Forum Alumni HMI Lintas Generasi Ajukan Uji Materi Perpres 52/2014 ke MA Terkait Rumah Mewah SBY Diambil Alih untuk Fakir Miskin

 Forum Alumni HMI Lintas Generasi Ajukan Uji Materi Perpres 52/2014 ke MA Terkait Rumah Mewah SBY Diambil Alih untuk Fakir Miskin

JAKARTA, Lintasparlemen.com – Forum Silahturahmi Alumni HMI Lintas Generasi mengajukan uji materi Perpres 52/2014 ke Mahkamah Agung dengan tuntutan agar rumah mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diambil alih dan diberikan kepada pihak fakir miskin yang lebih berhak, hari ini di Mahkamah Agung (MA), Selasa (24/1/2017).

Berkas resume uji materi Forum Silahturahmi Alumni HMI Iintas Generasi yang diajukan Perpres 52/2014 ke MA diterima oleh Bidang Administrasi Bidang Hukum Agung Supriyono, SH pukul 13.30 -14.00 di Gedung Mahkamah Agung RI Jl. Medan Merdeka Utara, Nomor 9, Jakarta Pusat.

“Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa nilai rumah bagi mantan Presiden SBY terhitung fantastis dan hingga saat ini belum diketahui pasti besarannya. Namun apabila dilihat dari letak, luas dan kondisi bangunan fisik banyak yang memprediksikan nilai rumah tersebut diperkirakan mencapai ratusan miliar,” jelas keterangan tertulis Forum Silahturahmi Alumni HMI Iintas Generasi yang dipimpin oleh Mustaghfirien.

Tuntutan Forum Silahturahmi Alumni HMI Lintas Generasi melakukan uji materi Perpres 52/2014 ke Mahkamah Agung itu karena pertimbangan rasa keadilan.

“Mempertimbangkan kami adalah rasa keadilan masyarakat maka rumah bagi SBY tersebut di atas tidaklah adil karena masih banyak rakyat miskin yang membutuhkan rumah dari negara,” terang Mustaghfirien.

Alasan itu Forum Silahturahmi Alumni HMI Lintas Generasi bermaksud mengajukan uji materi Perpres 52/2014 dengan tuntutan agar rumah bagi mantan Presiden SBY diambil alih dan diberikan kepada pihak fakir miskin yang lebih berhak.

Berikut Resume Uji Materi yang diajukan Forum Silaturahmi Alumni HMI Lintas Generasi:

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pengadaan dan Standar Rumah Bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia terhadap Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
Para Pemohon
1. Adhel Setiawan
2. Mustaghfirien
3. Firas Tu Iman
4. Gatot Sudarto
Termohon: Presiden RI

A. KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
MEMERIKSA, MENGADILI, DAN MEMUTUS PERMOHONAN INI;

1. Bahwa Mahkamah Agung berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus Permohonan Pengujian Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pengadaan dan Standar Rumah Bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia terhadap Pasal 3 ayat (1), Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

B. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON

1. Bahwa sebagai warga Negara, para pemohon ikut merasakan dampak, baik langsung maupun tidak langsung, atau setidak-tidaknya menjadi subjek atas segala kebijakan pemerintah terhadap keuangan Negara. Hak para pemohon sebagaimana disebutkan di atas nyata-nyata telah dirugikan dengan diberlakukannya Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pengadaan dan Standar Rumah Bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden RI;

C. ARGUMENTASI YURIDIS PEMOHON

1. Bahwa norma dalam Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pengadaan dan Standar Rumah Bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden RI antara lain yang terkandung dalam pasal 1 ayat (1) yang berbunyi “Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden yang berhenti dengan hormat dari jabatannya diberikan sebuah rumah kediaman yang layak”. Pemohon menilai bahwa pasal ini tidak mengandung asas transparansi dan kepastian hukum serta akuntabilitas dalam menentukan besaran nilai maksimal untuk sebuah rumah kediaman yang layak.

2. Bahwa pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa: “Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan”. (Bukti P-4).

3. Tidak diaturnya jumlah maksimal anggaran pembangunan rumah pada pasal 1 ayat 1 Peraturan Presiden RI Nomor 52 Tahun 2014 tersebut menyebabkan tidak adanya kepastian hukum, ketidaktertiban, dan ketidaktransparanan penggunaan keuangan Negara, dan bisa membuka pintu adanya penggunaan anggaran Negara yang tidak ekonomi dan tidak efektif, serta melenceng dari rasa keadilan dan kepatutan sebagaimana diamanatkan dalam pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

4. Bahwa definisi transparansi dalam mengelola anggaran negara, menurut Mardiasmo dalam Kristianten (2006:45), menyebutkan bahwa transparansi adalah keterbukaan pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktifitas pengelolaan sumber daya pubik kepada pihak yang membutuhkan, yaitu masyarakat. Menurut Mardiasmo, tujuan transparansi dalam oenyelenggaraan pemerintahan adalah:

a. Salah satu wujud pertanggungjawaban pemerintah kepada rakyat;
b. Upaya peningkatan manajemen pengelolaan pemerintahan;
c. Upaya peningkatan manajemen pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan mengurangi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN);

5. Sedangkan menurut Kriatianten (2006:31), transparansi akan memberikan dampak positif dalam tata pemerintahan dan akan meningkatkan pertanggungjawaban para perumus kebijakan, sehingga kontrol masyarakat terhadap para pemegang otoritas pembuat kebijakan akan berjalan efektif.

6. Pemohon menyayangkan pembatalan Keputusan Presiden Nomor 81 Tahun 2004 tentang Pengadaan Rumah Bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2007 karena secara norma dan subtansi ketentuan ini jauh lebih efektif, transparan dan lebih sesuai dengan asas pengelolaan keuangan Negara.

7. Pada Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 81 Tahun 2004 tentang Pengadaan Rumah Bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia secara tegas mengatur batasan maksimal nilai pengadaan rumah bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden, yakni Rp. 20.000.000.000,- (dua puluh miliar rupiah). (Bukti P-5).

8. Bahwa Peraturan Presiden RI Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pegadaan dan Standar Rumah Bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, dibuat, ditandatangani, dan diundangkan pada masa Bapak Dr Susilo Bambang Yudhoyono menjabat sebagai presiden.

9. Bahwa tidak bermaksud menuduh tetapi fakta ini secara nalar yang wajar menjelaskan seperti adanya kepentingan dan keinginan pribadi untuk membuat Pegadaan dan Standar Rumah Bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia yang akhirnya bertentangan dengan nilai pengadaan yang tidak transparan dan memenuhi akuntabilitas.

10. Bahwa hal ini jelas menjadi sebuah peraturan perundang-undangan yang kurang mempertimbangkan penggunaan uang rakyat yang seharusnya pemerintah mengeluarkan kebijakan yang pro-rakyat dan atas kepentingan rakyat seluas-luasnya. Bukan sebaliknya didasarkan atas kepentingan pribadi, keluarga, atau golongan semata.

11. Bahwa Bapak Dr H Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai mantan Presiden Republik Indonesia yang menjabat selama 10 (sepuluh) tahun (2004-2009 dan 2009-2014), adalah seorang tokoh bangsa, dan banyak disebut sebagai seorang negarawan. Seharusnya, etika seorang tokoh bangsa dan negarawan seperti beliau, tidak mengharapkan pamrih dari rakyat setelah menjabat.

12. Bahwa Bapak Dr Susilo Bambang Yudhoyono sudah memiliki rumah kediaman yang layak dan mewah di wilayah Cikeas, Jawa Barat. Dan secara ekonomi, beliau tidak termasuk ke dalam kelompok warga negara yang perlu diberi rumah kediaman dari negara. (Bukti P-6).

13. Bahwa menurut data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), ada 100 juta rakyat Indonesia (25 juta keluarga), atau setara dengan 40% penduduk Indonesia, tidak mampu membeli rumah. (Bukti P-7).

D. PETITUM

Berdasarkan uraian-uraian sebagaimana telah kami kemukakan dalam huruf A, B, C di atas, maka para Pemohon memohon kepada Majelis Hakim Agung Mahkamah Agung Republik Indonesia yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan ini untuk:

1. Menyatakan bahwa para pemohon mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan ini;

2. Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya;

3. Menyatakan norma pasal 1 ayat (1) dan pasal 9 Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pengadaan dan Standar Rumah Bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia bertentangan dengan pasal 3 ayat (1) dan pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

4. Menyatakan norma pasal 1 ayat (1) dan pasal 9 Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pengadaan dan Standar Rumah Bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat atau tidak sah dan tidak berlaku umum;

5. Menyatakan berlaku Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 81 Tahun 2004 tentang Pengadaan Rumah Bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia secara tegas mengatur batasan maksimal nilai pengadaan rumah bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden, yakni Rp. 20.000.000.000,- (dua puluh miliar rupiah);

6. Memerintahkah Kementerian Sekretariat Negara untuk membatalkan pemberian rumah kepada Dr H Susilo Bambang Yudhoyono yang telah diserahterimakan pada tanggal 26 Oktober 2016, dan mengambil alih rumah tersebut untuk digunakan sepenuhnya bagi kemaslahatan panti asuhan yatim-piatu;

7. Memerintahkan agar petikan putusan ini dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia;

Demikianlah permohonan ini kami ajukan, apabila majelis Hakim Agung yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan ini berpendapat lain, Para Pemohon memohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)

Hormat Kami,
Para Pemohon,

Facebook Comments Box