Isu 3 Periode Presiden, Jimmy GL Pro 08: Ada yang Ingin Amankan Posisi
Jakarta – Isu rancangan amandamen UUD 1945 ke-5 serta perlunya haluan Negara lagi hangat diperbincangkan, terkhusus opini publik 3 periode masa Jabatan Presiden. Namun hal tersebut dipertanyakan oleh Ketua Umum GL Pro 08, Jimmy C. K maksud dan tujuan opini tersebut diwacanakan.
“Ketidakpuasan ini harus disikapi dan ada sesuatu yang berasa dilanggar. Bahwa dari kawan-kawan semua sepakat tidak setuju dengan adanya periode Presiden sebanyak tiga kali,” kata Ketua Umum GL Pro 08, Jimmy C. K yang hadir secara online dalam diskusi Bincang Lintas Kebangsaan dengan tema Mau Dibawa Kemana Haluan Negara?, Jakarta, Rabu (8/9/21).
Selain itu, ungkapnya, dengan segelintir orang mengemukakan tiga periode, ada kemungkinan untuk mengamankan posisi atau jabatan. Sekarang, sambungnya, yang tidak masuk dalam koalisi ialah PKS dan Partai Demokrat.
“Lalu, siapa fungsi kontrolnya. Rakyat? Adakah wadahnya jelas, dan apakah ini sudah dikuasai segelintir orang tadi. Sangat disayangkan, Pak Arsul Sani sebagai salah satu perwakilan lembaga tinggi di negara. Oleh karena itu, saya sangat prihatin misalnya lembaga MPR tidak bisa menjadi alat atau fungsi, malah hanya untuk kepentingan sekelompok orang untuk mengamankan posisi, jabatan dan kekuasaan,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI, Arsul Sani yang hadir secara online menyampaikan bahwa memang sementara ini ada sejumlah rekomendasi. Dimana, lanjutnya, rekomendasi agar MPR RI periode sekarang melakukan pengkajian secara mendalam dan melihat kemungkinan adanya amandemen yang terbatas.
“Terbatasnya, amandemen itu di mana memasukan GBHN di dalam bentuk TAP MPR RI. Karena MPR ini berdasarkan UUD 1945 itu tidak bisa membuat lagi ketetapan sebagai sumber dasar hukum,” paparnya.
Waketum PPP ini menambahkan, bahwa rekomendasi itu dilahirkan ada sebanyak 7 Fraksi ditambah DPD mendorong. Memang, lanjutnya, dari Fraksi PDIP yang mendorong poin GBHN diperjuangkan.
“Berharap GBHN ada, namun payung hukum diatur regulasinya dalam bentuk UU. Dimana terukur dalam amandemen terbatas terkait dengan GBHN,” ungkapnya.
Arsul mengakui ini merupakan kekhawatiran dan perlu diketahui. Dahulu semenjak era Soekarno ada yang dikenal program semesta berencana. Sekarang, sambungnya, timbulnya kekhawatiran pasca reformasi dan amandemen.
“Tidak ada kebijakan terkait kontinuitas pembangunan. Sehubungan dengan yang diturunkan di dalam UUD 45,” ungkapnya.
Menelisik lebih jauh, ujarnya, tidak dipungkiri memang ada dituangkan dan diturunkan di dalam Rencana Pembangunan Nasional. Bila diperhatikan, katanya, mengatakan lihat saja Pemerintahan di era SBY dan Jokowi. Politik terkait dengan ketenagakerjaan berbeda, fokus pembangunan berbeda, dan banyak APBN dialokasikan untuk subsidi bahan bakar.
“Sepuluh tahun dijabat oleh SBY, subsidi yang digelontorkan sebanyak 1.500 Triliun. Jika digelontorkan dalam bentuk infrastruktur akan dinikmati tidak oleh segelintir masyarakat saja. Lain lagi di Zaman Jokowi,” pungkasnya. (Safari)