Fenomena Motivasi atau Dorongan Batin

 Fenomena Motivasi atau Dorongan Batin

Suatu masa dalam penggalan hidup kita, musti kita pernah mengalami satu peristiwa yang kita jalani dengan daya dorong yang full maximum. Full maximum bila diukur dengan ukuran kemampuan materi, pengetahuan dan faktor penunjang yang kita miliki. Penulis pernah mengalami itu.

Waktu itu penulis tamat SLTA. Penulis bertekad berangkat ke Jakarta. Mau kuliah di X. Orang tua tidak punya uang. Hampir angkat tangan. Hanya bisa beri ongkos jalan dan bekal dana minim.

Informasi minim saja tentang sasaran tempat kuliah yang dituju. Sama sekali tidak terpikir nanti tinggal dimana? Nanti bagaimana di Jakarta, kota yang asing itu bagi remaja ndeso ini. Berapa biaya makan di Jakarta? Berapa biaya kos? Semua pertanyaan itu, tidak ada sama sekali terpikirkan. Istilah kos saja baru saya kenal ketika sampai di Jakarta.

Isi dalam otakku dan benakku, hanya ada “pokoknya harus kuliah di X. Pokoknya harus sampai ke alamat X itu.” Demikian fokusnya, sampai tidak terpikir ini itu, harus bagaimana jika mengalami ini itu.

Sampai akhirnya, tidak juga jadi kuliah di X itu. Dan akhirnya, beralih ke Y. Sampai hari ini, jadinya malah betah hidup di kota yang dulu hanya tahu nama saja. Sekali pun tidak pernah ke Jakarta. Penulis tembak langsung saja ke kota ini dengan modal nyali dan nekad. Pertanyaannya, kenapa momen silam itu, yang sudah berlalu puluhan tahun silam itu, dorongan batin atau motivasi untuk mencapai tujuan ke Jakarta itu, demikian full maximum? Dapatkah dorongan batin semacam itu diciptakan ulang pada manusia dalam rangka mencapai setiap tujuannya? Bagaimana dorongan batin atau motivasi full maximum itu tercipta dan kemudian menjelma menjadi aksi atau tindakan fisik dan mental? Apa sebab-sebab dorongan batin yang bersifat maximum muncul pada alam batin manusia?

Apa yang saya alami belum ada apa-apanya dengan pengalaman awal teman saya yang hendak kuliah S2 di Universitas Malaya. Tak perlu diceritakan detailnya. Tapi dia sampai ditolong secara tak terduga oleh seorang yang diduga germo di Dumai – Riau sehingga bisa dengan lancar menyeberang dari Dumai ke Melaka.

Yang penulis ingin nyatakan ialah bahwa sebab-sebab dan fenomena dorongan batin atau motivasi dalam diri manusia merupakan hal yang misteri dan senantiasa bersifat spesifik, tergantung kondisional, dan subjektif. Karena bersifat kondisional, subjektif dan spesifik, amat susah direkayasa dan didaur ulang. Dorongan batin itu merupakan rahasia, izin dan anugerah Allah yang menakjubkan.

Dan dorongan batin itulah sebenarnya yang mengantarkan perubahan kehidupan. Manakala saya tidak mengalami dorongan batin semacam yang saya ceritakan di atas, mungkin saya akan menjadi petani di desa saya atau malah sebaliknya. Demikian juga, tanpa ledakan dorongan batin itu, teman saya itu mungkin saja tidak menggondol gelar S3 dari Universitas Malaya – Kualalumpur.

Anda boleh ingat-ingat lagi, kenang-kenang lagi, momen dimana Anda meluap dengan dorongan batin di masa lalu Anda sehingga mencapai tujuan yang Anda inginkan waktu itu.

Yang ingin saya sampaikan ialah mungkin begitulah generasi Tan Malaka, Soekarno, Hatta dll, pokoknya merdeka dari Belanda. Akibatnya, ya merdeka.

Jadi kalau kita ingin lepas dari oligarki, ketimpangan kesejahteraan, peternakan kejahatan, dan kemiskinan paksaan kaum jahannam di Indonesia, kita harus punya dulu tekad penuh dan teguh: pokoknya lepas dari mereka! Baru kita tidak lagi ngomel-ngomel dan bersungut-sungut di sosmed tentang para jahannam yang kaya raya aman sentosa makmur melimpah dari pengisapan dan korupsi.

~ Bung SED

Facebook Comments Box