Harga Telur Terus Naik, Sartono Hutomo: Kenapa Ini Bisa Seperti Itu…
JAKARTA – Anggota Komisi VI DPR RI Sartono Hutomo angkat suara terkait atas kenaikan harga telur ayam di pasaran yang menyusahkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Bagi Sartono, persoalan kenaikan harga telur itu perlu diurai secara komprehensif.
Politisi Partai Demokrat menyampaikan, terkait kenaikan harga sejumlah komoditi harus dilihat secara cermat. Biasanya, ada beberapa faktor yang bisa dijadikan acuan untuk mengetahui alasan kenaikan harga, termasuk telur ayam tersebut.
“Kalau soal kenaikan harga kebutuhan masyarakat, kita harus melihat secara terperinci permasalahan itu. Sebab, lonjakan harga tersebut terkait suply aja ataukah ada di alur distribusinya? Semua harus dilihat,” jelas Sartono saat ditemui di Nusantara I, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (18/7/2018).
Seperti diwartakan, Harga telur ayam di sejumlah wilayah di Jawa, khususnya di Jawa Barat masih tinggi. Hingga kini ada dikisaran harga Rp27 ribu sampai Rp30 ribu per kilogram.
Berdasarkan pengamatan lintasparlemen.com, beberapa pekan terakhir harga terus menaik di angka Rp27 ribu per kilogram hingga Rp30 ribu per kilogram. Ini dicermati oleh sejumlah anggota DPR, Sartono diantaranya.
“Oleh karena itu, Jika Kemendag (Kementerian Dalam Negeri) sudah menjelaskan bahwa tidak ada persoalan di tingkat distribusi berarti dari itu masalahnya di saat suply, atau produksinya. Kita perlu cermati lagi, kenapa ini bisa seperti itu,” ujar Sartono.
Selain itu, Sartono meminta pada pihak terkait mencari solusi dari persoalan tersebut. Setidaknya, jika produktifitas telur rendah maka pemerimtah harus dicek secara betul dan mendalam, apa faktor cuaca atau pakan.
“Produksi rendah jangan-jangan karena pakan bermasalah, pakan ini kan dari produsen besar, jangan-jangan ini permainan pasar juga? Coba ini di cek secara detail. Satgas pangan tidak hanya mengecek harga tinggi tapi benar-benar pada inti persoalan,” tandasnya.
Sartono mengungkapkan, kenaikan harga telur ini berdasarkan informasi dari para peternak dipicu oleh mahalnya harga pakan yang dipengaruhi nilai tukar dolar. Sehingga banyak ayam yang menghasilkan telur tengah mengalami masalah soal produksi.
“Saya ambil contoh di kabupaten Bantaeng Sulsel, ada laporan ke kita, ayam peternakan mereka mengalami pelambatan produksi secara masal dan pengusaha harus beli vaksin terus menerus biar tetap hidup. Produksi peternak terus menurun, karena harus beli vaksin dan mereka peternak mengalami kerugian,” terang Sartono. (HMS)