Editorial: Dulu ‘Papa Minta Saham’, Kini Menjelma jadi ‘Papa Minta Ketum’?
JAKARTA, Lintasparlemen.com – Munaslub Golkar yang akan digelar di Bali tinggal menghitung jam. Namun, ada yang menarik publik dengan adanya manuver seorang menteri yang disebut-sebut adalah Menkopolhukam, Luhut Pandjaitan mendukung caketum Setya Novanto (Setnov).
Alasan itu, Bendahara Umum DPP Partai Golkar Politikus Golkar Bambang Soesatyo mewanti-wanti agar tak lagi muncul kasus serupa beberapa waktu ‘Papa Minta Saham’.
Hal itu makin sembrautnya permasalahan Golkar setelah Komite Etik Munaslub Partai Golkar meloloskan Setya Novanto sebagai calon ketua umum. Setnov, meski kena kasus ‘Papa Minta Saham’, dianggap tak menyalahi komponen ‘tidak tercela’ dalam prinsip Prestasi Dedikasi Loyalitas dan Tidak Tercela (PDLT) yang digaungkan Golkar oleh panitia Munaslub.
Yang menjadi persoalan saat ini, setelah ‘Papa Minta Saham’. Kini muncul isu serupa yang mirip, yakni ‘Papa Minta Ketum’ yang mencatut nama Presiden RI Joko Widodo.
Jika ‘Papa Minta Ketum’ itu benar-benar mencatut nama Presiden Jokowi bisa saja hal itu bernasib sama saat meminta saham PT Freeport Indonesia. Sehingga Mayoritas anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR memutus Setnov bersalah dalam kasus itu.
Yang jadi pertanyaan, jika kasus ‘Papa Minta Ketum’ benar adanya apa Komite Etik Munaslub Golkar berani mendiskualifikasi Setnov sebagai caketum Golkar?
Apa sepuluh kader senior Golkar yang ada di Komite Etik itu berani memutuskan ‘Papa Minta Ketum’ pada Presiden Jokowi itu dinyatakan bersalah? Dan membuktikan kepada rakyat Indonesia bahwa Komite Etik benar-benar bekerja di bawah panji kebenaran, tak berpihak.
Tidak salah jika Bambang Soesetyo terus mengingatkan Komite Etik jangan sampai kasus itu terulang. Ketua Komisi III DPR ini tak ingin munaslub rusak gara-gara ada kasus serupa.
Apalagi kini melalui Menko Polhukam Luhut Pandjaitan disebut-sebut menggalang dukungan untuk Setya Novanto yang berubah kasus ‘Papa Minta Ketum’. Dulu ‘Papa Minta Saham’, kini ‘Papa Minta Ketum’.
Meski tim sukses Setnov, Nurul Arifin, membantah kabar tersebut. Namun rupanya Ahmad Doli Kurnia menuturkan adanya dukungan Istana itu ke Setya Novanto dan itu bukanlah hoax belaka.
“Akhirnya mulai terbuka, bahwa benar pencalonan Novanto didukung oleh Menkopolhukam, Luhut Pandjaitan,” ujarnya kepada Bisnis/JIBI, Senin (09/05/2016) lalu.
Doli menyangkan jika Luhut mendukung Setya Novanto pada pencalonan caketum Golkar ini. Malah dengan lantang langkah Luhut itu sangat memalukan.
“Memalukan! Kalau Pak Luhut ya tentu punya kepentingan untuk mendukung Novanto. Seperti yang sudah diketahui publik, mereka berdua kan punya hubungan ‘spesial’, terutama yang paling fenomenal adalah terkait isu ‘Papa minta Saham’ PT Freeport.”
Meski Luhut membantah keras isu itu. Namun dari berbagai informasi DPD I dan DPD II kepada LintasParlemen yang ingin identitasnya dibuka ke publik bahwa Luhut benar-benar menegaskan dirinya mendukung penuh Setya Novanto.
Isu soal manuver Luhut ini menyebar lewat SMS di kalangan internal Golkar hingga wartawan. Ini bukan hal biasa, tapi bisa menjadi hal luar biasa seperti kasus ‘Papa Minta Saham’. Itu artinya, dulu ‘Papa Minta Saham’, kini ‘Papa Minta Ketum’
LintasParlemen berhasil mendapatkan isi SMS yang tersebar dari salah satu satu pengurus DPP Partai Golkar:
1. LBP tegaskan dukungan ke SN atas nama Presiden. Dan dia pertaruhkan jabatan untuk itu.
2. Dia Akan perintahkan kapolda dan kapolres se-Indonesia untuk dukung SN beserta dengan dandim dan Pangdam.
3. Meminta 6 Ketua DPD provinsi untuk mengumpulkan seluruh DPD Provinsi dan kab/kota.
Peserta pertemuan:
1. LBP
2. Robert Kardinal
3. Idrus marham
4. Ridwan Bae (Sultra)
5. Ahmad Hidayat Mus (Maluku Utara)
6. Ety sabarua (Maluku)
7. Ansar Ahmad (Kepri)
8. Ibrahim Medah (NTT)
9. Klemen Tinal (Papua)
Isu ‘dukungan’ pemerintah ke salah satu caketum Partai Golkar menjadi informasi menarik. Semakin menarik karena ada rentetan pesan ke wartawan soal adanya ‘Papa Minta Ketum’ dalam proses Munaslub partai berlambang pohon beringin tersebut.
Sebagai warga Indonesia, masih ingatkah kita kasus ‘Papa Minta Saham’ yang mencatut nama Presiden Jokowi untuk meminta saham PT Freeport Indonesia.
Dalam kasus itu, nama Luhut terseret. Nama Luhut disebut 66 kali dalam rekaman pembicaraan Setya Novanto, Reza Chalid dan Bos PT Freeport saat itu, Maroef Sjamsoeddin. Namun Luhut tak marah.
Luhut kemudian memberi kesaksian di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Kasus terus bergulir. Akhirnya seluruh anggota MKD memutus Setnov bersalah. Namun, sebelum putusan itu diketok jadi putusan lembaga,Setnov mundur dari kursi Ketua DPR.
Ketua Wantim Golkar dan mantan Ketua Umum DPP Golkar Akbar Tandjung meminta Komite Etik cermat dan para pemilik suara di Munaslub berpegang pada prinsip prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tidak tercela (PDLT). Tidak lagi yang berpihak pada orang tentu, apalagi orang tersebut terbukti sudah melakukan pelanggaran hukum.
Selain di internal partai, kecaman terhadap lolosnya ‘Papa Minta Saham’ itu juga menjadi perhatian Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi). Formappi menyoroti kandidat bakal calon ketua umum Partai Golkar Setnov yang lolos penjaringan. Formappi menilai Setnov melakukan tindakan tercela dalam kasus “Papa Minta Saham”.
“Yang saya tahu, Golkar itu punya kriteria PDLT (prestasi, dedikasi, loyalitas dan tak tercela). Dari kriteria itu, saya menilai Novanto tidak layak karena sudah pernah dinilai tercela dalam kasus ‘Papa Minta Saham’,” kata peneliti Formappi Lusius Karus, Jumat 6 Mei 2016 lalu.
Menurut dia, Setya Novanto sudah jelas melakukan perbuatan tercela dalam kasus “Papa Minta Saham” ke PT Freeport dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo. Kasus ini pun sudah disidangkan oleh MKD bahkan Fraksi Partai Golkar di DPR memutuskan Setnov melakukan pelanggaran berat.
Lusius pesimis jika Setnov benar-benar terpilih akan mampu membangkitkan suara Golkar dari keterpurukan saat ini. Dia menilai, hal itu berpengaruh pada perolehan suara Golkar pada Pemilu 2019 nanti.
Dari masyarakat juga mendapatkan penolakan besar. Sebagai contoh saat kampanye calon ketua umum Partai Golkar Zona I Sumatera Utara, Minggu (08/05/2016) malam lalu.
Front Rakyat Pemantauan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia Sumatera Utara (FRP PDPRI Sumut) menyuarakan bahwa caketum Golkar tak boleh bermasalah hukum. FRP menuntut panitia membatalkan pencalonan kandidat calon yang terkait kasus ‘Papa Minta Saham’ itu.
Menurut FRP, kasus ‘Papa Minta Saham’ tersebut cukup memalukan. Karena itu, mereka menyimpulkan, jika Setya Novanto terpilih. Maka akan sangat merugikan Golkar dan masyarakat Indonesia ke depannya.
Lebih parahnya, meminta meminta petinggi Golkar memecat Setnov dari keanggotaannya Golkar agar tidak ada kasus serupa lagi. Apa kasus ‘Papa Minta Ketum’ muncul karena petinggi Golkar tak memecat ‘Papa Minta Saham’ itu? Entahlah.