Kontrak Karya (Freeport) Itu Masa Lalu
Oleh: Adian Napitupulu*
Keistimewaan luar biasa yang diperoleh Freeport sejak tahun 1967 hingga hari ini sudah harus di hentikan. Ini saatnya kita sebagai bangsa memikirkan Rakyat kita sendiri, memikirkan setiap jengkal tanah republik untuk lebih bermanfaat bagi bangsa dan negara.
Hari ini, Kontrak Karya adalah sejarah masa lalu yang hanya pantas dikenang tanpa perlu dilanjutkan. Siapa yang sesungguhnya berdaulat di bawah tanah, di atas tanah bahkan udara Indonesia?
Keberanian dan konsistensi pemerintah untuk tegas menegakan amanat undang undang dengan bertahan pada divestasi saham 51%, perubahan KK menjadi IUPK, meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dalam proses produksi, membangun Smelter, PPH Badan, PPN, dan bernegosiasi dengan investor dalam batas wajar yang saling menguntungkan akan menunjukan siapa sesungguhnya yang menjadi tuan atas seluruh sumber daya alam.
Indonesia tidak menolak investor asing, tidak anti pada investor asing. Cina mau investasi silahkan, Jepang mau juga boleh, Belanda suka ya tidak apa+a pa, syarat Investasi yang Indonesia harapkan tidak berlebihan, tidak tamak, tidak rakus.
Yang Indonesia harapkan adalah hal yang sama yang di harapkan oleh semua bangsa, semua manusia di berbagai belahan dunia, yaitu berbagi dengan adil. Tidak lebih.
Jika Freeport tidak mau bersikap adil setelah 48 tahun mendapatkan keistimewaan yang menguntungkan maka tidaklah salah jika sekarang Pemerintah bersikap tegas.
Sikap pemerintah hari ini adalah keputusan Indonesia untuk berhenti menunduk, berhenti mengangguk, berhenti berlaku seperti cecunguk yang berjalan terbungkuk bungkuk.
Pilihan Freeport saat ini hanya dua, Pertama, patuh dan menghormati UU Minerba 04/2009 yang dibuat bersama oleh Pemerintah dan DPR, menghormati dan patuh pada segala peraturan lainnya di bawah UU seperti PP 01 tahun 2017 yang di buat oleh Presiden Republik Indonesia.
Jika Freeport keberatan, ya silahkan pilih pilihan yang kedua yaitu segeralah berkemas dan cari tambang emas di negara lain.
Selama 48 tahun lalu benar bahwa Indonesia belum memiliki sumber daya manusia yang mampu mengelola tambang emas besar dengan teknologi yang rumit tapi hari ini Indonesia punya puluhan ribu orang pintar, sejumlah BUMN tambang, puluhan pengusaha Tambang yang memahami teknologi, berkemampuan dan memiliki aset finansial kuat.
Kesalahan Freeport terbesar adalah ketika ia menganggap remeh Indonesia, menganggap bisa menggertak Indonesia dengan beragam cara cara kuno, cara-cara usang, cara cara zaman kolonial devide et impera.
Indonesia tidak takut pada Freeport, temannya Freeport, Tetangga Freeport, Saudaranya Freeport atau siapapun di belakang Freeport. Karena kalaupun Indonesia harus takut maka Indonesia hanya takut jika Rakyat tidak menjadi sejahtera.
Kalaupun Indonesia harus takut maka Indonesia hanya akan takut jika mewarisi lingkungan yang rusak pada anak cucu, Indonesia hanya takut ketika Indonesia tidak menjadi negara yang berdaulat atas seluruh sumber daya alamnya.
Penulis; Anggota DPR RI Komisi VII Fraksi PDI Perjuangan