Konflik Sosial Akibat Pemilu dan Strategi Pencegahannya
Oleh: Musni Umar, Sosiolog dan Rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta
Konflik dalam arti pertentangan, hampir tidak bisa dihindari antara satu individu dengan individu yang lain, antara individu denga satu kelompok, antara satu kelompok dengan kelompok lain, antara satu negara dengan negara lain atau banyak negara.
Dalam pengamalan demokrasi, konflik sosial sebagai suatu proses sosial antara dua pihak atau lebih ketika dalam pertarungan politik yang satu berusaha mengalahkan pihak lain dengan cara membuat lawan tidak berdaya.
Untuk memenangkan pertarungan, maka setiap partai yang bersaing akan mengerahkan segala yang dimiliki, mulai dari strategis dan taktis, dana dan sumber daya manusia yang dimiliki untuk memenangkan pertarungan.
Teori Konflik
Para pakar mengemukakan tentang teori konflik. Pertama, Glifford Geertz mengemukakan sebuah teori yang disebut teori primordialisme.
Primordialisme adalah sebuah pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawah sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada dalam lingkungan pertamanya.
Teori ini ditabukan untuk diamalkan dalam demokrasi di Indonesia yang sering disebut “SARA” (suku, agama, Ras Antar Golongan). Walaupun dilarang, sangat sulit di cegah, masih banyak yang mengamalkan untuk memenangkan pertarungan politik merebut kekuasaan.
Kedua, Karl Marx mengemukakan tentang teori pertentangan kelas. Teori pertentangan kelas ini tetap relevan di Indonesia, karena pembangunan yang dilaksanakan selama 52 tahun telah menghadirkan kesenjangan sosial yang sangat tajam antara yang kaya dan miskin.
Kita mengemukakan teori ini tidak ada maksud untuk mengeksploitasi pertentangan kelas antara mereka yang kaya yang sering disebut kaum borjuis dan mereka yang miskin yang disebut kaum proletar sehingga terjadi konflik sosial di masyarakat , tetapi untuk mengingatkan bahwa pembangunan yang tidak adil telah menghadirkan pertentangan kelas yang amat tajam. Jika tidak ada upaya keras untuk mewujudkan pembangunan yang berkeadilan, maka cepat atau lambat akan terjadi konflik sosial.
Untuk menghadirkan keadilan sosial mesti dilakukan pemihakan kepada mereka yang lemah dan memberi perlakuan istimewa kepada yang masih lemah dan termarjinalisasi dalam pembangunan.
Ketiga, James Scott yang mengemukakan tentang teori patron-client. Patron-client adalah hubungan antara seseorang yang memiliki kekuasaan (power), status, wewenang dan pengaruh dengan client yang berarti bawahan atau orang yang diperintah dan disuruh.
Dalam hubungan kedua individu atau kelompok yang tidak setara bisa terganggu dan terjadi konflik jika patron tidak memperlakukan client
secara baik dan adil atau kelompok komunitas client diintervensi pihak lain dengan politik uang. Ini juga bisa mengundang konflik sosial.
Mencegah Konflik
Strategi mencegah konflik, pertama, bersikap dan berkata baik. Selain itu, di zaman now dalam menulis di facebook, twitter, instagram dan lain-lain dengan memilih kata-kata yang baik, tidak menyerang, menghina, mencaci-maki dan merendahkan siapapun.
Kedua, bersabar. Misalnya dalam kampanye pemilu, sebagai calon, tim sukses maupun pendukung, jika diserang pihak lawan, mesti bersikap sabar. Sebaiknya melakukan perlawanan yang menghadirkan simpati dan dukungan dengan kata-kata dan tulisan yang baik dan menyejukkan hati.
Ketiga, berprasangka baik (husnuzzan). Kata-kata, tulisan dan sikap apapun yang dilakukan pada umumnya bersumber dari hati dan pikiran. Jika kita berprasangka baik maka kata, tulisan dan tindakan akan tercermin seperti sangkaan baik kita, begitu pula sebaiknya kalau berprasangka jelek (suuzzan).
Keempat, hindari konflik. Tidak mudah tidak terlibat dalam konflik di suasana kampanye yang tidak lain merupakan pertarungan untuk merebut kekuasaan. Walaupun begitu, diusahakan tidak terlibat konflik terbuka yang bisa diikuti tim sukses, relawan dan pendukung karena bisa menciptakan konflik sosial.
Kelima, jadi pendamai konflik. Jika ada fenomena konflik maka segera melakukan pendekatan ke pihak-pihak yang diduga aktor konflik untuk meredakan ketegangam yang bisa menjurus terjadinya konflik sosial.
Dengan melakukan hal-hal yang dikemukakan, maka sekeras apapun pertarungan dalam kampanye pemilu untuk berebut kekuasaan, konflik sosial tidak terjadi karena jika konflik sosial terjadi, maka yang paling besar mengalami korban adalah rakyat.
Allahu a’lam bisshawab