Ketum PB HMI: Buat Apa Perppu Ormas Diterbitkan Pak Presiden?
JAKARTA – PRO kontra diterbitkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 terus mengundang komentar dari berbagai pihak. Sejumlah pihak mempertanyakan Perppu itu karena cenderung ‘menjegal’ berkembangnya Ormas Islam.
Ketua umum PB HMI, Mulyadi Tamsir mempertanyakan alasan Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu itu. Apa syarat-syarat diterbitkannya Perppu itu sudah sangat mendesak?
“Dalam putusan MK Nomor 138 tahun 2009, mengatakan Perppu dapat diterbitkan dengan tiga syarat, yaitu adanya keadaan dan kebutuhan yang mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undangan-undang. Ini tiga syarat sahnya Perppu,” kata Mulyadi dalam diskusi dan pembacaan Petisi KMI “Selamatkan NKRI, Bubarkan Ormas Pancasila“ di sekretariat KMI, Jakarta, Jumat (14/07/2017) kemarin.
Menurutnya, Perppu yang dikeluarkan pemerintah tentang ormas tidak mendesak. Jika benar Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tidak berideologi Pancasila dan bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Maka pihak HMI tak mau ikut pada perdebatan tersebut.
“Hizbut Tahrir Indonesia adalah sekelompok kecil bahkan sangat kecil dari 250 juta lebih masyarakat lebih Indonesia. Hizbut Tahrir Indonesia adalah kelompok minoritas dari umat Islam Indonesia,” ujarnya.
“Saya yakin 90 persen umat Islam Indonesia sudah mengatakan Pancasila harga mati secara nasional, Indonesia terdiri dari beribu-ribu suku bangsa terdiri dari 6 agama ini sudah final, dari 90% masyarakat Indonesia tidak setuju dengan berdirinya Indonesia sebagai negara Islam,” sambungnya.
Mulyadi menilai, terbitnya Perppu Ormas itu tidak ada yang mendesak dengan kondisi politik keamanan nasional saat ini. Sekalipun HTI tak ingin mengganti Ideologinya jadi Pancasila sebagai asas organisasi mereka di Indonesia.
“Jika benar ada undang-undang aturan aturan yang mengatur tentang keormasan sekarang. Maka mari kita lihat undang-undang tentang ormas itu terbit tahun 2013, undang-undang ini baru dan baru berlaku. Di situ jelas mengatur apa hak ormas, apa kewajiban ormas, apa yang dilarang bagi ormas termasuk mekanisme pembubaran organisasi masyarakat sudah ada,” papar Mulyadi.
“Jika pemerintah ingin membubarkan suatu organisasi yang dianggap bertentangan dengan Pancasila. Kenapa pemerintah tidak melakukan melalui mekanisme hukum yang sudah ditetapkan dalam undang-undang ormas?” Tanyanya.
Untuk diketahui, dalam undang-undang ormas itu dijelaskan pada Pasal 69 Pencabutan status badan hukum Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (3) dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya salinan putusan pembubaran Ormas yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Sementara pasal 70 Permohonan pembubaran Ormas berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) diajukan ke pengadilan negeri oleh kejaksaan hanya atas permintaan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia
“Artinya di sini sudah jelas, tidak ada kekuasaan mutlak dengan UU Ormas ini. Tidak ada kesewewenagan-wenangan dari pemerintah, Menteri, semuanya berdasarkan pada putusan pengadilan. Karena kita menjujung tinggi hukum kita mendeklarasikan negara hukum, maka kita wajib, begitu pun juga pemerintah,” paparnya.
Sementara itu, Ketua Umum Kaukus Muda Indonesia (KMI) Edi Humaidi mengatakan usai diskusi dengan membacakan isi petisi. Sebagai organisasi, kata Edi, KAMI sebagai wadah berhimpun para aktivis mendesak membubarkan Ormas anti Pancasila.
Berikut isi petisi tersebut:
Dengan membaca bismillahirrahmanirrahim Kaukus Muda Indonesia sebagai sebuah wadah berhimpun aktivis lintas organisasi berjanji
Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan undang-undang 1945
Mendukung pemerintah yang telah mengeluarkan Perpu tentang ormas serta mendesak untuk membubarkan Ormas yang anti Pancasila (JODIRA)
Jakarta 14 Juli 2017