DPR: Kekerasan pada Perempuan dan Anak Terus Meningkat dari 6.554 Menjadi 8.687 Kasus

 DPR: Kekerasan pada Perempuan dan Anak Terus Meningkat dari 6.554 Menjadi 8.687 Kasus

JAKARTA – Anggota DPR RI Komisi VIII Achmad menyoroti program prioritas dan koordinasi antar lembaga yang dijalankan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPA).

Dalam paparan KPPPA saat Rapat Kerja, sepanjang tahun 2020, tercatat kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa sebanyak 6.554 kasus dan kasus kekerasan terhadap anak sebanyak 8.687 kasus, angka tersebut lebih besar dibandingkan dengan tahun 2019.

Melihat angka tersebut, Achmad dalam Rapat Kerja di Ruang Rapat Komisi VIII DPR RI dengan Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (13/1/2020) menilai pencegahan kekerasan tidak boleh hanya berhenti pada eksekusi program akan tetapi KPPPA juga harus membangun koordinasi dengan lembaga hukum. Ia memahami banyak berbagai kasus kekerasan baik perempuan dan anak yang hilang dan berhenti di tengah jalan saat memasuki proses hukum.

“Memang KPPPA telah banyak membuat MoU dengan berbagai lembaga dan organisasi masyarakat. Namun ada yang lebih penting yaitu  tindakan kekerasan ini kebanyakan berujung pada persoalan hukum dan banyak yang hilang saat memasuki proses hukum. Kami menyarankan KPPPA harus membuat MoU juga dengan lembaga hukum seperti Polri dan Kejaksaan Agung, sehingga jika terjadi kasus kekerasan bisa berkoordinasi dengan mudah dan tentu akan mudah ditindaklanjuti,” tegas Achmad.

Politisi Partai Demokrat itu juga menilai anggaran yang terserap lebih banyak untuk kebutuhan organisasi dibandingkan optimalisasi program padahal KPPPA seharusnya lebih fokus pada  pembangunan sinkronisasi antar lembaga dan organisasi. Ia juga mengutarakan dampak program yang dicanangkan masih bersifat normatif dan belum memberikan perubahan yang  signifikan. Oleh karena itu, jajaran KPPPA perlu menentukan skala prioritas  dengan menyesuaikan anggaran yang terbatas.

“Sebenarnya  orientasi dari tupoksi KPPPA harusnya lebih banyak sinkronisasi antar lembaga, bukan (hanya) kegiatan yang bersifat eksekusi di lapangan. Jika terlalu banyak eksekusi program di lapangan, khawatirnya tidak efektif kegiatan itu dan tujuan yang ingin dicapai tidak tepat sasaran. Ke depannya kita harapkan KPPPA membuat program, buatlah skala prioritasnya. Jangan seabrek-abrek gitu. Kan banyak sekali (programnya) itu, jadinya tidak fokus.” imbuh legislator daerah pemilihan (dapil) Riau I itu.

Achmad mengakui permasalahan perempuan dan anak sangatlah kompleks. Ia berharap ke depannya anggaran KPPA ditambah, supaya lebih fokus memaksimalkan penyelesaian masalah perempuan dan anak. (dpr.go.id)

Facebook Comments Box