Ini Dalil Larangan Sholatkan Jenazah Orang Munafiq
JAKARTA, Lintasparlemen.com – Beberapa hari belakangan ini bermunculan komentar bahkan spanduk larangan mensholatkan jenazah orang kafir dan munafik saat meninggal dunia. Larangan itu menyentil pendukung pasangan calon (Paslon) gubernur DKI Jakarta Ahok-Djarot.
Redaksi mencoba menyajikan persoalan itu dengan landasan dalil yang shahin, rujukannya jelas, yakni dari Rasulullah SAW.
Berikut Dalil larangan mensholatkan Orang Munafiq
وَ لاَ تُصَلّ عَلى اَحَدٍ مّنْهُمْ مَّاتَ اَبَدًا وَّ لاَ تَقُمْ عَلى قَبْرِه، اِنَّهُمْ كَفَرُوْا بِاللهِ وَ رَسُوْلِه وَ مَاتُوْا وَ هُمْ فسِقُوْنَ. التوبة: 84
“Dan janganlah sekali-kali kamu menshalatkan jenazah salah seorang diantara mereka (orang-orang munafiq) selama-lamanya, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di atas quburnya. Sesungguhnya mereka itu telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mereka mati dalam keadaan fasiq. [QS. At-Taubah : 84]
Ayat di atas turun setelah Rasulullah mensholatkan Jenazah Abdullah Bin Ubay (Dedengkot Kaum Munafiqin), Rasulullah melakukan hal tersebut atas permintaan Sahabat beliau Abdulllah bin Abdulullah Bin Ubay yang merupakan anak Abdulllah Bin Ubay, walau sebelumnya sahabat Umar Bin Khattab RA, sempat memohon agar Rasulullah tidak mensholatkan jenazah Abdulullah Bin Ubay, setelah selesai Sholat Jenazah tersebut kemudian turunlah ayat 84 dari Surat At-Taubah.
Sesudah turun ayat tersebut Nabi SAW tidak pernah lagi menshalatkan jenazah orang munafiq.
Jadi mohon maaf untuk orang-orang munafiq modern, Rasulullah tidak memperbolehkan kami kaum muslimin untuk mengurus, menyolatkan dan mendoakan orang2 munafiq saat ajal mereka menjemput.
Namun Allah SWT membuka pintu Taubat sebelum ajal menjemput.
Tapi perlu diketahui, ayat ini secara eksplisit melarang Nabi Muhammad untuk menyalati (salat jenazah) dan mendoakan orang-orang munafik yang jelas mati dalam kemunafikannya. Sebab mereka itu masuk kategori kafir dan fasik.
Dikisahkan, sebelum Ubay bin Salul adalah pemimpin orang-orang munafik di Madinah. Sementara Abdullah adalah orang mukmin dan sahabat Nabi. Ia anak Ubay yang munafik itu. Dari keterangan yang ada, hanya Rasulullah yang tahu bahwa Ubay bin Salul munafik. Karena Rasul tahu Ubay munafik, maka beliau dilarang Allah menyalati dan mendoakan jenazahnya.
Yang jadi persoalan, setelah ayat itu turun, Rasul tidak melarang para sahabat dan anak-anaknya menyalati Ubay. Itu artinya, larangan menyalati dan mendoakan jenazah munafik itu hanya berlaku bagi yang betul-betul tahu dengan keyakinan tinggi bahwa jenazah itu mati dalam keadaan kafir atau munafik. Ini susahnya.
Memang sulit tahu dengan yakin, orang yang sudah berikrar dua kalimah syahadat. Namun, tetapi dalam kehidupan sehari-harinya tidak atau jarang salat bisa dikatakan kafir atau munafik.
Supaya tidak bingung, dan untuk menghindari sentimen lain. Rasullullah mengajari kita siapa itu orang munafik dengan tiga tanda-tanda seperti dalam hadits beliau.
“Tanda munafik itu tiga, jika bicara bohong, jika berjanji tidak menepati, dan jika diberi kepercayaan khianat”. (HR. Bukhari-Muslim)
Ingat, tanda-tanda ini tidak selamanya menjadi realita dan fakta bagi orang lain, khususnya yang bergelut di dunia politik saat ini.
Dalil itu sebagai koreksi untuk kita masing-masing dan untuk menghindari sifat munafik. Apalagi, jangan menuduh orang lain munafik, ini tidak dibenarkan dalam Islam. (Dari berbagai sumber)