Jeleknya Tata Kelola Sistem Pertanahan Nasional Kita
Wakil Ketua Komisi I DPR RI Hanafi Rais menilai kritikan politisi senior Amien Rais terhadap tata kelola sistem pertahanan nasional oleh pemerintah saat ini jangan dibawa ke ranah politik dan metodologi. Bagi Hanafi, ketimpangan penguasaan lahan masih nyata terjadi di Indonesia.
Menurut Hanafi, sejatinya pihak pemerintah menjawab kritik itu dengan baik. Bahkan dengaan kritikan membangun itu baik bagi pemerintahan yang sedang dibangun oleh Jokowi-JK. Kritikan itu bagaikan vitamin.
“Faktanya di tengah masyarakat, memang ada ketimpangan lahan. Bahkan, memang lebih buruk daripada ketimpangan pendapatan rakyat Indonesia saat ini,” kata Hanafi seperti disampaikan pada wartawan, Jumat (30/3/2018).
Sebelumnya, Amien Rais Ketua Majelis Kehormatan PAN mengkritik Presiden Joko Widodo. Amien Rais menyebut program bagi-bagi sertifikat Jokowi adalah suatu pembohongan alias pengibulan.
“Ini pengibulan, waspada bagi-bagi sertifikat, bagi tanah sekian hektar, tetapi ketika 74 persen negeri ini dimiliki kelompok tertentu seolah dibiarkan. Ini apa-apaan?” kata Amien saat dalam diskusi ‘Bandung Informal Meeting’ yang digelar di Hotel Savoy Homman, Jalan Asia Afrika, Bandung, Ahad (18/3/2018) lalu.
Hanafi yang juga putra Amien Rais ini menyebutkan, isu ketimpangan tanah bergesar substansinya menjadi isu yang bersifat teknis bahkan politis di ranah publik, terutama menyangkut metodologi dan koleksi data.
Sejatinya, lanjutnya, Pemerintah tak mengaburkan substansi kritik yang disampaikan Amien. Hanafi ingin pesan dan semangat menegakkan reforma agraria di pemerintahan Jokowi ditata lebih baik lagi
“Bagi kami, Reforma Agraria kalau sekadar bagi-bagi sertifikat itu tidak asli lagi. Sertifikat sudah haknya masyarakat yang harus diberikan negara seperti halnya KTP. Padahal, masih banyak lahan rakyat yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar. Di mana ketimpangan lahan harus dijawab dan harus dicarikan solusinya,” jelas Hanafi.
Sesuai data yang dirilis hasil sensus 10 tahun sekali BPS di tahun 1973 rasio gini (ketimpangan) lahan mencapai 0,55. Sementara tahun 1983 dan 1993 mencapai 0,5 dan 0,64.
Selanjutnya, tahun 2003 berada di 0,72 dan tahun 2013 0,68. Ketimpangan penguasaan lahan justru makin parah berlanjut di tahun 2003. Saat itu Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI.
Bahkan untuk menindaklanjuti polemik itu, PAN menggelar jumpa pers di Gedung Nusantara I, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta (29/3/2018) lalu.
Pada kesempatan itu, Hanafi sebagai Wakil Ketua Umum didampingi oleh Wakil Ketua Dewan Kehormatan Dradjad Wibowo.
Hanafi menyebut kepemilikan lahan di RI menjadi isu bola panas usai Amien mengungkapkan adanya pengibulan terkait acara seremoni Pemerintah bagi-bagi sertifikat lahan kepada rakyat. Padahal, PAN menyampaikan itu usai mempelajari data dari Megawati Institute, yang notabene merupakan lembaga think tank Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Selain itu, Hanafi dengan percaya diri kepada publik menunjukkan sumber data ketimpangan lahan yang dikutipnya.
“Saya ambil contoh, Komnas HAM tercatat pada September 2016 itu mengatakan bahwa data atau informasi 74 persen tanah dikuasai 0,2 persen penduduk itu disebutkan berdasarkan dari Bank Dunia oleh Komnas HAM, saya membaca itu. Tentu informasi itu sudah jauh-jauh hari ada, semua bisa buka itu,” kata Hanafi di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (29/3/2018) lalu.
“Di tahun berikutnya, 6 Januari 2017, angka yang sama dan informasi yang sama juga dikutip secara resmi oleh Ombudsman Republik Indonesia dan dimuat di harian Kompas, kalau yang tadi (Komnas HAM) itu di cnnindonesia.com,” lanjut Hanafi.
Hanafi dengan tegas menjelaskan saat itu pihak Bank Dunia tidak membantah. Hanafi merasa heran kenapa saat dia mengungkap hal yang sama malah dibantah oleh Bank Dunia.
Politisi PDI Perjuangan kebakaran jenggot dengan data yang digunakan PAN, memakai sumber Megawati Institusi. PDIP menilai PAN tengah bersilat politik dengan menggunakan data Megawati Institute.
“Yang jelas dengan merefer studi MI, PAN ‘menghemat tenaga’ dalam bersilat politik,” kata Ketua DPP PDIP Bidang Ekonomi, Hendrawan Supratikno pada wartawan.
Sebelumnya, juga Menko Kemaritiman Luhut B Pandjaitan meminta Amien mengeluarkan data yang jadi rujukan.