Firman Soebagyo Nilai Revisi UU ASN untuk Perbaiki Sistem dan Kesejahteraan ASN Lebih Cermat

JAKARTA – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Firman Subagio ikut menyoroti proses pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN) sebagai salah satu produk legislasi inisiatif Komisi II DPR RI. Firman menilai revisi UU ASN sebagai langkah penting untuk memperbaiki sistem dan mendorong kesejahteraan ASN dengan dilakukan dengan cermat dan berbasis hukum yang kuat.
“RUU ASN ini sudah masuk dalam daftar Prolegnas dan merupakan usulan Komisi II. Namun, dalam penyusunannya harus memenuhi ketentuan seperti adanya naskah akademik, urgensi revisi, dan tidak bertentangan dengan UUD 1945,” kata Firman dalam diskusi Forum Legislasi dengan tema “RUU ASN Menjadi Harapan untuk Kesejahteraan ASN” di Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Firman mengingatkan agar revisi UU ASN tidak menjadi alat untuk sentralisasi berlebihan. Firman menyoroti adanya wacana penarikan seluruh kewenangan ASN ke pemerintah pusat, termasuk proses pengangkatan dan mutasi yang langsung berada di bawah Presiden. Hal ini dinilainya berpotensi menimbulkan beban kerja yang berlebihan dan berisiko pada efektivitas pemerintahan.
“Kalau semua diserahkan ke Presiden, apakah beliau punya waktu untuk mengurusi ASN dari seluruh Indonesia? Padahal, tantangan global saat ini saja sudah luar biasa,” ujarnya.
Lebih jauh, Firman menekankan pentingnya pengawasan terhadap praktik rekrutmen ASN di daerah yang kerap bermasalah dan rawan transaksional. Ia menyatakan bahwa semangat revisi UU ASN seharusnya fokus pada penegakan sistem hukum dan pencegahan korupsi, bukan malah membuka celah baru untuk praktik yang tidak sehat.
Terkait substansi RUU, Firman menyebut hingga kini Baleg belum menerima draf RUU maupun naskah akademiknya secara resmi dari Komisi II. Oleh karena itu, ia meminta semua pihak bersabar dan menunggu perkembangan selanjutnya, sembari mendorong adanya partisipasi publik yang lebih luas.
“Kalau perubahan pasalnya melebihi 50 persen, bisa saja ini jadi undang-undang baru. Tapi kita tidak ingin pembahasan ini menjadi mubazir, sehingga penting bagi daerah juga untuk dilibatkan dalam proses penyusunan,” tegasnya.
Sebagai penutup, Firman menyampaikan harapannya agar diskusi lanjutan nantinya dapat menghadirkan pakar-pakar berkompeten untuk memperkaya kajian, sekaligus menyerap aspirasi masyarakat dan daerah secara komprehensif.