FEMISIDA: Kejahatan Terhadap Perempuan yang Terus Terjadi
Oleh: Munawir Kamaluddin, Dosen UIN Alauddin Makassar
Dalam alunan kehidupan yang tak henti merangkai cerita, ada lembaran yang kelam, goresan yang dalam, dan luka yang tak terlihat mata. Ia tersembunyi di balik tirai diam, tersembunyi dalam pekik yang tak terdengar, menanti untuk dijadikan bahan renungan.
Femisida adalah sebuah kata yang menggenggam begitu banyak kesedihan, ketidakadilan, dan tragedi. Apa sebenarnya makna dari kata yang menggetarkan ini?
Femisida, dalam pengertian yang paling sederhana namun menyayat, adalah pembunuhan terhadap perempuan semata-mata karena ia seorang perempuan.
Ini bukan sekadar kematian fisik, melainkan penghancuran nilai, perampasan harga diri, dan penghinaan terhadap fitrah seorang perempuan. Ia bukan hanya tentang akhir dari kehidupan, tetapi simbol tentang bagaimana peradaban sering kali gagal melindungi yang seharusnya dimuliakan.
Ketika kita berbicara tentang femisida, kita tidak berbicara tentang sebuah insiden semata. Kita berbicara tentang ketidakadilan yang telah berakar dalam struktur masyarakat, tentang perempuan yang dibungkam oleh ketakutan, dan tentang sistem yang sering kali lebih berpihak pada pelaku daripada korban.
Femisida adalah jeritan sunyi dari jiwa-jiwa yang hilang dalam bayang-bayang patriarki dan kekerasan, sebuah tragedi yang mencerminkan wajah gelap dunia yang sering mengaku maju, tetapi gagal melindungi para penjaga kasih sayang.
Bukankah perempuan adalah jiwa peradaban? Bukankah mereka adalah penjaga kehidupan, yang dari rahimnya lahir para pelopor dan pemimpin? Lalu, mengapa kehadiran mereka sering kali menjadi sasaran kebencian?
Mengapa dunia ini, yang katanya penuh cinta dan pengertian, masih tega merampas mereka dari kehidupan dengan cara yang begitu keji?
Femisida bukan hanya soal angka atau statistik. Di balik setiap kasusnya, ada nama, ada wajah, ada cerita. Ada seorang ibu yang tak lagi bisa memeluk anak-anaknya.
Ada seorang gadis yang mimpinya terkubur bersama tubuhnya. Ada seorang istri yang janji sucinya berubah menjadi akhir tragis.
Femisida adalah kisah kehilangan yang terus-menerus menghantui, yang melukai bukan hanya korbannya, tetapi juga kemanusiaan kita semua.
Dalam Islam, kehidupan adalah amanah, dan setiap jiwa adalah suci. Allah SWT berfirman:
وَمَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا ۖ وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ
“Barang siapa membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya.”
(QS. Al-Maidah: 32)
Ayat ini adalah sebuah pengingat yang menusuk hati: bahwa hidup adalah milik Allah, dan mencabutnya tanpa alasan yang benar adalah kejahatan terbesar terhadap ciptaan-Nya.
Maka, bagaimana kita bisa berdiam diri ketika perempuan, yang oleh Rasulullah SAW disebut sebagai “mitra sejajar,” menjadi korban kejahatan seperti ini?
Rasulullah SAW bersabda:
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
“Berbuat baiklah kepada para perempuan.”
(HR. Bukhari, no. 3331)
Namun, realitasnya sungguh berbeda. Dunia sering kali memunggungi pesan mulia ini. Dalam banyak masyarakat, perempuan dianggap sebagai milik, bukan individu.
Mereka dipandang sebagai objek, bukan subjek. Ketika cinta berubah menjadi obsesi, ketika kuasa berubah menjadi penindasan, dan ketika iman berubah menjadi dogma tanpa hikmah, femisida hadir sebagai bukti bahwa kemanusiaan telah melupakan nilai-nilai suci yang diajarkan oleh Sang Pencipta.
Maka, apakah solusi atas masalah ini? Apakah kita hanya akan menjadi saksi bisu, ataukah kita akan bangkit dan memperbaiki apa yang telah rusak?
Femisida mengajarkan kita untuk merenung, untuk melihat kembali akar-akar budaya dan keyakinan yang telah melenceng.
melalui tulisan ini, kita akan menyusuri jejak-jejak tragedi ini, memahami mengapa ia terjadi, dan mencari cara untuk menghapusnya dari muka bumi.
Bukan hanya melalui hukum, tetapi juga melalui pendidikan, cinta, dan kesadaran. Sebab, seperti yang dikatakan oleh para bijak, keadilan tidak akan tercapai jika manusia tidak memulainya dari hati mereka sendiri.
Semoga tulisan ini bukan hanya menjadi pengingat, tetapi juga pemantik perubahan.
Mari bersama-sama kita ciptakan dunia yang aman, adil, dan penuh kasih, sebagaimana yang diimpikan oleh Islam dan diharapkan oleh setiap jiwa manusia.
Darurat Femisida: Kekerasan Berbasis Gender yang Harus Segera Diakhiri
Femisida merupakan pembunuhan yang ditujukan kepada perempuan karena kebencian berbasis gender. Kasus ini memiliki akar yang dalam pada ketidakadilan sosial, budaya patriarki, dan hilangnya penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Dalam Islam, segala bentuk kekerasan, termasuk femisida, sangat dikecam karena melanggar prinsip keadilan, kemuliaan manusia, dan kasih sayang.
Kajian ini akan mengupas fenomena femisida dari perspektif Islam dengan pendekatan holistik dan sistematis.
I. Perspektif Al-Qur’an tentang Femisida dan Kekerasan
1. Larangan Membunuh Tanpa Alasan yang Sah
Allah SWT berfirman:
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۗ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan alasan yang benar. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu memahami (nya).”
(QS. Al-An’am: 151)
Ayat ini menunjukkan bahwa setiap nyawa adalah suci dan tidak boleh dihilangkan tanpa alasan syar’i. Femisida, yang didasari kebencian gender, jelas melanggar perintah ini.
2. Kehormatan Manusia sebagai Khalifah di Bumi
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, Kami angkut mereka di darat dan di laut, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”
(QS. Al-Isra’: 70)
Ayat ini menegaskan bahwa Allah telah memuliakan manusia tanpa memandang gender. Membunuh perempuan karena alasan gender bertentangan dengan prinsip kemuliaan ini.
3. Menghilangkan Nyawa Sama dengan Membunuh Seluruh Umat Manusia
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا
“Barang siapa membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia.”
(QS. Al-Maidah: 32)
Femisida tidak hanya melukai korban, tetapi juga menciptakan ketakutan kolektif dalam masyarakat, sehingga efeknya meluas layaknya membunuh banyak manusia.
II. Perspektif Hadits tentang Kekerasan terhadap Perempuan
1. Kecaman terhadap Kekerasan
Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ اللَّهَ يُعَذِّبُ الَّذِينَ يُعَذِّبُونَ النَّاسَ فِي الدُّنْيَا
“Sesungguhnya Allah akan mengazab orang-orang yang menyiksa manusia di dunia.”
(HR. Muslim, no. 2613)
Hadits ini menegaskan bahwa kekerasan terhadap sesama manusia, termasuk perempuan, adalah perbuatan yang akan mendapatkan balasan berat dari Allah.
2. Perintah untuk Memuliakan Perempuan
Rasulullah SAW bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang terbaik terhadap keluargaku.”
(HR. Tirmidzi, no. 3895)
Hadits ini menempatkan perempuan dalam posisi terhormat, khususnya dalam lingkup keluarga. Femisida bertentangan dengan prinsip ini.
3. Larangan Merendahkan Perempuan
Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّمَا النِّسَاءُ شَقَائِقُ الرِّجَالِ
“Perempuan adalah saudara kandung laki-laki.”
(HR. Abu Dawud, no. 236)
Hadits ini menegaskan kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam martabat, sehingga tindakan femisida adalah bentuk pelanggaran terhadap ajaran Nabi.
III. Pandangan Sahabat dan Ulama tentang Femisida
1. Umar bin Khattab RA
“Janganlah kalian menyakiti perempuan, karena mereka adalah amanah dari Allah atas kalian.”
Ucapan ini menunjukkan bahwa perempuan harus dijaga dan dihormati, bukan menjadi korban kekerasan atau kebencian.
2. Imam Al-Ghazali
Dalam Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menulis:
“Kehormatan manusia, baik laki-laki maupun perempuan, adalah amanah yang harus dijaga. Kekerasan kepada siapa pun adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah Allah.”
IV. Solusi Islam terhadap Kasus Femisida
1. Pendidikan Gender Berbasis Tauhid
Islam mengajarkan bahwa seluruh manusia adalah ciptaan Allah SWT yang mulia, baik laki-laki maupun perempuan. Pendidikan berbasis tauhid bertujuan menanamkan nilai keadilan, kesetaraan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Allah SWT. Berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan darinya Allah menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (menggunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.”
(QS. An-Nisa: 1)
Ayat ini menegaskan bahwa manusia diciptakan dari satu jiwa yang sama, sehingga tidak ada superioritas antara laki-laki dan perempuan.
Pemahaman ini harus diajarkan sejak dini untuk mencegah bias gender dan kebencian terhadap perempuan.
إِنَّمَا النِّسَاءُ شَقَائِقُ الرِّجَالِ
“Perempuan adalah saudara kandung laki-laki.”
(HR. Abu Dawud, no. 236)
Hadits ini menekankan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, sehingga pendidikan berbasis tauhid harus menghapuskan budaya patriarki yang merendahkan perempuan.
Pandangan Ulama: Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menyatakan:
“Tauhid yang benar mengajarkan keadilan dalam segala aspek, termasuk hubungan antar manusia. Melanggar kehormatan perempuan adalah pengingkaran terhadap tauhid karena tidak menghormati ciptaan Allah.”
Memasukkan nilai-nilai kesetaraan dalam kurikulum pendidikan
Memberikan pendidikan berbasis Islam kepada masyarakat untuk menghapus kebencian berbasis gender.
2. Penegakan Hukum yang Tegas
Islam menekankan pentingnya keadilan dalam kehidupan, termasuk penegakan hukum terhadap kasus pembunuhan. Pelaku femisida harus dihukum sesuai syariat Islam melalui hukum qishas (hukuman setimpal) atau diyat (tebusan).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى ۖ الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَىٰ بِالْأُنْثَىٰ ۚ فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ۗ ذَٰلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗ
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu qishas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh: orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, dan perempuan dengan perempuan. Tetapi barang siapa yang memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar diyat (tebusan) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah keringanan dari Tuhanmu dan rahmat.”
(QS. Al-Baqarah: 178)
Ayat ini memberikan pedoman tegas bahwa pembunuhan harus dihukum setimpal kecuali ada maaf dari keluarga korban.
Rasulullah SAW bersabda:
لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: النَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالتَّارِكُ لِدِينِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ
“Tidak halal darah seorang Muslim kecuali karena tiga sebab: (1) qishas karena membunuh jiwa, (2) seorang pezina yang sudah menikah, dan (3) orang yang meninggalkan agamanya dan memisahkan diri dari jamaah.”
(HR. Bukhari, no. 6878)
Menegakkan hukum qishas atau diyat sebagai efek jera terhadap pelaku
Memastikan sistem hukum tidak bias gender dalam penanganan kasus femisida.
3. Meningkatkan Peran Komunitas
Komunitas memiliki peran strategis dalam mencegah kekerasan berbasis gender. Islam menekankan pentingnya masyarakat yang peduli dan menjaga kehormatan perempuan.
Allah SWT berfirman didalam al-qur’an:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
(QS. Al-Maidah: 2)
Ayat ini menekankan pentingnya kolaborasi komunitas untuk mencegah kemungkaran, termasuk kekerasan terhadap perempuan.
Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan:
“Masyarakat yang kuat adalah yang mampu menjaga hak-hak setiap individu, terutama yang lemah, seperti perempuan dan anak-anak.”
Membentuk forum komunitas untuk melindungi perempuan
Mengadakan edukasi berbasis agama tentang pentingnya menghormati perempuan
4. Penguatan Peran Ulama dan Pemimpin Agama
Ulama dan pemimpin agama memiliki tanggung jawab besar dalam menyebarkan ajaran Islam yang menentang kekerasan dan mendukung keadilan gender.
Allah SWT. Berfirman :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar.”
(QS. Ali Imran: 104)
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
“Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman.”
(HR. Muslim, no. 49)
Ulama harus memberikan khutbah tentang pentingnya melindungi perempuan
Memperkuat fatwa yang menolak segala bentuk kekerasan berbasis gender
Oleh karena itu Solusi Islam terhadap femisida mencakup pendidikan berbasis tauhid, penegakan hukum yang tegas, penguatan peran komunitas, dan ulama. Dengan penerapan yang menyeluruh, Islam mampu menjadi solusi universal untuk mencegah kekerasan berbasis gender.
PENUTUP/ KESIMPULAN
Di penghujung renungan ini, kita berdiri di tepi jurang kemanusiaan yang diguncang oleh tragedi yang tak kunjung usai.
Femisida, luka abadi yang menjelma menjadi cermin buram peradaban, bukan hanya sebuah kejahatan terhadap perempuan tetapi juga pengkhianatan terhadap hakikat manusia itu sendiri.
Ia adalah bisik sunyi dari jiwa-jiwa yang ditinggalkan dalam derita, sebuah ratapan yang tak terjawab oleh zaman yang mengaku modern, tetapi gagal menegakkan nilai keadilan yang sejati.
Kita perlu merenung lebih dalam, menghayati hakikat dari persoalan ini. Mengapa dunia yang mengagungkan cinta, keadilan, dan kesetaraan justru membiarkan perempuan menjadi sasaran kebencian, kekerasan, dan kezaliman?
Apakah ini warisan dari budaya patriarki yang tak kunjung selesai? Ataukah ini akibat dari manusia yang telah kehilangan akhlak, rasa empati, dan spiritualitas?
Perempuan adalah rahmat yang Allah titipkan untuk menjaga keseimbangan semesta. Di bawah telapak kakinya, surga diletakkan.
Namun, saat dunia merenggut kehidupannya dengan kejam, bukankah itu berarti kita telah menistakan rahmat tersebut? Bagaimana kita mampu berdiri sebagai umat terbaik ketika kezaliman dibiarkan merajalela tanpa perlawanan yang berarti?
Allah SWT telah mengingatkan:
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۗ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk dibunuh) melainkan dengan alasan yang benar. Demikian itu Dia memerintahkan kepadamu agar kamu mengerti.”
(QS. Al-An’am: 151)
Ayat ini bukan sekadar larangan, melainkan peringatan bahwa hidup manusia adalah amanah Ilahi yang tak boleh dilanggar.
Setiap tindakan yang merampas nyawa tanpa alasan yang benar adalah dosa besar yang mencederai tatanan suci yang Allah tetapkan.
Namun, masalah femisida bukan sekadar soal pelanggaran hukum Allah, tetapi juga tentang kegagalan kita sebagai masyarakat. Ia adalah bayangan dari budaya yang melanggengkan kekerasan, sistem hukum yang lemah, dan pendidikan yang abai terhadap nilai-nilai penghormatan terhadap perempuan.
Oleh karena itu, solusi atas tragedi ini tidak cukup hanya dengan kutukan atau air mata, tetapi harus dimulai dari perubahan yang mendalam, menyeluruh, dan berkelanjutan dengan cara antara lain:
1. Pendidikan Berbasis Kasih Sayang dan Kesetaraan.
2. Penegakan Hukum yang Tegas dan Berkeadilan
3. Peran Ulama dan Pemimpin Komunitas.
4. Penguatan Komunitas Perempuan.
5. Peningkatan Kesadaran Kolektif.
Femisida bukan hanya persoalan individu, tetapi juga masalah kolektif masyarakat. Kampanye tentang pentingnya menghormati perempuan harus dilakukan secara luas, melalui media, seni, dan literasi.
Kesadaran ini harus ditanamkan bukan hanya pada laki-laki, tetapi juga pada perempuan, agar mereka memahami bahwa hidup mereka adalah anugerah yang tak boleh diremehkan.
Membangun Peradaban Berbasis Keadilan
Pada akhirnya, upaya mengatasi femisida adalah bagian dari usaha membangun peradaban yang berkeadilan. Islam telah memberikan pedoman yang jelas untuk melindungi perempuan dan menegakkan keadilan bagi semua manusia.
Maka, tugas kita sebagai umat yang bertanggung jawab adalah menghidupkan nilai-nilai tersebut dalam setiap aspek kehidupan.
Femisida bukan hanya sebuah tragedi; ia adalah peringatan bahwa peradaban kita masih jauh dari sempurna.
Namun, di tengah kelamnya realitas ini, harapan selalu ada. Dengan cinta, kesadaran, dan aksi nyata, kita dapat menciptakan dunia di mana perempuan dihormati sebagaimana mestinya, di mana keadilan menjadi dasar dari setiap langkah, dan di mana tragedi seperti femisida hanya menjadi cerita kelam dari masa lalu yang tak pernah terulang.
Semoga langkah-langkah yang kita ambil hari ini menjadi cahaya yang menerangi masa depan, membimbing kita menuju dunia yang lebih adil, damai, dan penuh kasih sayang. Sebab, keadilan bukan hanya mimpi, tetapi sebuah tugas yang harus kita wujudkan bersama.