Ini Syarat jika Kemendikbud Ingin Terapkan Belajar 5 Hari Senin-Jumat
JAKARTA – Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) angkat suara H Nurhasan Zaidi menanggapi rencana Kementerian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberlakukan jam belajar selama 8 jam sehari dan 5 hari sekolah (Senin-Jumat) pada tahun ajaran baru Juli 2017 mendatang.
Menurut Nurhasan, kebijakan yang saat ini menjadi polemik di masyarakat harus diperjelas tujuan dan fungsinya bagi masyarakat. Selain itu, Nurhasan juga menegaskan bahwa kebijakan tersebut harus dikaji ulang secara komprehensif dengan menerima masukan dari sejumlah masyarakat.
“Pada prinsipnya kita menghormati kebijakan pemerintah tersebut, walaupun banyak sekali catatan yang harus diperhatikan. Dan bila catatan-catatan tersebut diabaikan maka sebaiknya kebijakan tersebut ditunda karena berpotensi menimbulkan kegaduhan,” jelas Nurhasan, Ahad (11/6/2017) kemarin.
Menurutnya, catatan pertama yang harus diperhatikan pemerintah atas dampak dari kebijakan ini adalah pemerintah harus memperhatikan dan segera mencarikan solusi bijak yang komprehensif terhadap eksistensi sekolah-sekolah agama (Madrasah Diniyah Takmiliyah) yang diselenggarakan oleh Ormas-ormas Islam seperti NU, PUI, Mathlaul Anwar dan sebagainya.
“Kita tahu bahwa madrasah diniyah telah memberikan kontribusi dan manifestasi besar terhadap pendidikan beragama putra putri bangsa ini. Dan dengan kebijakan ini sdh dapat dipastikan bahwa mereka akan sulit bertahan karena sebagian besar madrasah tersebut diselenggarakan pada siang dan sore hari selepas mereka pulang sekolah. Dan permasalahannya adalah siapa yang akan selanjutnya akan memainkan peranan madrasah tersebut dan bagaimana caranya, serta bagaimana nasib lembaga-lembaga tersebut?,” paparnya.
Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PUI ini menjelakan, PUI sebagai ormas yang memiliki jaringan ratusan sekolah di Indonesia ini menegaskan bahwa niat baik pemerintah menjadikan sekolah sebagai pusat pendidikan karakter dengan kebijakan full day school ini pada dasarnya cukup baik.
“Dengan harapan bahwa pendidikan karakter dapat dipelajari bukan hanya teori semata namun dengan proses pembelajaran dan pembiasaan di sekolah dari pagi hingga sore hari, catatannya adalah agama sebagai inti dari implementasi pendidikan karakter harus di berikan tambahan proporsi pengajarannya, karena jelas dengan teori dan aplikasi nilai agama dalam proses pembelajaran akan memberikan efek langsung terhadap karakter siswa,” paparnya.
“Itu sudah banyak di buktikan oleh sekolah-sekolah full day school berbasis agama, seperti sekolah islam terpadu misalnya. Selain itu, siswa juga memiliki waktu luang sabtu dan ahad untuk bercengkrama bersama keluarga serta berinteraksi sosial dengan lingkungannya dengan catatan bahwa pemerintah harus massif mengkampanyekan ini dan orang tua harus memberikan perhatian khusus”, sambungnya.
“Jadi sikap kita cukup jelas bahwa pemerintah harus memperhatikan betul catatan tersebut agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat. Jadi bila alasannya adalah hanya karena mencukupi jam kerja guru ASN sesuai UU 40 jam sepekan, lebih baik ditinjau ulang karena alasan itu tidak cukup relevan dengan Tujuan Pendidikan Nasional dan seolah kebijakan tsb tidak memiliki semangat untuk membawa pendidikan Indonesia lebih baik, hanya alasan yang terkesan administratif.” (Subarto)