Hebat, Peneliti Ini Membongkar Kebohongan Ahoker…

 Hebat, Peneliti Ini Membongkar Kebohongan Ahoker…

JAKARTA, Lintasparlemen.com – Menjelang pencoblosan biasanya berbagai cara ditempuh para tim merauh suara dari masyarakat. Mungkin hal itu dilakukan oleh Tim Ahok-Djarot dalam sepekan terakhir ini.

Apalagi sejumlah lembaga survei menyampaikan bahwa pasangan Anies-Sandi unggul jika digelar pencoblosan di TPS saat ini.

Berita atau informasi hoax tersebar, di antaranya yang paling santer muncul adalah kabar jika pembangunan Masjid Raya KH Hasyim Asyari di kawasan Jakarta Barat merupakan hasil kerja Ahok-Djarot. Padahal bukan!!!

Seperti sejumlah relawan dan timses Ahok-Djarot, “mempromosikan” pada masyarakat bahwa pembangunan masjid itu seolah-olah bentuk kepedulian Ahok-Djarot terhadap umat Muslim DKI Jakarta. Padahal bukan.

Peneliti dari Network for South East Asian Studies (NSEAS), Muchtar Effendi Harahap membantah tim Ahok-Djarot itu. Sehingga itu bisa disebut sebagai pembodohan politik?

“Betulkah pembangunan masjid raya Jakarta sebagai kerja nyata Ahok-Jarot? Tidaklah. Itu klaim palsu doang. Fakta sebenarnya, pembangunan masjid dimulai saat Jokowi gubernur DKI,” ujar Muchtar, Ahad (9/4/2017) seperti dikutip Jawapos.

Menurut Muchtar, perencanaan pembangunan masjid itu disetujui oleh DPRD DKI tahun 2012 saat masih Jokowi menjabat sebagai dan akan diresmikan oleh Presiden Jokowi pada 16 April mendatang.

Jokowi pula, lanjut Muchtar, yang meletakkan batu pertama pembangunan masjid yang dinamai dari seorang pendiri NU dan suku Jawa, yakni KH Hasyim Asy’ari.

“Gubernur Ahok hanya nerusin. Klaim kerja nyata Ahok-Djarot adalah manipulasi fakta sejarah,” kata mantan anggota DPR RI itu.

Ia juga tak sepakat dengan penamaan masjid itu KH Hasyim Asy’ari. Karena penamaan itu lebih cenderung disebut sebagai manipulasi nama tokoh NU hanya untuk kepentingan politik suara pemilih NU di DKI dalam Pilkada 2017. Hal ini tentu harus dihilangkan.

Mestinya,sambung Muchtar nama dan nuansa masjid yang dibangun itu bernuansa budaya Betawi, bukan Jawa. Jadi sangat mengada-ada dan tidak sesuai dengan semangat awal pembangunan masjid karena namanya bukan orang Betawi.

“(Seharusnya) Nama masjid sangat layak diambil dari tokoh masyarakat Betawi, bukan Jawa. Bernuansa budaya Betawi tentu saja bermakna produk masyarakat Betawi, bukan masyarakat Jawa seperti KH Hasyim Asy’ari,” ujarnya.

Sesuai catatan Muchtar, selama 5 tahun, Pemprov DKI hanya bisa membangun satu unit masjid raya di DKI, padahal ada 5 Kotamadya dan 1 Kabupaten se-DKI Jakarta.

Padahal, jika bersandar pada Perda No 2/2012 tentang RPJMD Provinsi DKI tahun 2014-2017. Pada Perda ini ada kebijakan penataan bangunan dan gedung pemerintah yang bernuansa budaya Betawi, termasuk perumahan rakyat, dan masjid raya yng bernuansa Betawi Jakarta Barat. (HMS)

 

 

Facebook Comments Box