Ini yang akan Terjadi jika DPR Hapus Presidential Threshold Jadi 0 Persen
JAKARTA, Hingga saat ini perdebatan terkait ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold terus berlangsung. Belum ada kesepakatan di antara fraksi-fraksi di DPR, sehingga sangat wajar politisi Partai Golkar Ridwan Hisjam mempertanyakan mengapa ada pihak yang begitu kekeuh menginginkan ambang batas dihapus menjadi 0 persen.
Ridwan juga dibuat bingung dan geleng-geleng kepala saat parliamentary threshold atau ambang batas parlemen mereka setuju. Sementara ambang batas pencalonan presiden mereka tidak setuju. Ada apa mereka hukuh?
“Semestinya kalau mereka sepakat presidential threshold itu dihapus di angka 0%, ya sudah parliamentary threshold juga dihapus dong. Tapi mereka itu kenapa setuju, mestinya harus konsisten menghapus ambang batas baik ambang batas presiden maupun parlemen,” kata Ridwan saat dihubungi, Jakarta, Rabu (31/5/2017) kemarin.
Seperti diberitajan, Golkar salah satu fraksi di DPR yang setuju dengan sistem presidential threshold sebesar 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional. Alasannya, karena Golkar tidak ingin demokrasi di Indonesia keblabasan terlalu jauh, menghindari proses demokratisasi yang sedang berlangsung di Indonesia.
“Kita semua sudah tahu, saat reformasi demokrasi Indonesia berjalan, proses demokratisasi kita sepertinya sudah jauh keblabasan. Apalagi kalau presidential threshold itu dihapus dalam UU Pemilu,” terang Ridwan yang juga Anggota Komisi X DPR ini.
Politisi asal Kota Malang ini sangat khawatir jika ambang batas presiden dihapus menjadi 0% akan berefek buruk pada situasi perpolitikan nasional. Lebih gaduh dengan kondisi sekarang. Hal ini yang bisa muncul jika presidential threshold ditiadakan.
“Sekarang demokrasi kita sudah jauh dari tujuan demokrasi itu berlaku di Indonesia. Sekarang sistem perpolitikan kita sudah keblabasan. Kita bukan tidak percaya dengan rakyat. Tapi dengan dengan penghapusan presidential threshold
bisa semakin tidak terkontrol kondisi bangsa ini,” paparnya.
Sebagai informasi, selain Golkar, PDIP, PKS, dan NasDem, sepakat Saat ini Golkar, NasDem, PDIP, dan PKS memasang ambang batas presiden 20%. Sementara Demokrat dan Gerindra ingin ambang batas presiden 0 persen, yang senada dengan keinginan parpol baru seperti Idaman dan PIS.
Sedangkan Posisi Hanura, PAN, PKB, dan PPP mencoba menawar hal lain di angka 3,5 persen ketimbang menuruti keinginan parpol besar memasang ambang batas presiden 20 persen.
“Saya sendiri tidak bisa membayangkan jika syarat ambang batas pencalonan presiden ini dihapus, akan begitu banyak calon yang akan diusung. Ini bakal menjadi masalah. Karena posisi politik mereka di parlemen tidak kuat tanpa dukungan dewan. Padahal kita perlu keseimbangan antara pemerintah dan DPR. Dan kita akan melihat sistem pemerintahan Indonesia semakin makin lemah. Makin kacau kondisinya. Jangan terlalu dipaksakan,” beber Ridwan.
Politisi yang dipercaya sebagai Waki Ketua Fraksi Golkar ini menyampaikan bahwa esensi dari nilai demokrasi yakni saat demokrasi yang memiliki pijakan atau tumpuan di parpol. Karena tujuan atau kewajiban parpol menciptakan kader terbaik untuk bisa menjadi pemimpin.
“Tapi, saat kita lihat di partai politik di Indonesia, sudah terlupakan peran partai politik di suatu negara. Ini problemnya karena banyak parpol tujuan mereka didirikan dilupakan. Mereka (parpol) asal-asal saja mengajukan calon yang hanya banyak duit diusung. Ini yang merusak. Padahal seharusnya partai politik itu harus melakukan pendidikan politik untuk melakukan proses seleksi kader terbaik untuk menjadi pemimpin yang berkarakter,” jelasnya. (Suryadi)