Kemenag tak Bisa Lepas Tangan dari Umroh Bermasalah
Oleh: Arteria Dahlan, Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan
Saya sangat menyayangkan masih terlontar kalimat dari Kementrian Agama (Kemenag) seolah rakyat yang bersalah dikarenakan tergiur dengan biaya umroh yang murah.
Itu bukti aparatur negara yang tidak paham tentang perlindungan Hak privat warga negara. Apalagi urusan umrah ini tidak sesederhana itu, dikarenakan secara hukum negara mereka berhak dan negara wajib menjamin secara konstitusional setiap warga negara untuk beragama dan “Beribadat menurut agama dan kepercayaannya”.
Atas dasar itulah negara memberikan kewenangan atributif kepada Kementrian Agama untuk memastikan hak warga negara, dalam hal ini umat Islam di dalam melaksanakan ibadah umrah terjamin dan terlindungi.
Apalagi faktanya mereka membayar, bukan gratisan, dan lembaga penyelenggaranya pun harus berizin sebagai Perusahaan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang izinnya dikeluarkan oleh Kemenag, sehingga baik sebagai regulator maupun penerbit izin wajib hukumnya memastikan dan menjamin pelaksanaan ibadah umrah oleh setiap penyelenggara itu aman dan terlindungi.
Tidak cukup dengan alasan pemerintah sudah mengingatkan masyarakat dengan melakukan sosialisasi 5 pasti. Itu hal lain, dan Kemenag tak boleh lari dari tanggung jawab, khususnya dalam konteks menjamin dan melindungi jamaah melaksanakan ibadah umrah.
Lebih lanjut, disamping “constitutional importance-nya” sangat tinggi sebagaimana diatur dalam konstitusi, negara juga sudah menjamin, melindungi serta mengawal hak para jamaah umrah itu dengan UU yang berlapis pula.
Disamping UU No 13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji yang dijadikan dasar Kemenag, Setidaknya masih ada 2 UU disamping UU yang dimiliki dan terkait langsung dengan tugas pokok dan fungsi kemenag. Pertama yakni UU Perlindungan Konsumen, yang mengatur secara tegas hak jamaah umroh.
Bahkan memberikan sanksi pidana yang berat bagi pelanggarnya, baik itu kepada perusahaan penyelenggara ibadah umroh, maupun kepada negara dalam kontek kebijakan dan pembiaran yang dilakukannya.
Kedua, UU Pelayanan Publik, di mana diatur jaminan kepada warga negara untuk mendapatkan standar pelayanan publik minimal, termasuk penyelenggara pelayanan publik yang dilakukan oleh pihak swasta. UU ini juga mengatur sanksi yang tegas dan bahkan kepada pejabat publik yang bertanggung jawab dalam melakukan penyelenggaraan dan pengawasan pelayanan publik.
Tapi ironinya, walaupun pasal 46 UU Nomor 13 Tahun 2008 telah diatur secara tegas sanksi administratif berupa berupa pembekuan izin penyelenggaraan bahkan pencabutan izin penyelenggaraan. Tapi pada faktanya sulit sekali dijatuhkan, entah karena pertimbangan apa, bahkan terhadap PPIU yang berpotensi bermasalah pun tidak ada upaya antisipasinya.
Minimal Kemenag dapat mengidentifikasi melalui tawaran paket promosi umroh yang dianggap tidak rasional secara tarif, ya mbok PPIU-nya dimintakan klarifikasi, kalau meragukan ya tolong diingatkan. Jika masih ngeyel diumumkan, mbandel dibekukan saja. Jika masih ngotot juga dicabut saja izinnya.
Apabila ada unsur dengan sengaja dan melawan hukumnya, sejatinya dipidanakan sesuai regulasi yang ada. Kemenag sudah disiapkan logistik dan amunisi yang berlimpah, bisa pakai UU Penyelenggaraan Ibadah Haji, UU perlindungan konsumen dan UU pelayanan publik.
Itu baru namanya serius, saat ini kan auto pilot, Kemenag sibuk dengan pembenarannya sendiri tanpa merasakan penderitaan dan keresahan jamaah. Rakyat atau jamaahnya terjun bebas di tengah hutan belantara. Tidak ada guidance maupun warning terhadap PPIU yang bisa menjamin pelaksanaan ibadah umrah.
Jadi, jangan salahkan kalau ada asumsi, prasangka bahwa Kemenag tidak serius melakukan pengawasan terhadap PPIU, tidak serius menjamin dan melindungi hak jamaah umrah, tidak serius menjatuhkan sanksi, bahkan terkesan “main mata” dengan PPIU bermasalah. Jangankan menghadirkan pemulihan hak2 jamaah, menegur dan menindak saja tidak berani.
Saya hanya ingatkan negara tidak boleh kalah oleh pengusaha maupun pemegang kapital dan kekuasaan sekalipun, apapun resikonya. []