Ketua DPR: RUU Penyiaran Masih Berproses…
JAKARTA – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menyatakan Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran masih berproses di DPR. Dan DPR bersama pemerintah akan mencari jalan keluar terbaik bagi semua pihak.
“RUU Penyiaran menjadi RUU prioritas DPR. Kita harapkan draft RUU Penyiaran bisa segera diajukan ke rapat paripurna untuk disetujui menjadi RUU inisatif DPR,” ujar Bamsoet saat menerima Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI) di ruang kerja Ketua DPR, Jakarta, Senin (16/4/2018) kemarin.
Bamsoet menjelaskan, perdebatan antara penggunaan sistem single mux dan multi mux sudah hampir selesai. Dimana Pada sistem single mux penguasaan frekuensi dan infrastruktur digital dipegang sepenuhnya oleh Lembaga Penyiaran Publik Radio Televisi Republik Indonesia (LPP RTRI). Sementara, pada sistem multi mux, penguasaan frekuensi dipegang banyak pemegang lisensi yang terdiri dari perusahaan-perusahaan penyiaran swasta dan pihak pemerintah.
“Pemerintah dan DPR memiliki semangat yang sama. Yaknibmenginginkan RUU Penyiaran ini bisa segera dituntaskan.,” papar Bamsoet.
Bamsoet menjelaskan, sebelumnya pimpinan dewan telah menginisiasi pertemuan informal antara Menkominfo dengan para pimpinan fraksi DPR RI. Saat itu, Menkominfo mengusulkan jalan tengah dengan memakai sistem hybrid multiplexing.
Sistem ini, lanjutnya, campuran antara sistem single mux dan multi mux. Dengan sistem ini, berbagai kebaikan yang ada di sistem single mux dan multi mux akan diambil dan dikombinasikan.
“Pimpinan DPR akan segera memanggil Menkominfo untuk duduk bersama menjelaskan konsep hybrid multiplexing untuk sistem apa dipakai dalam RUU Penyiaran,” papar Bamsoet.
Menanggapi penjelasan Ketua DPR, Bambang Harymurti mewakili ATSDI berharap revisi UU Penyiaran No. 32 tahun 2002 bisa segera dituntaskan. Pasalnya, terhambatnya pembahasan RUU Penyiaran menimbulkan kerugian negara yang tidak sedikit.
Salah satu contohnya, kerugian pendapatan negara bukan pajak (PNBP) akibat terlambatnya peralihan TV analog switch off ke TV digital diperkirakan mencapai Rp 2,8 trilyun per tahun.
“ATSDI tidak ingin terjebak dalam perbedatan sistem single mux atau multi mux. Terpenting, sistem yang dipilih tidak merugikan negara dan bertujuan untuk kemakmuran rakyat. Pemerintah juga harus segera melaksanakan analog switch off agar kerugian negara tidak semakin besar dan pendapatan negara sebesar Rp 2,8 triliun per tahun bisa terpenuhi, serta terbukanya lapangan kerja yang sangat signifikan,” papar Bambang Harymurti. (MM)