Kuliah Umum Ketua BPK Harry Azhar Azis (1)

 Kuliah Umum Ketua BPK Harry Azhar Azis (1)

Ketua BPK RI Harry Azhar Azis

Kuntabilitas Penggunaan Anggaran Negara untuk Kesejahteraan Rakyat

Oleh: Dr. Harry Azhar Azis (Ketua BPK RI)

Pendahuluan

Saya menyambut baik undangan dari Universitas Nasional untuk menyampaikan orasi ilmiah kepada para wisudawan/wati Universitas Nasional. Saya sangat senang dan bangga bisa berada di tengah-tengah para akademisi terbaik lulusan dari Universitas Nasional.

Saya yakin, para wisudawan/wati yang di wisuda hari ini, ke depannya akan banyak memberikan kontribusi bagi pengembangan keilmuan dan pembangunan di Indonesia. Pada forum dan kesempatan yang sangat baik ini, saya akan menguraikan tentang peran BPK dalam mewujudkan akuntabilitas keuangan negara dan program strategis BPK dalam meningkatkan kualitas pemeriksaan untuk kesejahteraan rakyat.

Mudah-mudahan acara pada hari ini bisa menjadi bagian dalam upaya untuk meningkatkan komitmen kita semua dalam menciptakan sistem tata kelola keuangan negara yang akuntabel, transparan, dan bebas dari korupsi. Ini harus menjadi tekad kita bersama sebagai bagian dari pembangunan mental bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar dan berjiwa bersih.

Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas

Saya yakin, Bapak, Ibu dan para hadirin sudah sangat memahami transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara pada tataran konseptual. Istilah “transparansi dan akuntabilitas” merupakan isu utama di sektor publik di seluruh negara khususnya dalam konteks penyelenggaraan tata kelola pemerintahan nasional.

Terpenuhinya prinsip transparansi dan akuntabilitas pada hakikatnya adalah untuk menjamin tata kelola penyelenggaraan negara yang baik, bersih dan bebas korupsi. Dalam bahasa sederhananya, masyarakat menginginkan penyelenggara negara memberikan pelayanan publik yang tepat, cepat dan murah. Dan transparansi dan akuntabilitas adalah salah satu alat untuk mewujudkan tujuan tersebut.

Akuntabilitas dikatakan sebagai pertanggungjawaban terhadap pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.

Untuk itu, setiap institusi pemerintah dan lembaga negara diwajibkan untuk menyusun laporan keuangan setiap tahunnya. Secara lebih luas, akuntabilitas terlihat dari kemampuan institusi sektor publik untuk mempertanggungjawabkan tidak hanya masalah keuangan negara melalui laporan keuangannya, tetapi juga mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada para pemangku kepentingan.

Artinya, setiap program, proyek, maupun aktivitas yang dilakukan setiap instansi pemerintah dan lembaga negara harus senantiasa dilaksanakan sesuai dengan prinsip 3E, yakni ekonomis, efisien dan efektif. Akuntabilitas tidak akan ada artinya tanpa transparansi, atau sebaliknya. Karakteristik “transparansi” terlihat dari terbukanya informasi penyelenggaraan negara untuk kepentingan publik. Transparansi memungkinkan publik untuk mengawasi jalannya pemerintahan secara langsung (life view). Untuk itu, terbukti transparansi berperan sebagai salah satu pilar yang efektif dalam pencegahan korupsi.

Peran BPK Dalam Mewujudkan Akuntabilitas Keuangan Negara

BPK adalah lembaga negara yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pemeriksaan dilaksanakan secara bebas dan mandiri, dan hasil pemeriksaannya diserahkan kepada lembaga perwakilan (DPR, DPD, dan DPRD) sesuai dengan kewenangannya.

Selanjutnya, hasil pemeriksaan BPK ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang. Jika dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkannya kepada instansi yang berwenang (yaitu KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian).

Sesuai dengan tugasnya, BPK menjadi salah satu pihak yang berperan besar dalam menjaga dan memastikan keuangan negara dipergunakan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Perlu kita pahami bersama, seluruh aktivitas pembangunan di bidang apapun selalu menggunakan keuangan negara.

Baik pembangunan ekonomi, politik, sosial, dan budaya selalu memerlukan keuangan negara yang harus dikelola dan dipertanggungjawabkan dengan baik dan benar. Penggunaan keuangan negara yang tidak taat aturan, semaunya sendiri, untuk kepentingan pribadi dan kelompok, dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan penggunaannya.

Oleh karena itu, melalui pemeriksaannya, BPK dapat mendorong penggunaan keuangan negara secara transparan dan akuntabel untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam beberapa tahun terakhir, BPK memprioritaskan pemeriksaan keuangan karena bersifat mandatory atau harus dilakukan sebagai perintah undang-undang.

BPK juga memprioritaskan pemeriksaannya pada bidang-bidang kegiatan yang rawan terjadi korupsi dan menjadi prioritas pembangunan, seperti bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, lingkungan hidup, ketahanan pangan dan penanggulangan kemiskinan. Untuk pemeriksaan keuangan, BPK mampu mendorong perbaikan kualitas laporan keuangan, baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Dari pemeriksaan atas LKPP dan LKKL, BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas LKPP Tahun 2014. Adapun atas laporan keuangan kementerian negara/lembaga (LKKL) tahun 2014, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas 61 LKKL (70,93%), opini WDP atas 18 (20,93%) LKKL, dan opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) atas 7 LKKL (8,14%).

Opini WTP pada kementerian negara/lembaga menurun dari tahun 2013 yaitu 64 LKKL (74,42%). Untuk pemerintah daerah, BPK memberikan opini WTP atas 251 (49,80%) LKPD, termasuk LKPD Provinsi Kalimantan Utara yang baru kali pertama menyusun LK, opini WDP atas 230 (45,64%) LKPD, opini TW atas 4 (0,79%) LKPD, dan opini TMP atas 19 (3,77%) LKPD.

Jelas sekali, dari perolehan opini tersebut menunjukkan pada umumnya entitas kementerian negara dan lembaga lebih baik dalam pengelolaan laporan keuangan dibandingkan dengan pemerintah daerah. Kondisi seperti ini harus menjadi perhatian pemerintah pusat untuk lebih mendorong dan membina pemerintah daerah dalam mengelola laporan keuangan sehingga menjadi lebih baik. Sebab, perolehan opini WTP merupakan salah satu indikator pencapaian good governance dalam pengelolaan keuangan.

Secara umum, kualitas laporan keuangan pemerintah makin meningkat. Ini terlihat dari perolehan opini WTP yang makin banyak dari 44 entitas di tahun 2009 (57%) menjadi 61 entitas di tahun 2014 (70,93%). Adapun di pemerintah daerah, tahun 2009 LKPD yang memperoleh opini WTP sebanyak 15 entitas (3%) dan pada tahun 2014 meningkat menjadi 251 (49,80%).

Tantangan yang dihadapi BPK dalam pemeriksaan keuangan adalah tingginya harapan dari masyarakat yang menginginkan jika suatu entitas sudah memperoleh opini WTP maka sudah seharusnya tidak ada korupsi di entitas tersebut.

Atas harapan masyarakat tersebut, BPK terus meningkatkan kualitas pemeriksaan dengan meningkatkan pemahaman atas audit berbasis risiko (risk based audit /RBA) dan melaksanakannya dalam pemeriksaan. Dengan menggunakan pendekatan RBA tersebut maka pemeriksa akan mempunyai sensitivitas yang tinggi dalam mendeteksi adanya penyimpangan, termasuk jika ada indikasi korupsi. (Bersambung)

Facebook Comments Box