPR RI akan melakukan uji kelayakan atau fit and proper test di Komisi III DPR yang menangani masalah hukum dan kepolisian tersebut.
Menurut Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky khadafi, figur Tito hari ini dibingkai sebagai sosok yang sempurna, cerdas, nyaris tidak ada cacat apapun. Seorang polisi yang dari pendidikan dan karir selalu dapat prestasi cemerang seperti dapat bintang Adhi Makayasa dan bintang Cendekiawan serta dapat gelar Phd.
“Dengan karir, dan gelar Tito ini, seolah olah bisa menenggalamkan figur Hoegeng sebagai polisi yang sederhana, jujur dan bersih,” kata Uchok seperti rilis yang dikirim kepada LintasParlemen.com, Jumat (17/06/2016).
Selain itu, lanjut Uchok, jika Tito seorang polisi yang mempunyai sosok yang cerdas dan berprestasi, belum tentu seorang Tito mampu melakukan reformasi dalam internal dalam kepolisian seperti berani dan punya nyali untuk menghapuskan praktek prateks tradisi polisi yg identik dengan pemeras,
“Pemalak, permainan kasus dan melakukan kekerasan fisik seenak saja kepada rakyat yang sering mengadakan demontrasi,” harapnya.
Dengan demikian, CBA menilai pesemis bila Tito menjadi kapolri akan mampu melakukan reformasi yang belum selesai dalam lembaga kepolisian seperti mengembalikan jati diri polisi sebagai pelindung dan pelayanan masyarakat.
“Dan juga pesemis, Tito akan mau mendesain Polisi tidak dibawah presiden lagi, tapi sudah dibawah kementerian seperti TNI. Masa polisi lebih hebat dari TNI,” terangnya.
Selanjutnya, bila melihat alokasi anggaran kepolisian yang setiap tahun banyak dialokasikan kepada belanja pegawai sebesar 50 persen daripada untuk pelayanan dan perlindungan hanya dibawah 25 persen saja. Dengan besar belanja pegawai berarti berbanding lurus dengan personil polisi yang terus meningkat. Dengan terus meningkat personil polisi ini adalah tugas Tito ke depan, yaitu mengurangi personil polisi agar alokasi anggaran bisa diperuntukan untuk pelayanan publik.
“Dan kalau Tito tidak mengurangi personil kepolisian, maka akan terganggu hubungan tidak sehat antara polisi dengan TNI. Karena polisi bisa dinilai sedang mempersiapkan perang dengan TNI agar mereka takluk dan tunduk kepada polisi. Kemudian dari itu, bila dilihat dari sosok latarbelakang karir Tito di kepolisian lebih banyak bergulat dalam karir Reserse atau intel,” jelasnya.
Alasan itu, ia meminta kepada Komisi III DPR RI untuk mempertimbangkan kembali calon tunggal Kapolri yang menggantikan Badrodin Haiti tersebut. Karena biasanya, sebutnya, pihak kepolisian dari latar belakang intel tidak bisa bekerja sama.
“Ini artinya, dan harus jadi pertimbangan DPR, biasanya polisi yang punya latarbelakan intel tidak bisa kerjasama dengan Tim. Tapi selalu bertindak sendiri atas nama lembaga kepolisian. Maka itu, Kami meminta kepada presiden Jokowi melakukan monitoring dan evaluasi kepada program program reformasi Tito setiap tahun sekali. Klau dalam setahun tidak melakukan reformasi, lebih baik Jokowi cabut mandat atau dipecat saja,” pungkasnya. (Mahabbbahtaein)