Kompolnas: DPR Langgar UU jika Berani Copot Kapolri

JAKARTA – Anggota Kompolnas periode 2020-2024 Poengky Indarti mengatakan, DPR melanggar Undang-Undang Polri apabila berani mencopot kapolri dengan adanya revisi Tata Tertib DPR. Poengky mengingatkan, UU Polri megnatur bahwa kapolri adalah bawahan presiden sehingga hanya presiden yang dapat menangkat dan memberhentikan kapolri.
“Jika DPR berani mencopot Kapolri, berarti DPR telah melanggar UU Polri No. 2 Tahun 2002 karena menurut UU tersebut Kapolri adalah bawahan Presiden, sehingga pengangkatan dan pemberhentian Kapolri haruslah dilakukan oleh Presiden,” ujar Poengky saat dihubungi wartawan.
Poengky menjelaskan bahwa fungsi DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat adalah sebatas pada fungsi pengawasan.
Konyol, DPR Tak Tahu Batas Ia menyebutkan, fungsi ini tidak bisa diperluas hingga melakukan pencopotan. Dalam reformasi struktur Polri, disebutkan dengan jelas bahwa Polri berada di bawah Presiden secara langsung.
“Sehingga, tidak ada alasan bagi DPR untuk dapat mencopot Kapolri. Jika dipaksakan berlaku, hal tersebut berarti menunjukkan DPR melakukan intervensi terhadap kewenangan Presiden,” lanjut dia.
Poengky berpendapat, presiden seharusnya bisa memilih dan menunjuk kapolri tanpa meminta persetujuan DPR.
Atas alasan ini, DPR diberi kewenangan untuk memberikan persetujuan kepada Presiden dalam proses pencalonan Kapolri.
Sebelumnya, DPR kini memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi berkala terhadap pejabat negara yang sebelumnya telah melewati proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR. Hal ini tertuang dalam revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib yang telah disahkan dalam rapat paripurna DPR.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Bob Hasan, mengatakan bahwa revisi ini memberi DPR ruang untuk meninjau kembali kinerja pejabat yang telah mereka tetapkan dalam rapat paripurna. Jika dalam evaluasi ditemukan kinerja yang tidak memenuhi harapan, DPR dapat memberikan rekomendasi pemberhentian.
“Dengan pasal 228A diselipkan, DPR memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi terhadap jabatan calon-calon yang sebelumnya dilakukan fit and proper test melalui DPR,” ujar Bob Hasan di Gedung DPR RI.
Bob menegaskan bahwa hasil evaluasi ini bisa berujung pada rekomendasi pemberhentian bagi pejabat yang dianggap tidak menunjukkan kinerja optimal. Dengan adanya revisi tata tertib ini, sejumlah pejabat yang telah ditetapkan DPR melalui rapat paripurna dapat dievaluasi kinerjanya secara berkala. Pejabat tersebut antara lain adalah Komisioner dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta hakim Mahkamah Konstitusi (MK), dan Mahkamah Agung (MA).