Islam Bukan Agama Prasmanan

 Islam Bukan Agama Prasmanan

Oleh:  Abdullah Zaen, Lc, MA

Prasmanan, adalah sebuah istilah yang tidak asing di telinga kebanyakan kita. Yakni cara menjamu makan dengan mempersilakan tamu mengambil dan memilih sendiri hidangan yang sudah ditata secara menarik di beberapa meja.

Mana yang ia suka; ia ambil. Sebaliknya yang tidak ia suka; ia tinggalkan.

Model penyajian makanan seperti ini banyak ditemukan dalam resepsi pernikahan dan yang semisal.

Prasmanan dalam pandangan Islam boleh-boleh saja. Tentu selama yang disajikan adalah makanan dan minuman yang halal, serta tidak berlebih-lebihan.

Lantas mengapa artikel ini berjudulkan, “Islam bukan agama prasmanan”?

Jawabannya karena sebagian kaum muslimin menyikapi ajaran Islam seperti prasmanan.

Alias, mana ajaran yang ia suka; ia pakai. Adapun ajaran yang tidak ia sukai; maka ia tinggalkan.

Pola prasmanan dalam beragama seperti ini tidak bisa diterima dalam Islam.

Allah ta’ala menegaskan,

ﺃَﻓَﺘُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ﺑِﺒَﻌْﺾِ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ ﻭَﺗَﻜْﻔُﺮُﻭﻥَ ﺑِﺒَﻌْﺾٍ ۚ ﻓَﻤَﺎ ﺟَﺰَﺍﺀُ ﻣَﻦ ﻳَﻔْﻌَﻞُ ﺫَٰﻟِﻚَ ﻣِﻨﻜُﻢْ ﺇِﻟَّﺎ ﺧِﺰْﻱٌ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺓِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ۖ ﻭَﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻳُﺮَﺩُّﻭﻥَ ﺇِﻟَﻰٰ ﺃَﺷَﺪِّ ﺍﻟْﻌَﺬَﺍﺏِ ۗ ﻭَﻣَﺎ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺑِﻐَﺎﻓِﻞٍ ﻋَﻤَّﺎ ﺗَﻌْﻤَﻠُﻮﻥَ ﴿٨٥ ﴾

Artinya: “Apakah kalian mengimani sebagian isi Kitab lalu ingkar terhadap sebagian yang lain? Tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang yang berbuat demikian di antara kalian, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia. Dan pada hari kiamat kelak mereka akan dimasukkan ke dalam azab neraka yang sangat pedih. Allah sama sekali tidak lengah mencatat semua perbuatan kalian.”
QS. Al-Baqarah (2): 85.

Islam adalah pedoman hidup yang lengkap dan sempurna. Allah ta’ala mengaruniakannya kepada kita, untuk mengatur seluruh aspek kehidupan.

Oleh karena itu, maka kita harus menerima dan berusaha mengamalkan seluruh ajaran Islam. Tidak boleh kita ambil setengah-setengah.

Dalam arti salah satu ajarannya kita amalkan, sementara ajarannya yang lain kita tolak.

Banyak orang ketika shalat menggunakan tata cara Islam, tapi sayang ketika berbisnis ia tidak mau diatur oleh Islam.

Ada yang dalam berhaji memakai fikih Islam, namun saat berideologi dan berkeyakinan, ia memilih untuk mengadopsi akidah agama lain.

Ada juga yang saat berpuasa konsisten dengan tata cara Islam; tidak makan, tidak minum dan tidak berdusta.

Tapi saat berpolitik ia tak mau berpegang teguh dengan ajaran Islam, sehingga menghalalkan segala cara.

Berdusta dengan topeng pencitraan, memfitnah, menyuap, melakukan money politic, bermain culas dan berkorupsi.

Amat disayangkan, banyak yang punya anggapan, “Ini adalah masalah politik, bukan urusan agama”. Seakan-akan kalau berpolitik lalu boleh menghalalkan segala cara.

Padahal sesungguhnya Islam, sebagaimana mengatur tata cara shalat dan puasa, Islam juga mengatur tentang etika berbisnis dan mengatur urusan negara. Islam sebagaimana mengatur tentang keimanan dan ibadah, juga mengatur tentang hukum dan tata cara berbusana.

Pendek kata, Islam itu mengatur manusia dari bangun tidur hingga tidur lagi, bahkan ketika tidur.

Mengatur manusia dari lahir hingga menguburnya saat mati. Islam mengatur mulai dari masuk kamar mandi hingga mengatur bangsa dan negara, bahkan dunia.

Beragama secara parsialitas, itu adalah salah satu trik setan dalam menyesatkan bani Adam.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﺩْﺧُﻠُﻮﺍ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴِّﻠْﻢِ ﻛَﺎﻓَّﺔً ﻭَﻟَﺎ ﺗَﺘَّﺒِﻌُﻮﺍ ﺧُﻄُﻮَﺍﺕِ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥِ ۚ ﺇِﻧَّﻪُ ﻟَﻜُﻢْ ﻋَﺪُﻭٌّ ﻣُّﺒِﻴﻦٌ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, masuk Islamlah kalian secara kâffah (totalitas), dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian”. QS. Al-Baqarah (2): 208.

Mari kita tinggalkan pola prasmanan dalam beragama! Sebab Islam bukan agama prasmanan

Facebook Comments Box