‘Kinerja Jokowi Belum Bisa Disejajarkan dengan Kinerja Baik SBY’
JAKARTA, Lintasparlemen.com – Memasuki usia dua tahun rezim Presiden Joko Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Tohir angkat bicara memberi empat penilaian kegagalan rezim saat ini.
“Di era rezim Jokowi-JK ini, banyak hal yang kami soroti di DPR RI sebagai fungsi pengwasan kami, khususnya dalam hal kinerja perekonomian Jokowi-JK,” kata Hafisz pada Lintasparlemen, Jakarta, Jumat (21/10/2016) kemarin.
Politisi asal PAN, ada beberapa poin- poin yang gagal diimplementasikan rezim Jokowi-JK selama dua tahun seperti janjinya saat kampanye pada pemilihan Presiden 2014 lalu:
1. Tidak berhasil meningkatkan daya beli rakyat malah daya beli rakyat semakin melorot jauh
2. Tidak berhasil menurunkan rasio antar sikaya dan simiskin,
3. Tidak berhasil dalam swasembada pangan,
4. Tidak berhasil menekan hutang negara
Sebagai informasi data Bank Indonesia, per Agustus 2016, ULN US$ 323 miliar, setara Rp4.216 triliun dengan asumsi kurs Rp13.057 per dolar Amerika Serikat.
“Meski ada yang berhasil yaitu membangun infrastruktur khususnya jalan tol dan lintas laut. Namun belum memberikan multiplyer effect (kepada perekonomian masyarakat),” terangnya.
Kritis keras ini pantas diutarakan mantan Ketua Komisi VI DPR RI ini, memang kinerja perekonomian Jokowi-JK akhir- akhir ini tidak sesuai harapan rakyat yang hanya 5,1 persen pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Apalagi Kepemimpinan Jokowi-JK tidak mampu diperbaiki apalagi kinerjanya sebaik atau disejajarkan dengan pertumbuhaan ekonomi kabinet rezim Presiden SBY- Boediono.
Di mana GDP Pemerintahan SBY berada di kisaran 6,5 – 6,7 persen, tren pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia saat itu setelah China.
“Bukan itu saja, rekor nilai ekspor Indonesia tahun 2013 lalu pecah dalam sejarah Indonesia merdeka tepatnya pada rezim SBY- Boediono, yakni USD 230 miliar. Ini kan luar biasa. Pemerintahan di era SBY belum bisa disejajarkan dengan pencapaian sekarang,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, dibandingkan kemampuan tata kelola di era SBY jauh lebih baik dari pemerintahan Jokowi saat ini. Menurutnya, kinerja di sektor pangan dan industri di era Jokowi juga dinilai gagal total yang terus mengambil kebijakan impor.
“Kami makin prihatin dengan kondisi ini. Parahnya lagi, negeri ini terus dibanjiri produk- produk impor tanpa ada upaya dari pemerintah menghentikan kebijakannya itu,” tegasnya.
Alasan itu, Hafisz dia meminta Jokowi-JK melakukan evaluasi kienrja terhadap para menteri ekonominya agar bisa menepati janjinya ketika pada debat Pilpres 2014 yakni meningkatkan GDP Indonesia ke level 7 persen.
“Bagi kami ya janji ya janji, ya harus ditepati janji itu. Karena masyarakat mencatat itu hingga kapan pun. Dan kinerja menteri perlu dievaluasi,” ucapnya.
Di akhir obrolan dengan Lintasparlemen, Hafisz menyampaikan bahwa jika Jokowi ingin keluar dari masalah itu harus mengambil langkah berani yang populis tidak sesuai kepentingan asing.
“Kalau tidak mau hancur ekonomi kita maka kabinet ekonomi Jokowi harus lakukan langkah berani,” pungkasnya.
Adapun langkah berani itu, yakni;
1. Perbaiki daya beli rakyat
2. Beri kemudahan usaha
3. buka industri yg berbasiskan kerakyatan
3. galakkan KUR (Kredit Usaha Rakyat) namun bukan ditataran pedagang saja
4. Pertanian hrs sgra diindustrialisasi
5. Kehutanan terkait karet dan sawit harus hilirisasi industri. Kita jangan hanya jadi pedagang getah karet dan minyak sawit mentah saja, kalau itu sih sudah sejak jaman VOC
“Singkat kata ada kegagalan dalam hal industrialisasi produk hampir di semua sektor shg produk lokal kita kuat bersaing dgn produk import,” tutup Hafisz. (HMS)