Laporan dari San Francisco, DPR Dorong RUU Energi Baru dan Terbarukan
SAN FRANCISCO – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) akan mendorong percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Terbarukan (EBT) atau Renewable Energy yang sudah sudah ditetapkan masuk dalam Prolegnas Tahun 2018 mendatang.
Menurut Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto, RUU tersebut dinilai penting untuk menciptakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan dan merangsang para investor untuk memilih energi baru dan terbarukan sebagai pilihan dalam mengembangkan pembangkit listrik di antaranya.
Hal tersebut dikatakan Wakil Ketua DPR RI koordinator bidang industri dan pembangunan (Korinbang) Agus Hermanto (F-PD) saat memimpin delegasi DPR RI melakukan pertemuan dengan Prof. Mark C. Thurber, Guru Besar dan Associate Director Program On Energy And Sustainable Development, Universitas Stanford, San Francisco, Amerika Serikat.
“Kita ketahui energi fosil makin lama makin habis, bahkan diramalkan energi fosil kita tidak sampai 50 tahun lagi akan habis, termasuk batu bara tidak sampai 50 tahun lagi akan habis. Kita memang memiliki banyak batubara tetapi kita jual ke luar negeri, sementara Amerika Serikat mempunyai banyak batubara tetapi mereka simpan, begitu juga dengan China, mereka masih menyimpan batubaranya,” jelas Agus pada keterangan tertulisnya, San Francisco, Rabu (6/12/2017).
Agus mengungkapkan, jika tidak memulai dari sekarang bangsa Indonesia tidak menyiapkan energi alternatif. Maka anak cucu kita tidak akan memiliki energi yang cukup untuk kehidupannya. Oleh karena itu seluruh stake holder perlu menguatkan komitmen dan political will untuk mengembangkan sumber energi geothermal ini.
Agus menambahkan, UU renewable energy akan memuat regulasi untuk memberikan insentif keringanan pajak bagi investor yang mau mengembangkan energi geothermal di Indonesia.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha (F-PG) mengatakan, Indonesia perlu memikirkan regulasi tentang energi yang berkelanjutan atau sustainable energy.
Bagi Satya, hingga saat ini Indonesia belum memikirkan dampak dari regulasi yang diterapkan, atau dalam hal ini disebut externality. Contohnya pemilihan batubara dilakukan meski lebih murah tetapi tanpa memperhatikan dampak yang ditimbulkan.
“Apabila faktor eksternal dimasukkan dalam cost dalam membangun pembangkit batubara, saya yakin geothermal dan sumber energi bersih lainnya bisa kompetitif. Maka selanjutnya kita DPR bersama pemerintah sesuai dengan perjanjian paris tahun 2015 (COP 21) harus membuat regulasi yang memasukkan faktor externality tersebut dalam setiap kebijakan energi, dengan demikian kebijakan yang diambil tersebut berkelanjutan atau sustainable,” papar Satya.
Satya menambahkan, di Universitas Stanfor Amerika Serikat, DPR Indonesia belajar tentang carbon pricing. Carbon pricing adalah kebijakan yang mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan.
“Sejauh mana sebuah industri bertanggungjawab terhadap pencemaran lingkungannya. Jika carbon pricing ini diterapkan dirinya yakin akan menimbulkan paradigma baru dan cara piker baru bagaimana industri bertanggung jawab terhadap lingkungannya,” ujar politisi Golkar ini.
Sementara itu, Prof. Mark C. Thurber mengatakan, salah satu tantangan dalam mengembangkan geothermal adalah murahnya harga batubara saat ini, sehingga para pengembang enggan menggunakan energy alternative.
Untuk itu, ia mendorong inisiatif pemerintah dan parlemen untuk menciptakan regulasi yang dapat merangsang minat para investor untuk mengembangkan geothermal, diantaranya dengan insentif pajak.
Prof. Mark C. Thurber menambahkan, yang juga penting untuk dipertimbangkan adalah dampak negatif batubara terhadap lingkungan hidup, mengingat dampak perubahan cuaca yang diakibatkan semakin memburuk.
“Oleh karena itu Indonesia harus mampu membuat regulasi yang dapat memperkecil perbedaan harga antara batubara dengan geothermal, sehingga kita akan memiliki energi yang ramah lingkungan atau green energy,” pesan Mark.
Hadir dalam kunjungan tersebut, Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto dan didampingi Satya Yudha Yudha, Anggota Komisi VII Ramson Siagian (F-P Gerindra), Nurdin Tampubolon (F-Hanura) dan Yandri Susanto (F-PAN). (RONNY)