DPR Minta Batalkan Kenaikan Tarif Tol, SPM Belum Memenuhi Syarat dan Bebani Dunia Usaha
JAKARTA – Anggota Komisi V DPR RI Suryadi angkat suara atas kebijakan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang memberlakukan kenaikan tarif pada enam ruas tol yaitu Jakarta Outer Ring Road/JORR (E1, E2, E3, W2U dan Pondok Aren-Bintaro Viaduct-Ulujami), Cikampek-Padalarang, Padalarang-Cileunyi, Semarang Seksi A,B,C, Palimanan-Kanci, dan Surabaya-Gempol.
Menurut Suryadi kebijakan itu tak sesuai kondisi masyarakat pengguna jalan tol, karena berdasarkan evaluasi SPM oleh BPJT pada tahun 2018 ditemukan beberapa ruas tol yang tidak memenuhi SPM yang terkait kondisi jalan serta keselamatan.
゛Diantaranya pada ruas tol Cikampek – Padalarang terdapat masalah retak pada jalan, guardrail, marka jalan, reflektor dan penerangan jalan yang semuanya belum memenuhi SPM,゛kata Suryadi seperti disampaikan pada wartawan, Senin (18/1/2021).
Sedangkan, lanjut Suryadi, pada ruas Padalarang-Cileunyi terdapat masalah retak pada jalan, guardrail, lubang pada bahu jalan, serta reflektor untuk keselamatan. Untuk ruas Pondok aren – Ulujami terdapat masalah lubang dan retak pada jalan, endapan dan penampang saluran drainase, lubang dan retak bahu jalan, patok kilometer dan penerangan jalan. Terakhir pada ruas
Politisi PKS ini mengungkapkan, JORR (E1,E2,E3) terdapat masalah lubang dan retak jalan, guardrail, kecepatan tempuh & jumlah antrian, rambu, marka jalan dan reflektor. Sementara itu hasil evaluasi SPM jalan tol untuk tahun 2019-2020 tidak dipublikasikan, hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan.
゛Sebab sejak tahun 2011 hingga semester I tahun 2018 laporan ini secara rutin dipublikasikan. Sebagai pengguna jalan tol tentunya masyarakat berhak tahu hasil evaluasi SPM tersebut yang dijadikan dasar kenaikan tarif jalan tol,゛ujarnya.
PKS sendiri dalam beberapa kesempatan selalu berpendapat bahwa kenaikan tarif jalan tol belum saatnya dilakukan karena Indonesia masih dalam suasana krisis pandemi Covid 19, dimana sektor transportasi merupakan sektor yang paling terpukul.
Selain itu, sambung Suryadi, dengan kondisi saat ini saja biaya logistik di Indonesia masih sangat tinggi, dimana menurut penelitian Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia tahun 2017 ongkos logistik Indonesia mencapai 23,5 persen. Angka tersebut lebih tinggi jika dibandingkan sejumlah negara ASEAN lainnya seperti Thailand (13,2 persen), Malaysia (13 persen), dan Singapura (8,1 persen).
゛Sedangkan kenaikan biaya logistik akan berpengaruh terhadap harga barang. Di mana pengguna barang-barang tersebut adalah masyarakat yang lebih luas yang saat ini juga sudah terpukul tingkat konsumsinya. Senada dengan pendapat PKS tersebut, Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) berpendapat bahwa kebijakan untuk menaikkan tarif jalan tol berdampak langsung pada kegiatan ekonomi,゛terang Suryadi.
Sebagai konsekuensinya, terang Suryari, asosiasi tersebut memilih opsi jalur non tol sebagai alternatif pengiriman logistik. Bahkan menurut asosiasi tersebut kondisi yang berat sudah dialami oleh angkutan logistik sebelum kenaikan tarif tol sehingga saat ini memang sudah banyak angkutan logistik yang beralih melewati non tol. Akibatnya saat ini banyak truk yang kembali melewati jalur kota yang tentunya hal ini tidak sesuai dengan tujuan dibangunnya jalan tol yaitu sebagai tulang punggung jalur logistik.
Oleh sebab itu, Fraksi PKS meminta Pemerintah untuk meninjau kembali kenaikan tarif tol ini agar tidak memicu kenaikan biaya logistik dan mengembalikan jalan tol kepada fungsi semula sebagai tulang punggung logistik. Sebab hal ini berdampak kepada masyarakat luas dan juga UMKM yang membutuhkan pasokan logistik yang cepat dan murah.
゛Selain itu Fraksi PKS berpendapat seharusnya Pemerintah transparan dengan terus mempublikasikan evaluasi SPM jalan tol agar masyarakat pengguna jalan tol mendapatkan informasi secara lengkap mengenai dasar kenaikan tarif tol tersebut,゛pungkas Suryadi. (M3)