KAMMI DKI Minta KPK Tak “Lindungi” Ahok!
JAKARTA, Lintasparlemen.Com – Sebelumnya Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Harry Azhar Azis menegaskan bahwa kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras yang diduga melibatkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sepenuhnya sudah masuk ranah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Seperti diketahui hari ini (Selasa, 12/04) Ahok telah diperiksa oleh KPK terkait kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras.
Berdasarkan hasil temuan BPK, pada LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, BPK menemukan adanya indikasi ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Ada 38 temuan senilai Rp. 2.162.430.175.391 terdiri indikasi kerugian daerah Rp. 442.369.697.093, potensi kerugian daerah Rp.1.713.318.786.699, kekurangan penerimaan Rp.3.232.247.040, administrasi Rp. 469.507.016 dan pemborosan 3.039.937.543.
BPK menemukan indikasi adanya kerugian keuangan daerah Rp. 191.334.550.000 dalam pembelian tanah RS SW.
Kerugian tersebut diurai dari sisi prosedur dan aturan perundang-undangan, kelayakan tanah yang dibeli, efektivitas pembelian yang berindikasi pemborosan, dan nilai NJOP yang digunakan.
Proses pembelian tanah dinilai BPK tidak sesuai dengan aturan perundangan-undangan yang terkait. Namun, Gubernur membantah, sudah sesuai prosedur. Sudah ada dalam KUA PPAS-P tahun 2014, dan Dewan menyetujui.
Tentu yang dimaksud BPK bukan sudah ada atau tidak adanya dalam KUA PPAS. Tetapi prosedur sebelum program pembelian tanah tersebut masuk dalam KUA PPAS itulah yang menjadi pokok masalah.
KUA atau Kebijakan Umum Anggaran dan PPAS atau Plafon Prioritas Anggaran Sementara adalah pedoman untuk menyusun RAPBD. Rencana program yang masuk dalam KUA PPAS harus bisa dipertanggungjawabkan apakah sudah melalui perencanaan dan kajian sesuai Perpres No 71/2012. Di sinilah BPK tampaknya menemukan adanya aturan perundangan yang dilangar.
BPK menemukan disposisi, yang berarti perintah Plt Gubernur Ahok kepada Ka Bappeda DKI pada surat penawaran RS SW, untuk menganggarkan pembelian tanah RS SW senilai Rp. 755.689.550.000 dalam APBD-P 20014. BPK menilai disposisi tersebut tidak sesuai Permendagri 13/2006. Sebab perubahan APBD (APBD-P) hanya bisa terjadi dalam 4 situasi.
LHP BPK cukup gamblang, ada indikasi ketidakpatuhan terhadap aturan perundang-undangan yang berakibat adanya kerugian keuangan daerah.
Sehingga tidak adalagi alasan bagi KPK untuk tidak menangkap dan memenjarakan Ahok.
Untuk itu kami dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Wilayah DKI Jakarta
menyampaikan tuntutan:
1. Tuntaskan Mega Skandal Kasus Korupsi Ahok.
2. KPK segera menetapkan Ahok sebagai Tersangka Kasus Pembelian RS Sumber Waras.
3. KPK tidak boleh tebang pilih terhadap kasus korupsi yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta.
4. Jangan sampai KPK memiliki ‘Niat Jahat’ untuk melindungi Ahok.
Ketua Umum
PW KAMMI DKI Jakarta
Abi Subhan Rahmat