Edy Muryanto Nilai Lingkungan Pembelajaran Klinik di Indonesia Buruk, Masih Jauh dari Standar Ideal!

JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDIP Dr. H. Edy Wuryanto, SKP, MKep menilai lingkungan pembelajaran klinik di Indonesia masih jauh dari standar ideal. Itu menurut Edy, arena sejumlah kasus tindakan amoral yang dilakukan Dokter seperti yang terjadi di RS Hasan Sadikin dan RS Karyadi efek dari ekosistem pendidikan klinis yang tidak sehat.
“Memang secara menyeluruh yang disebut dengan lingkungan pembelajaran klinik itu di Indonesia buruk, Pak,” kata Edy dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Menteri Kesehatan di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (29/04/2025).
Edy yang memiliki pengalaman sebagai perawat dan dokter ini mengaskan, lemahnya kualitas pendidikan klinik telah berdampak langsung terhadap lahirnya berbagai kasus kekerasan atau pelanggaran etika yang mencuat ke publik.
“Itu tugas Pak Menteri itu untuk bagaimana menciptakan ekosistem lingkungan pembelajaran klinik yang positif. Dan itu menyangkut perubahan mindset, paradigma berpikir, perubahan sikap, perubahan perilaku seluruh pendidik klinik, bukan hanya dokter, semua tenaga kesehatan,” ungkapnya.
Edy menambahkan bahwa mahasiswa yang sedang menjalani praktik klinik di rumah sakit adalah kelompok yang paling terdampak dari buruknya sistem ini. Ia menekankan bahwa pembenahan sistem ini tidak hanya berlaku di rumah sakit milik pemerintah, tetapi juga mencakup rumah sakit swasta yang berada dalam satu ekosistem pelayanan kesehatan.
“Karena seluruh pelayanan kesehatan itu ada di wilayah Pak Menteri, tidak hanya Rumah Sakit vertikal, termasuk Rumah Sakit Swasta pun itu harus semuanya dalam satu ekosistem. Karena kalau kita sudah melihat lingkungan ini, itu menjadi tanggung jawab pemerintah,” jelas Edy.
Sebagai solusi, Edy mendorong pembentukan model pembelajaran klinik berbasis positive learning environment yang telah banyak dikembangkan di berbagai negara. Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya kolaborasi antara Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan dalam membangun sistem akademik kesehatan nasional yang menyatukan fungsi pendidikan dan pelayanan kesehatan.
“Termasuk juga bagaimana membangun ekosistem dengan perguruan tinggi yang kemudian menjadi konsep academic health system yang terpadu antara pendidikan dan pelayanan. Ini harus disertakan dengan baik, karena penyelenggara pendidikan itu menyangkut dua kementerian yaitu pendidikan dan kesehatan,” terang Edy.
Lebih lanjut, Edy juga menyampaikan keprihatinannya atas kasus di Rumah Sakit Hasan Sadikin yang menjadi perhatian luas masyarakat. Ia menekankan pentingnya dokter untuk menjaga tanggung jawab moral sejak masa pendidikan hingga praktik profesi. Ia pun mendorong agar kasus ini diproses secara hukum tanpa adanya intervensi dari pihak manapun, termasuk dari Menteri.
“Saya ingin to the point aja Pak, kasus Rumah Sakit Hasan Sadikin ini pukulan telak publik responnya luar biasa karena dokter itu Manusia Setengah Dewa. Dia sudah dibayar, masyarakat itu menyerahkan hidup matinya pada dokter, tapi dijawab dengan perilaku yang amoral. Itu berat Pak. Oleh karena itu satu, saya mendukung bahwa dokter ini harus diproses hukum. APH (Aparat Penegak Hukum) harus betul-betul menjadikan ini kasus besar dan siapapun tidak boleh mengintervensi termasuk Pak menteri sekalipun, jangan sekali-sekali mengintervensi proses pada dokter yang melakukan ini ,” jelas Edy.
Ia juga mempertanyakan bagaimana kasus pelanggaran berat tersebut bisa terjadi di lingkungan rumah sakit yang seharusnya memiliki standar operasional prosedur yang ketat. Edy menyebut itu sebagai kegagalan dalam menciptakan lingkungan praktik positif di rumah sakit.
Edy mengingatkan bahwa berdasarkan Undang-Undang Kesehatan yang baru disahkan, direktur rumah sakit dan jajaran harus bertanggung jawab secara renteng atas pelanggaran malpraktik. Tak hanya itu, Edy menegaskan bahwa tanggung jawab juga ada pada dekan fakultas kedokteran yang membina dokter residen tersebut.
“Ini dokter residen dekan-nya harus tanggung jawab Pak dan ini kasus besar. Jadi kalau dekan-nya sampai kemudian tidak juga mengundurkan diri, oleh karena itu saya kira urusan dekan urusan Kemendikbud lah, urusan Rektor lah, tapi bahwa kasus ini betul-betul harus ada yang bertanggung jawab secara institusi,” pungkas Edy