Impor Kerbau, Disebut hanya Rugikan Rakyat Kecil!
JAKARTA, LintasParlemen.com – Sepertinya pemerintah sudah mulai kelimpungan terkait tetap mahalnya daging sapi meski bulan puasa dan lebaran Idul Fitri sudah lewat. Dan berbagai cara dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) untuk menurunkan harga daging sapi di pasaran, di antaranya dengan mengimpor daging kerbau dari India.
Namun kebijakan tersebut ditolak oleh Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo dengan alasan bahwa rencana keputusan tersebut bertentangan dengan budaya konsumis di Indonesia. Di mana masyarakat selama ini lebih menikmati mengosumsi daging sapi bila dibandingkan daging kerbau.
“(Kebijakan impor daging kerbau pemerintah itu, red) Harus betul-betul memenuhi sesuai mekanisme aturan yang ada. Selain itu, masyarakat Indonesia budayanya bukan budaya makan daging kerbau tapi makan daging sapi,” kata Firman di ruang kerjanya, Nusantara I, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta (14/07/2016) kemarin.
Oleh karena itu, lanjut Wakil Ketua Baleg DPR RI ini, jika tujuan impor daging kerbau untuk menyiasati agar mahalnya daging sapi bisa turun mencapai harga Rp80.000 maka kebijakan itu sangat tidak benar. Karena kebutuhan dan struktur pasar niaga daging di Negeri Jiran Malaysia sangat berbeda dengan di Indonesia.
“Artinya, pemerintah selama ini tetap saja tak mempertimbangkan terhadap nasib para peternak-peternak lokal. Karena pada akhirnya nanti, ada pemaksaan kehendak dari pemerintah terhadap masyarakat yang terbiasa makan daging sapi untuk mengosumsi daging kerbau. Toh, nanti mau tidak mau, suka tidak suka harus membeli daging kerbau. Ini menjadi pertanyaan,” terang Sekretaris DPP Dewan Pakar Golkar ini.
Ketum Ikatan Keluarga Kabupaten Pati (IKKP) ini menilai, jika Kementan tetap memaksa melakukan impor daging kerbau tanpa mempertimbangkan faktor sosiologi ekonomi penghasilan masyarakat di sejumlah daerah. Maka yang pertama dirugikan dari kebijakan itu adalah masyarakat yang masih menggantungkan hidupnya pada sektor peternakan.
Kebijakan pemerintah melakukan impor daging kerbau maka bisa mematikan potensi pertumbuhan dan kemajuan ekonomi peternak lokal. Alasan itu pula, Sekjen Depinas Soksi ini, meminta pemerintah tidak terlalu terburu-buru dalam mengambil kebijakan impor daging kerbau.
“Alasan kedua, tentunya ini akan mematikan posisi penghasilan petani lokal. Ini potensi ekonomi. Ini tak boleh dilanjutkan, karena ini siasat saja. Kenapa pemerintah terlalu terlampau terburu-buru menyampaikan statemen menjungkir-balikan di bawah Rp80.000,” terangnya.
Firman menuding Menteri Pertanian Amran Sulaiman yang bertanggungjawab dari kebijakan Presiden Joko Widodo yang mengeluarkan statemen terkait kebijakan pemerintah terkait harga daging sapi bisa turun Rp80.000. Seharusnya, pinta politisi senior asal Pati, Jawa Tengah ini, agar para menteri yang ada lingkarang istana menyampaikan data yang akurat kepada Presiden sehingga kebijakan yang dikeluarkan benar-benar berpihak kepada rakyat.
“Menteri yang harus mempertanggungjawabkan dari apa yang disampaikan oleh pemerintah tadi. Sebelum pemerintah menyampaikan ke publik seharus dilakukan hitung-hitung dulu secara teknis, mungkinkah hal itu dilakukan? Jangan sampai, bisa-bisa, dan bisa tapi kenyataannya di lapangan tak bisa. Ini akan mengecewakan rakyat. Ini terbukti apa yang telah disampaikan pemerintah tidak mungkin harga daging sapi meski dijungkirbalikan tak akan bisa di bawah harga Rp80.000,” jelasnya. (HMS)