Kornas KOHATI Gelar Workshop Kewirausahaan Muslimah

 Kornas KOHATI Gelar Workshop Kewirausahaan Muslimah

JAKARTA – Bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila atau Lahir pancasila Koordinator Nasional Korp HMI-Wati (KORNAS KOHATI) mengelarkan “Workshop Kewirausahaan Muslimah” yang dilanjutkan dengan Buka Bersama Kader, Pengurus dan Alumni Kohati (a.k.a HMI-Wati).

Kegiatan itu dilaksanakan sebagai bentuk aksi nyata Pengurus KORNAS KOHATI Periode 2018-2020 dalam melihat fenomena milenial dan pangsa pasar yang banyak melibatkan pengguna internet terutama kaum hawa.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua KORNAS KOHATI –Apri Hardiyanti dalam sambutannya, menyampaikan bahwa berdasarkan survei We Are Social (2017), pengguna internet di Indonesia mencapai 132,7 juta setara dengan 51% dari total populasi penduduk Indonesia.

Itu artinya, Indonesia menduduki peringkat pertama yang disusul oleh Filipina dan Meksiko. Meningkatnya jumlah pemilik smartphone dan pengguna internet di Indonesia sebesar 91% dari populasi penduduk Indonesia memunculkan perubahan pola perilaku masyarakat dalam melakukan transaksi jual beli.

“Fenomena ini tentu memunculkan peluang bisnis baru sebagai akibat dari disruptive technology, hal ini lah yang coba dibidik oleh Kornas Kohati, khususnya dalam bidang kewirausahaan yang menggerakkan kaum Muslimah. Apalagi, berdagang merupakan salah satu sunnah Rosulullah SAW, ditambah lagi, istri beliau yaitu Khadijah r.a juga merupakan saudagar,” kata Apri.

Workshop Kewirausahaan Muslimah ini menghadirkan tiga narasumber yaitu Cholil Hasan, SE., MBA., (Wakil Ketua Majelis Ekonomi Syarikat Islam), Siti Darmalisa, SE., (CEO Nazila Hijab dan alumni Kohati), serta Riris Setio Rini (Motivator, Penulis, dan CEO dari Risemodesty dan Risemask) serta dimoderatori oleh Kartika Ari Susanti (Ketua Bidang Reset dan Intelektual KORNAS KOHATI).

Yang menjadi sorotan dalam Workshop kali ini adalah tentang kecepatan akses dan kesempatan lebih besar bagi konsumen, cara melakukan business intelligence, dan adanya inovasi serta kemajuan infrastruktur digital hingga menjamurnya startup.

Pada sesi pertama, peserta Workshop mendapatkan life story dan motivasi tentang bagaimana memulai bisnis dari nol dan tanpa modal.

Riris Setio Rini yang merupakan narasumber dalam sesi pertama ini mengatakan, untuk memulai bisnis yang paling penting adalah keberanian, tau mau bisnis apa, ngerti pangsa pasar yang akan disasar, tahu supplier base dan customer base, serta yang terpenting adalah “trust” atau kepercayaan”.

Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa untuk menjalankan bisnis online yang perlu diperhatikan adalah istiqomah dalam uploading photo di beberapa platform, memisahkan uang pribadi dan bisnis, memperluas marketplace, membangun brand image, jangan pernah ragu untuk mengambil supplier.

“Terdapat waktu-waktu mujarab dalam memposting foto yang minimal tiga kali dalam sehari yaitu setelah subuh, jam makan siang, dan prime time (pukul 19.00 – 20.00),” lanjut Riris.

Pada akhir sesi, Riris menambahkan untuk selalu menyertakan Allah SWT dalam setiap kegiatan dan mengingatkan untuk menghindari riba dalam bentuk apapun.

Sesi selanjutnya diisi dengan diskusi tentang membangun brand product di era Milenial yang dibawakan oleh Cholil Hasan, SE., MBA. Peserta dibekali dengan fondasi awal terkait pengertian milenial secara epistemology, pembekalan produk yang akan dipasarkan, dan bagaimana membangun brand. Diskusi berjalan dinamis dengan beberapa sambutan pertanyaan dan pendapat dari para peserta workshop.

Ia menjelaskan bahwa bisnis sendiri terbagi menjadi dua yaitu Small Business Enterprises (SMEs) atau UKM dan Innovative Driven Enterprises atau lebih dikenal dengan sebutan Industri Kreatif.

“Ekonomi Indonesia ini harus berkembang, salah satu yang penting adalah wanita ini harus mempunyai peran dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Di era digital atau lebih dikenal dengan e-commerce ini mempengaruhi tiga hal yaitu jasa keuangan (FinTech), Media (social media, berita, entertainment), dan Marketplace. Untuk bisa survive di era digital saat ini, perlu untuk tahu dan paham akan poin ini,” jelas Cholil.

Dalam sesi ini juga disampaikan prinsip – prinsip dalam berwirausaha yaitu passion, independent, marketing sensitivity, creative and innovative, calculated risk taker, persistent, and high ethical standard.

Melihat fenomena di Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis, tentu dalam bidang perdagangan, tidak pernah lepas dari bagaimana masyarakat keturunan Tionghoa menguasai sector ini.

Selanjutnya, Cholil menambahkan bahwa terdapat tiga hal yang dapat dipelajari dari pedagang keturunan Tionghoa yaitu: pertama, jangan pernah khawatir tentang akses modal, karena modal tidak selalu soal uang melainkan yang terpenting adalah networking yang dibangun dengan kepercayaan dan kemampuan; kedua, menargetkan pangsa pasar yang jelas; dan ketiga, manajemen keuangan yang baik dan disiplin. Tidak hanya itu, untuk menjadi seorang pengusaha yang sukses, beberapa softskills yang perlu dimiliki yaitu integritas yang tinggi, kompetensi yang mumpuni, dan kemampuan komunikasi yang baik.

Pada akhir sesi menjelang waktu berbuka puasa tiba, peserta masih semangat dalam mendengarkan pemaparan dari Siti Darmalisa, SE, yang merupakan CEO dari Nazila Hijab dan alumni Kohati.

Sesi ini diawali dengan menunjukkan contoh nyata bagaimana berbisnis gamis syar’i yang menyasar kalangan menengah ke atas dengan tetap menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga, istri, dan ibu dari tiga anak.

“Yang penting adalah niat yang lurus dan tulus dalam berbisnis, semangat dalam mencari ilmu dan otot berbaginya harus kuat. Mau berapapun modal atau duit yang dipunyai tetap bakal mental kalau nggak punya otot berbagi yang kuat dan semangat mencari ilmu yang tinggi,” papar pembukaan yang berapi-api dari Siti Darmalisa petang kemarin.

Bisnis Nazila Hijab ini telah beliau geluti sejak 3 tahun yang lalu dengan meraih omset 60 – 100 juta/bulan dengan 50 orang tim. Walaupun demikian, omset tersebut masih kecil dibandingkan dengan teman seperjuangan yang bisa mencapai ratusan juta per bulan.

Sebagai wujud berbagi dan mengimplementasikan niat tulus dalam berbisnis, beliau tidak hanya memposting foto model dan produk yang dijual tetap juga memberikan beberapa pengetahuan terkait islam, wanita, dan parenting sebagai wujud syiar dan menjadikan pengunjung sebagai pelanggan setia. Bisnis online yang menyasar kelas menengah keatas tentu bukan secara instan didapatkan, melainkan membutuhkan ketekunan dan ilmu serta “otot berbagi yang kuat” dalam menjalankan bisnis ini.

Don’t find costumer for your product, but find product for your customer, serta berjualanlah pada tempatnya, pungkasnya. (Kartika)

Facebook Comments Box