Hidayat Sayangkan Parade Bhaineka Tunggal Ika Tak Ikut Serukan Larangan Penistaan Agama
JAKARTA, Lintasparlemen.com – Ajakan untuk hidup toleran di tengah keberagaman di Indonesia terus disuarakan. Yang teranyar digelarnya acara parade Bhinneka Tunggal Ika (Sabtu, 19/11/2016) dan karnaval Cinta NKRI (Ahad, 20/11/2016).
Menurut Anggota Komisi I DPR RI Hidayat Nur Wahid, kegiatan seperti Parade Bhinneka Tunggal Ika dan Karnaval Cinta NKRI ini baik malah positif apa yang digelar oleh Relawan NKRI di patung kuda, Monumen Nasional (Monas) menuju Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Ahad (20/112016) pagi tadi.
Seperti yang dimuat di sejumlah media bahwa tujuan diselenggarkan acara itu sebagai bentuk solidaritas mengajak semua komponen bangsa menjaga utuhnya NKRI dengan merawat kebhinekaan yang sudah terbangun bertahun-tahun.
“Intisari dari gelaran Karnaval Cinta NKRI tidak lain untuk menyadarkan, mengingatkan bahwa Indonesia tercipta dengan keberagaman suku, adat istiadat dan kebiasaan yang berbeda-beda dari Sabang sampai Merauke,” kata panitia atas nama Yamin seperti dikutip detik.com.
Bagi Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid kegiatan seperti itu sangat positif. Hanya saja, Hidayat menyayangkan dalam kegiatan itu tak ada himbauan untuk mengajak seluruh masyarakat Indonesia tidak lagi melakukan penistaan agama.
Hidayat mengatakan, alangkah baiknya jika peserta parade Bhinneka Tunggal Ika yang menggelar aksi di Jakarta, Sabtu kemarin juga bisa berempati terhadap penistaan agama yang menimpa umat Islam Indonesia. Tujuannya di masa akan datang tidak terulang lagi kejadian serupa dengan membiarkan penistaan agama.
“Kalau menurut saya alangkah lebih baik, kalau mereka juga meminta penegakan hukum terhadap penista agama di Indonesia,” kata Hidayat saat dihubungi lintasparlemen.com sedang melakukan sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Kota Sabang, Provinsi Aceh, Ahad (20/11/2016).
Pada waktu bersamaan, politisi PKS ini mengungkapkan sangat wajar bila umat Islam Indonesia menuntut penegakan hukum terhadap pelaku penistakaan agama. Karena setiap masyarakat di Indonesia harus saling menghormati antar penganut agama.
Mantan Ketua MPR RI ini menyampaikan bahwa keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), hasil dari kontribusi atau pengorbanan dari berbagai kelompok masyarakat di Indonesia. Termasuk masyarakat Aceh.
“Dulu waktu Indonesia membahas dasar dan Ideologi negara kita misalnya, ada tokoh dan ulama besar dari Aceh yang berkontribusi pada pembahasannya yakni Mr Teuku Muhammad Hasan,” ujar Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) II ini.
“Di mana Teuku Muhammad Hasan adalah perwakilan ulama Indonesia Barat yang ikut serta dalam menggodok dasar dan Ideologi Pancasila kala itu. Beliau merupakan salah satu tokoh yang menyetujui dihapusnya tujuh kata dalam piagam Jakarta, sehingga menjadi Pancasila, seperti kita kenal saat ini. Dan penghapusan itu dilakukan untuk merespon masyarakat Indonesia Timur, yang mayoritas nonmuslim,” sambung Hidayat.
Politisi berdarah NU ini mengungkapkan bahwa keinginan menghapus tujuh kata dalam Piagam Jakarta sebagai simbol pengorbanan umat Muslim demi menyelamatkan cita-cita proklamasi.
Selain itu, penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta itu, lanjut Hidayat, untuk menunjukan bahwa umat Islam Indonesia sangat toleran sehingga tak benar jika Islam disebut agama yang tak mengajarkan pentingnya toleransi antar umat beragama.
“Sehingga saya katakan, tidak salah jika ada umat Islam yang menuntut penegakan hukum terhadap orang yang menistakan agamanya. Itu wajar merekaeminta penegakan hukum,” pungkasnya. (HMS)