Ini Alasan Sjafrie Sjamsoeddin Indonesia-Singapura Perlu Tingkatkan Kerjasama Militer
JAKARTA, Letnan Jendral TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin menilai, Indonesia dan Singapura harus tetap menunjukkan kerjasama harmonis untuk membangun hubungan bilateral yang berlandaskan pada sikap saling mengerti, saling percaya, dan saling menghormati.
Menurut Sjafrie yang juga mantan Wakil Menteri Pertahanan di era Presiden SBY ini, hubungan bilateral Indonesia-Singapura nyaris tidak ada persoalan yang mengganjal. Hubungan di antara keduanya, sangat akur, tinggal ditingkatkan.
“Ke depan Indonesia dan Singapura perlu terus menjaga hubungan bertetangga yang saling menghormati dan saling memahami. Semua itu perlu dibangun dengan semangat kemitraan bertetangga. Artinya, hubungan ke depan harus saling menguntungkan kedua negara,” kata Sjafrie yang juga pernah dimuat dalam bukunya “Komitmen dan Perubahan: Suatu Persepsi dan Perspektif”, Kamis (7/9/2017).
Pria kelahiran Sulawesi Selatan 30 Oktober 1952 lalu ini menjelaskan, tradisi bertetangga di kalangan masyarakat Indonesia merupakan bagian dari sosio kultural. Yakni, sebuah hubungan bertetangga perlu rukun dan saling membantu dalam menyelesaikan masalah agar tercipta lingkungan yang damai, tanpa harus saling mencampuri urusan rumah tangga masing-masing.
“Membangun suatu negara yang merdeka dalam era globalisasi dan demokrasi memerlukan tingkat integritas dan kapabilitas yang tinggi dan terbuka. Apalagi dalam konteks membangun hubungan di antara dua negara,” terangnya.
Sebagai mantan prajurit, ia mengungkapkan, Indonesia-Singapura bisa menjalin kerjasama yang erat di bidang pertahanan. Alasannya, kedua negara yang merdeka perlu bertanggung jawab untuk menjaga kedaulatan negaranya masing-masing.
“Apalagi, paham perang bagi kedua negara sangat jauh dari sikap ofensif. Prinsip yang dipahami oleh kedua negara dipastikan untuk menjadikan Indonesia dan Singapura menjadi negara yang kuat. Kerja sama yang dilakukan ditujukan untuk saling membantu mengangkat martabat kedua negara,” paparnya.
Sjafrie menyampaikan, pemikiran kerja sama para pemimpin di bidang pertahanan kedua negara selalu ada. Tak hanya para pemimpin, namun para warga di kedua negara memiliki pemahaman sama terkait menjaga kedaulatan negara dari ronrongan penjajah.
“Mengapa? Karena kondisi geografi dan demografi kedua negara begitu dekat dan erat. Keduanya merasa perlu saling memelihara kenyamanan dan keamanan di antara dua negara jiran. Tentu tidak tertutup kemungkinan adanya faktor lain, antara lain tentunya hubungan ekonomi di mana kedua bangsa merasakan manfaat yang saling menguntungkan,” bebernya.
“Tahun 2007 Indonesia-Malaysia pernah membuat perjanjian kerja sama pertahanan. Saya ikut serta dalam proses pembahasan dan juga pelaksanaannya. Sebagai Wakil Menteri Pertahanan, saya bisa menangkap semangat yang ada pada diri Presiden Republik Indonesia dan Perdana Menteri Singapura dalam menyusun kerja sama pertahanan saat mereka melakukan retreat di Istana Bogor, 13 Maret 2012. Saya mencoba menindaklanjuti kesepakatan itu dengan berkunjung ke Singapura untuk bertemu rekan-rekan saya di Kementerian Pertahanan Singapura guna membicarakan era baru bentuk kerja sama pertahanan Indonesia-Singapura,” jelasnya.
“Saya melihat pentingnya Indonesia dan Singapura merumuskan pemikiran baru dalam kerja sama pertahanan, karena tantangan besar yang harus dihadapi ke depan. Menurut pendapat saya, kerja sama pertahanan yang perlu dilakukan harus lebih bersifat universal,” sambungnya.
Adapun, lanjut Sjafrie, kerja sama di bidang pertahanan yang perlu dikembangkan lebih jauh. Yakni yang bersifat universal mencakup dua: manusia sebagai pelaku dan peralatan militer sebagai penopang.
Selain itu, Sjafrie juga menjabarkan, latihan bersama di antara kedua Angkatan Bersenjata bukan hanya akan meningkatkan kemampuan profesional, tetapi juga mendekatkan hubungan batin di antara para prajurit untuk saling melindungi di antara keduanya.
“Kita perlu memperkuat industri pertahanan yang dimiliki secara bertahap untuk menguasai teknologi industri pertahanan agar mampu lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan peralatan militer bagi kedua Angkatan Bersenjata. Fokus kerja sama pertahanan perlu dikaitkan dengan nonpertahanan seperti pengalaman selama ini, penempatan kerja sama nonpertahanan justru membuat kerja sama pertahanan tidak bisa berjalan optimal,” pungkasnya. (HMS)