DPR Menyerahkan Revisi UU Pemilu pada Perpu?

 DPR Menyerahkan Revisi UU Pemilu pada Perpu?

Ilustrasi Kertas Suara pada pemilu

Oleh: Kaka Suminta, Sekretaris Jenderal KIPP Indonesia

Atas Dihentikannya Pembahasan Revisi Undang -undang Pemilu

Dalam sidang perdana pasca masa reses DPR, Senin, 8 Maret 2021, DPR memastikan bahwa pembahasan revisi Undang -undang Pemilu dihentikan dan dihapus dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2021.

Artinya Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-undang No. 10 tahun 2016 tentang pemilihan, tidak akan mengalami perubahan, setidaknya sampai dengan tahun 2024, ketika Pemilu nasional (Pemilu DPR, DPD, DPRD dan Pilpres) juga Pemilihan (Kepala Daerah) dilaksanakan secara serentak pada tahun 2024 dilaksanakan maka keduanya akan menggunakan kedua UU tadi sebagai acuan hukum penyelenggaraannya.

Dengan demikian maka berbagai persoalan yang seharusnya dibahas dan dicari solusinya melalui revisi UU Pemilu dan UU Pemilihan tidak akan dibahas di DPR. Berbagai persoalan tadi sudah banyak dibahas, bahkan oleh Komisi II DPR sendiri telah dilakukan pembahasan awal, karena saat itu memang menjadi prioritas dalam Prolegnas yang dihapus secara resmi sejak masa sidang kemarin. Penghapusan tersebut tentu tidak menghilangkan berbagai persoalan pelik untuk pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan serentak nasional yang sudah juga disampaikan berbagai pihak.

Apakah dengan hal tersebut bisa kita katakan bahwa :

“DPR menyerahkan Revisi Undang-undang Pemilu dan Pemilihan kepada Perpu”

Tentu saja hal ini cukup riskan, mengingat banyaknya permasalahan, yang akan timbul dalam pelaksanaan pemilu dan pemilihan serentak tahun 2024 nanti, yang seyogyanya diantisipasi dengan lebih cermat dan hati-hati sebelum DPR memutuskan untuk menghapusnya dari Prolegnas.

Beberapa isu krusial itu di antaranya :

Jika tidak terjadi revisi UU tersebut, maka akan muncul beberapa Persoalan, yang intinya berasal dari ketidak sinkronkan antara UU pemilu dan UU Pilkada serta perkembangan politik dan teknologi yang berubah cepat saat ini, apalagi pada tahun 2024, ketika pelaksanaan Pemilu dan pemilihan dilaksanakan.

Pelaksanaan pemilihan serentak nasional pada tahun 2024 (UU 10/2016) berhimpitan dengan Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden 2024 (UU 7/2017), sebuah permasalahan penyelenggaraan yang memerlukan persiapan dan potensi permasalahan yang cukup pelik, serta potensi residu politik pemilu yang bisa berakibat pada pemilihan 2024.(pasal 301 UU 10/2016)

Soal penunjukan Plt. Kepala Daerah pada lebih dari 270 daerah dengan 25 daerah adalah wilayah Provinsi seluruh pulau Jawa , dengan jumlah pemilih sekitar 150 juta, merupakan isu politik dan beban untuk pemerintah sendiri.

Beberapa ketentuan dalam UU Pilkada yang memerlukan penyesuaian dengan UU Pemilu mulai dari soal daerah pemilihan, lembaga penyelenggara, administrasi pemilihan, sistem penyelesaian sengketa proses dan sengketa hasil pilkada yang memerlukan perangkat pendukung tersendiri.

Perkembangan teknologi dan penggunaan digitalisasi untuk pemilu yang berubah dengan cepat dan memerlukan regulasi dan sinkronisasi pada kedua UU tersebut.

Persoalan pemisahan antara pelaksanan Pemilu nasional dan pemilu lokal memerlukan waktu pelaksanaan yang diatur untuk memberikan hasil maksimal dalam pelaksanaannya baik dari sisi reformasi politik maupun dari sisi rekayasa sosial melalui pemilu dan pilkada.

Pelaksanaan pemilihan Serentank nasional (pasal 156 UU 10/2016) mengamanatkan Peradilan Khsusus Perselisihan hasil pemilihan (ayat 2 psal158 UU 10/2016) yang disebut majelis khusus (PHPemilihan), dan tidak terakomodir dalam lembaga – lembaga penyelenggara pemilu sebagaimana diatur dalam UU. 7 tahun 2017)

Banyaknya persoalan tersebut akan sangat riskan jika DPR menganggapnya tak penting dan terkesan menyerahkan perubahannya pada Perpu dari pemerintah.

Bersama dengan soal penunjukan Plt Kepala Daerah yang sangat banyak, serta potensi kepentingan politik pemerintah dan koalisinya, Perpu menjadi tidak mudah untuk membangun kepercayaan publik pada proses dan hasil pemilu dan bisa menimbulkan kerawanan politik.

Memperhatikan banyaknya permasalahan tersebut di atas, nampaknya DPR perlu untuk menimbang kembali kelanjutan pembahasan revisi Undang – undang pemilu dan pemilihan tersebut.

Jakarta, 10 Maret 2021

Facebook Comments Box