HUT ke-72, TNI Dinilai Terus Mengabdi pada Bangsa Tiada Henti
JAKARTA – Mantan Wakil Menteri Pertahanan RI Sjafrie Sjamsoeddin menilai, sejak generasi 1945 hingga generasi penerus di usia 70 tahun TNI terus menentukan darma dan pengabdian kepada negara seraya berbakti untuk melindungi segenap bangsa Indonesia.
Menurut Sjafrie, tidak disangkal di arus sejarah TNI mengalami berbagai kekurangan dari sisi kepemimpinan maupun manajemen. Namun, komitmen dan tanggungjawab terhadap negara tidak pernah surut karena nilai dan semangat Sapta Marga dan Sumpah Prajurit menjiwai yang terus terpatri dari masa ke masa.
“Fakta dan konsekuensi sejarah di era masa lalu menempatkan TNI pada kekuasaaan yang nyaris paripurna di era otoritarian pemerintahan orde baru selama 32 tahun,” kata Sjafrie seperti dikutip dalam bukunya “Komitmen dan Perubahan: Suatu Persepsi dan Perspektif”.
Sebaliknya, lanjutnya, pasca orde baru TNI mengalami degradasi legitimasi dan kepercayaan rakyat. Bahkan di era demokrasi awal reformasi menempatkan TNI pada posisi terendah. Padahal, rakyat pemilih sah TNI. Sangat wajar di tahun 2017 ini HUT TNI ke-72 bertema “Bersama Rakyat, TNI Kuat”.
Untuk itu, menyadari kelengahan dan pengalaman pahit tersebut TNI bertekad bangkit mengubah pradigma baru dengan menjalani reformasi di internal. TNI terus berkomitmen melangkah proporsional dan profesional memenuhi ketentuan hukum nasional dan internasional.
“Kini legalitas dan legitimasi TNI bertumpu kepada UU TNI tahun 2004 yang mengatur misi yang dilaksanakan TNI wajib memiliki cantolan hukum yang autentik melalui proses antara pemerintah dan parlemen, tidak sekadar adanya perintah atasan,” jelasnya.
Baginya, TNI dalam perspektif sistem nasional merupakan bagian yang sejajar dengan komponen bangsa lainnya yang berfungsi sebagai alat pertahanan negara. Sementara perspektif militer profesional melekat fungsi militer membangun dan mengembangkan manajemen TNI yang kredibel dan kapabel.
“Prinsip sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta yang diemban oleh TNI hendaknya dipahami dinamis tidak hanya pada negara dalam keadaan perang. Tetapi juga efektif di masa damai mendukung pembangunan dengan aplikasi manajemen pembinaan teritorial yang sebenarnya menjadi fungsi pemerintah tidak hanya fungsi militer di dalam TNI,” papar Sjafrie.
Selain itu, Sjafeie memberikan kritik pada TNI untuk melakukan rekonstruksi pola lawan insurjensi. Tidak hanya menerapkan taktik dan teknik militer murni, tetapi memerlukan revitalisasi yang terintegrasi antara kekuatan militer dan nonmiliter.
“Saatnya negara memiliki kontijensi nasional menghadapi insurjensi nonmiliter yang tidak dapat ditanggulangi dengan kekuatan militer murni. Waspadailah jebakan insurjensi yang menggunakan pancingan pada area taktis tetapi berakibat negatif pada area politis,” ungkapnya.
Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan 2005 ini mengaku, rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi penuh berharap terhadap TNI merevitalisasi manajemen pembinaan teritorial TNI sebagai bagian dari manajemen pembinaan teritorial pemerintah.
“Tentunya kita perlu prajurit yang kerja keras dan cerdas tanpa perhitungan untung rugi. Rakyat mengharapkan TNI merespons tantangan ini dengan manajemen TNI yang kapabel yang memerlukan tipikal prajurit yang kerja keras dan cerdas,” pungkasnya. (Alfian)