DPR Punya Dua Jurus Perbaiki Kualitas Pendidikan Nasional
JAKARTA – Anggota Komisi X DPR RI Ferdiansyah menyampaikan, dunia pendidikan kita perlu ditata lebih baik ke depannya. Khususnya terkait standar Nasional Pendidikan Nasional (SNP).
Seperti diketahui, sesuai temuan Komisi X DPR sejumlah masalah pendidikan di dalam negeri belum bisa diurai saat anggota dewan melakukan kunjungan ke daerah seperti kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, jumlah guru terbatas, biaya pendidikan masih mahal, sarana dan prasarana yang tidak memadai, serta angka putus sekolah relaif masih tinggi.
Menurut Ferdiansyah, ada dua dari delapan SNP pendidikan Indonesia yang perlu mendapat perhatian utama dari pemerintah untuk dikaji ulang.
“Pertama, kita harus menata ulang atau mengkaji mengenai standar proses yang memberlakukan Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan sejenisnya maksimum dalam kelas berjumlah 28,” kata Ferdiansyah pada wartawan di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta (17/5/2018).
Politisi Golkar itu mengungkapkan, di sejumlah sekolah SD di daerah banyak sekolah yang memiliki 40 siswa setiap kelasnya. Jumlah itu dinilai Ferdiansyah sangat banyak sehingga perlu perhatian khusus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Tak hanya SD, jumlah muridnya dalam kelas masih sangat banyak tapi juga di jenjang pendidikan seperti SMP/ MTs, SMA/MA, dan SMK/ MK itu masih banyak,” terang Ferdiansyah.
Ferdiansyah menjelaskan, jika pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 22 tahun 2016, maka diperlukan biaya besar untuk mewujudkan hal itu.
Sesuai perhitungannya, lanjutnya, dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan ruang kelas baru sesuai aturan Permendikbud itu sekitar Rp18,1 triliun. Angkat itu sangat besar sehingga diperlukan keseriusan pemerintah mewujudkan hal tersebut.
“Dengan angka besar itu sebagai bukti, dalam proses pengambilan kebijakan, tidak dihitung berdasarkan kebutuhan anggarannya. Ini perlu menjadi pelajaran, jika pemerintah membahas apapun terkait dunia pendidikan kita, perlu melibatkan para pemangku kepentingan termasuk DPR RI, utamanya yang duduk di Komisi X yang menangani masalah pendidikan,” papar Ferdiansyah.
Politisi asal Dapil Jawa Barat XI ini menyingung jurus kedua jika ingin memperbaiki dunia pendidikan dalam negeri. Yakni soal Permendikbud Nomor 1 Tahun 2018 tentang Juknis Bantuan Operasional Sekolah (BOS 2018). Baginya, Permendikbud itu perlu ditinjau ulang.
Apalagi aturan itu, terang Ferdiansyah, sehubungan dengan rincian penggunaan dana BOS yang digunakan bisa lebih terukur. Saat ini banyak kepala Kepala Sekolah takut menggunakan dana itu.
“Semestinya Permendikbud Nomor 69 tahun 2009 tentang Sandar Biaya Operasi Non Personalia dijadikan referensi. Jika perlu, Kemendikbud membuat kajian ulang untuk biaya yang dibutuhkan,” tutupnya. (HMS)