Kesan atas Sikap Keagamaan Ignasius Jonan; Ketika Toleransi Bukan Sekadar Kata

 Kesan atas Sikap Keagamaan Ignasius Jonan; Ketika Toleransi Bukan Sekadar Kata

Ignasius Jonan saat berfoto dengan masyarakat

Oleh: Mukhtar Tompo, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Hanura asal Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan I

Jumat-Sabtu, 29-30 September 2017, saya berkesempatan menemani Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan melakukan Kunjungan Kerja di Sulawesi Selatan, tepatnya di Kota Makassar dan Kabupaten Sidrap.

Mungkin tulisan ini dianggap tak lazim, karena saya tidak mengangkat isu yang terkait dengan Kementerian yang dipimpin beliau, dimana saya selaku Anggota Komisi VII DPR RI adalah mitra kerjanya.

Saya ingin menguraikan sisi lain beliau, fakta yang mungkin kurang diketahui publik. Secara pribadi, saya belum terlalu lama mengenal Pak Jonan secara langsung. Persentuhan kami diawali melalui rapat-rapat formal di DPR.

Selanjutnya, kami sudah sering berinteraksi, baik dalam pertemuan informal, maupun melalui media sosial. Beberapa kali pula saya sempat bersilaturahmi langsung ke kantornya. Kesan saya, sosok menteri satu ini cerdas, gesit, fleksibel, komunikatif, dan ramah.

saat Ignasius Jonan naik vespa

Secara intelektual dan emosional, Jonan cukup matang. Di beberapa rapat bersama Komisi VII DPR RI, saya termasuk orang yang mengagumi kemampuan berpikirnya yang berwawasan kedepan (futuristik).

Ia juga sosok yang sangat terbuka terhadap kritik, bahkan jika kritik yang dtujukan kepadanya dianggapnya solutif, ia tak segan bersedia merubah kebijakan atau pendapatnya. Kemampuan komunikasinya, membuat rekan-rekan di DPR jarang menolak gagasan-gagasannya.

Namun ia bukan hanya gagah dalam beretorika, melainkan juga pekerja keras. Ia selalu berupaya agar kebijakan yang ia hasilkan dapat terimplementasi di lapangan. Dalam bergaul, ia cukup ramah dan hangat. Dalam pengamatan saya berinteraksi secara informal, ia bukan hanya ramah kepada sesama pejabat, namun kepada staf dan masyarakat luas sekalipun.

Pembawaanya yang ramah tidak berarti ia tidak memiliki kemampuan kepemimpinan dan manajerial. Di dalam ruang lingkup Kementerian ESDM, Jonan dikenal sebagai menteri yang tegas.

Kebinekaan dalam Keluarga
Jonan adalah seorang penganut agama Katolik. Namun ia tidak pernah merasa risih berinteraksi dengan semua kalangan, tanpa memandang latar belakang agama. Bahkan, Jonan pernah memosting foto bersama seorang wanita berjilbab panjang, Dessy Fatmawati.

Perempuan itu adalah adik iparnya, istri dari adiknya Yusuf. Meski adiknya beragama Islam, Jonan tetap menjaga silaturahmi dengan sang adik.

Jonan sendiri ada enam bersaudara, selain ada Yusuf yang muslim, ada juga adik perempuannya yang menganut Hindu. Kebhinekaan sebagai keniscayaan, di dalam keluarga tidak perlu harus ribut dan bermusuhan.

Membersihkan Masjid
Sikap toleran Jonan bukan hanya ditujukan kepada keluarganya semata. Jonan bahkan pernah terlibat dalam kegiatan ‘bersih-bersih rumah ibadah’, yang digelar oleh Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah (17/09/17). Kegiatan ini digelar di Masjid Jam’iyyatul Iman, Tebet, Jakarta Selatan. Selain aktivis Pemuda Muhammadiyah, kegiatan ini juga diikuti oleh sejumlah aktivis kepemudaan lintas agama.

Rombongan Jonan bersama aktivis pemuda lintas agama tersebut, star dari Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jl. Menteng Raya, dengan menggunakan motor vespa. Jonan sendiri dibonceng oleh Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak.

Setiba di lokasi, Jonan turut terlibat membersihkan tempat wudhu dan toilet masjid tersebut. Setelah membersihkan masjid, Jonan menyempatkan diri menjadi pelayan ‘Warung Dhuafa’ milik Pemuda Muhammadiyah. Di warung tersebut, masyarakat miskin diberikan makan siang gratis. Jonan begitu antusias melayani warga sekitar masjid tersebut.

Tatkala Azan Berkumandang
Bukti-bukti sikap toleransi Jonan tidak sampai disitu saja. Ketika saya menemaninya meninjau proyek Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan (Sulsel), Sabtu (30/9/17) siang, ia kembali membuat saya terhenyak kagum.

Saat Jonan memberikan sambutan di lokasi PLTB sekitar pukul 15.00 WITA, tiba-tiba dia berhenti dan menyampaikan permohonan maaf, saya dan segenap hadirin agak heran mengapa beliau menghentikan sambutan. Rupanya, sayup-sayup terdengar suara azan, nun jauh dari musolah petani kebun.
Padahal lokasi kami, jauh dari pemukiman masyarakat umum.

Seluruh hadirin pun sontak khidmat mendengarkan lantunan adzan. Sulit dibayangkan, seorang Katolik memiliki kepekaan dan penghargaan yang begitu tinggi bagi kami yang beragama Islam. Bahkan kepekaan itupun mungkin jarang dimiliki oleh pejabat muslim sekalipun.

Sebelum tiba di Sidrap Jonan terlebih dulu menghadiri penutupan Konferensi Studi Nasional (KSN) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) di Hotel Clarion Makassar. Jonan menyampaikan pesan kepada para mahasiswa agar mempertahankan semangat kebangsaan dan kebhinekaan.

“Oleh para Bapak Bangsa, negara ini didirikan dengan semangat kebangsaan dan kebhinekaan. Kita harus bangun bangsa ini, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote, tanpa sekat-sekat SARA sama sekali,” kata Jonan tegas.

Pancasila sebagai Pemersatu
Ignasius Jonan tidak merasa minder atau merasa menjadi minoritas lantaran memeluk agama Katolik. Menurutnya, sebagai anak bangsa yang menganut ideologi Pancasila, dirinya tidak melihat perbedaan agama menjadi hal yang membuatnya menjadi seorang minoritas. Apalagi dirinya merupakan satu-satunya menteri beragama Katolik.

Jonan mengaku, perbedaan agama tidak menjadi penghalang bagi dirinya untuk mengabdi pada bangsa dan negara. “Saya 100 persen Indonesia, 100 persen Katolik, dan tidak pernah merasa saya ini minoritas, memeluk agama Katolik, yaitu keyakinan saya sendiri secara pribadi kepada Tuhan yang saya percaya,” kata Jonan.

Sebagai anak bangsa, Jonan tidak pernah merasa sebagai minoritas. Baginya, Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Lebih lanjut, Jonan menjelaskan Indonesia memiliki Pancasila sebagai ideologi dan landasan hidup berbangsa dan bernegara.

Ignasius Jonan saat rapat

Menurutnya, dengan memandang Pancasila perbedaan suku, agama, ras tidak perlu lagi ditonjolkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam pandangan Jonan, keyakinan adalah persoalan personal, namun dalam membangun bangsa harus dilakukan secara bersama-sama.

Di masa-masa mendatang, Indonesia membutuhkan sosok-sosok pemimpin seperti Jonan. Pemimpin yang tak menjadikan agama sebagai sekat, melainkan agama sebagai suluh inspirasi untuk bergandengan tangan dengan berbagai komponen lainnya, demi membangun bangsa.

Jonan bukan hanya menebarkan toleransi lewat kata-kata, melainkan memberikan contoh dalam perilaku keseharian. Pak Jonan, terima kasih telah menginspirasi! []

Facebook Comments Box