Hari Buku Nasional di Mata Pemuda
Oleh: Habibie Mahabbah, Wakil Bendahara Umum (Wabendum) DPP KNPI
Hari ini ditetapkan sebagai Hari Buku Nasional yang jatuh tiap tanggal 17 Mei yang diambil dari momentum peresmian Perpustakaan Nasional pada tahun 1980 silam.
Saat itu Perpustakaan Nasional diresmikan oleh Menteri Pendidikan Nasional RI Bapak Abdul Malik Fajar pada tanggal 17 Mei 1980.
Sebenarnya, sejak zaman Hindia Belanda dahulu telah ada lembaga yang bergerak di bidang kepustakaan nasional diberinama Bataviaasch Genootschap. Kemudian Bataviaasch Genootschap dibubarkan pada tahun 1950-an.
Selain Hari Buku Nasional, ada pula Hari Buku Internasional atau Hari Buku Sedunia. Atau dalam bahasa Inggrisnya World Book Day. World Book Day atau Hari Buku Sedunia di peringati pada tanggal 23 April tiap tahunnya.
Sejatinya, jika ingin bangsa ini maju maka negara harus menjamin dan mendukung warganya cinta buku, cinta ilmu pengetahuan yang bersumber dari buku berkemajuan. Sebab, siapa yang cinta buku bisa dipastikan berwawasan luas dan memiliki martabat tinggi.
Buku merupakan identitas kaum intelektual. Buku adalah simbol perlawanan. Buku itu sumber pencerahan. Buku memiliki ruang tiada bertepi. Ia ada dan berkontribusi pada pecintanya. Buku akan mengangkat derajat pembacanya.
Yang tak kalah pentingnya, buku adalah guru terbaik dan terindah dalam kehidupan. Sebagai guru, ia tak pernah merasa lebih cerdas dari muridnya. Ia tak menggurui. Apalagi angkuh dan sombong sok intelek lebih pintar dari muridnya. Buku ada di hadapan si pembaca kapanpun dan di manapun diinginkan.
Alasan itu sehingga buku bisa dianggap kawan terbaik saat bahagia atau gundah gulana. Buku kawan segalanya bagi sepembaca yang ingin ‘curhat’ dan tercerahkan. Buku siap memberi yang teristimewa bagi si pembaca.
Gregory Berns seorang ahli ilmu saraf, dan direktur Emory’s Center for Neuropolicy menyimpulkan dalam penelituannya bahwa, “Semakin banyak buku yang Anda baca, semakin meningkat juga kemampuan berbahasa dan motorik Anda.”
Buku bagi pemuda, ia pencerah. Pendobrak. Penyemangat. Pemberi harapan. Selain itu, buku juga penuntun kita saat ingin meraih impian besar. Buku segalanya bagi pemuda sebagai pembeda, antara pemuda cinta buku dan tidak cinta buku. Kita bisa bandingkan, antara pemuda cinta buku (sering baca buku) dengan pemuda yang tak pernah (jarang baca buku). Semua bisa dilihat seperti apa mereka mengaktualisasikan dirinya di ruang publik.
Selain itu, menurut para ahli bahwa membaca dapat mendatangkan banyak manfaat untuk kita. Membaca buku tidak hanya dapat mengubah sudut pandang, tapi juga mengubah sel-sel kelabu di dalam otak kita.
Sudah banyak penelitian yang membuktikan bahwa membaca buku menimbulkan efek di daerah otak yang bertanggung jawab untuk pengolahan bahasa dan kemampuan sensor motorik manusia.
Di antaranya dari hasil penelitian dari jurnal Brain Connectivity. Di mana para peneliti dari Emory University di Atlanta tersebut menyampaikan bahwa, otak 21 mahasiswa yang manjadi sampel penelitian mereka, terdapat peningkatan konektivitas di korteks temporal kiri yang merupakan area otak yang terkait pengolahan bahasa setelah mereka membaca buku tiap harinya.
Namun disayangkan di negeri ini, buku belum dijadikan sebagai alat atau instrumen meraih Indonesia Raya. Buku di negeri ini posisinya jauh dari dalam hati warga Indonesia. Dan sangat wajar jika bangsa ini belum berkembang seperti negara maju karena buku belum dianggap penting bagi kemajuan dan kejayaan warganya.
Yang membuat kita makin miris sebagaimana dari hasil rilis Deutsche Welle Indonesia, Survei World Most Literate Nations menunjukkan minat baca warga Indonesia masuk ke peringkat nomor dua paling buncit dari 61 negara di dunia. Minat baca di Indonesia itupun tak membanggakan seperti dikutip data UNESCO. Di mana persentase minat baca Indonesia hanya 0,01 persen.
Padahal, jika kita kembali pada tujuan sejarah ditetapkannya oleh Menteri Pendidikan Nasional RI Bapak Abdul Malik Fajar tanggal 17 Mei sebagai Hari Buku Nasional untuk meningkatkan minat membaca masyarakat Indonesia. Namun, niat suci itu belum juga terealisasi.
Jika melihat kondisi saat ini berangsur-angsur tujuan dari ditetapkannya Hari Buku Nasional itu mulai hilang di tengah masyarakat. Jika pemerintah ingin, Hari Buku Nasional 2017 ini bisa diciptakan sebagai momentum untuk meningkatkan minat dan kegemaran membaca. Sehingga dapat melestarikan budaya membaca buku serta meningkatkan penjualan buku di Indonesia yang terus menurut.
Sebagai pemuda, kita kadang bertanya. Apa pemerintah masih sadar dengan istilah yang mengatakan, “Buku Adalah Jendela Dunia”. Padahal, melalui buku kita bisa menguasai dunia dalam percaturan politik global. Tapi nyatanya, semua hanya harapan semu tanpa ada political will dari pemerintah secara kuat.
Jika kita berkaca dari dunia luar. Produktivitas bangsa Indonesia baik membaca dan menulis buku jauh tertinggal dari dunia luar. Coba kita cek bersama, Indonesia rata-rata hanya 18 ribu judul buku yang diterbitkan setiap tahunnya.
Sementara negara Jepang dengan 40 ribu judul buku per tahun. Belum lagi negara China dengan 140 ribu judul per tahun. Ini sinyal atau tanda jika Indonesia ingin maju seperti negara ASIA itu (belum Eropa), pemerintah perlu mengejar ketertinggalan itu.
Sebab kemajuan sebuah negara, tak bisa diindahkan dari satu pariable ini, yakni seberapa besar minat baca dan menulis buku suatu bangsa seperti kemajuan negara Sahabat Jepang dan China.
Adalah tugas negara untuk menumbuhkan kecintaan terhadap membaca buku. Ini menjadi tantangan bagi setiap individu, termasuk pemerintah untuk menumbuhkan rasa minat baca buku. Meski demikian, peringatan Hari Buku Nasional selayaknya mampu memberikan dampak positif untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya buku bagi kehidupan.
Tengok saja negara-negara maju seperti Jepang, Jerman, Inggris, dan beberapa negara maju lainnya. Di mana buku dan negara maju menjadi dua hal yang tak bisa dipisahkan. Negara maju, mereka memiliki sistem jauh lebih maju dalam mengelola sistem perbukuan mereka. Tak hanya untuk mengembangkan minat baca warganya. Tapi juga, negara maju mereka memiliki sistem perbukuan sangat baik untuk menghidupkan sistem penerbitan, pemberantasan buta aksara, yang bermuara pada pencerdasan dan kemajuan bangsa seperti tujuan bernegara dalam UUD 1945.
Ke depannya, pihak pemerintah perlu bekerja sama dengan pihak penerbit untuk mengikuti minat pada generasi muda dalam mengembangkan teknologi yang semakin canggih. Di mana di negara maju sistem e-book dan buku eletronik sudah makin mudah dimanfaatkan. Pasalnya, membeli e-book, atau buku elektronik lebih mudah dan tidak repot membawanya berat-berat.
Yang membuat kita miris, generasi muda lebih tertarik menonton televisi dibandingkan membaca buku. Berdasarkan survei tiga tahunan digelar Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2012 menemukan data ada 17,66 persen anak-anak Indonesia yang memiliki minat baca. Sementara ada 91,67 persen yang memiliki minat menonton. Dari angka tersebut, kita bisa lihat apa yang diharapkan dari generasi muda jika mereka lebih tertarik nonton televisi daripada membaca buku?
Untuk itu, kita perlu melakukan gerakan massif yang melibatkan pemuda untuk meningkatkan budaya membaca pada anak usia sekolah. Di mana Pemerintah, dalam hal ini Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) punya peran penting untuk meningkatkan budaya baca. Namun tentunya, tanggungjawab itu tak bisa diserahkan pada PNRI semata. Persoalan minat baca generasi muda menjadi tanggungjawab bersama, termasuk DPP KNPI.
Untuk mendorong minat baca di Indonesia, tak hanya melulu mengacu pada anggaran negara yang sangat minim diterima oleh PNRI pada tahun 2017 ini hanya Rp563 Miliar dari kebutuhan PNRI sebesar Rp1,874 triliun. Kami dari KNPI siap membantu seluruh pihak terkait mengangkat presentasi minat baca generasi muda, khususnya masa wajib belajar 12 tahun dengan berbagai formulasi.
Artinya, PNRI memiliki tugas besar dalam meningkatkan budaya baca dengan memperbaiki sistem literasi yang sungguh sangat terpuruk. Dan kita perlu bermimpi memiliki perpustakaan yang mengacu pada model Library of Congress di Amerika Serikat. Atau seperti perpustakaan terbesar di Asia Tenggara yakni National Library of Singapore, yang memiliki 500.000 koleksi buku.
Bahkan tak bermuluk-muluk kita bermimpi memiliki perpustakaan terbesar di dunia seperti Perpustakaan nasional Britania Raya dengan koleksi lebih dari 150 juta item yang berhasal dari berbagai negara. []