Mbak Puan, Bagaimana Kabar Surat Permintaan Fatwa MA untuk Calon BPK?
JAKARTA – Seleksi calon Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memasuki fase uji kelayakan dan kepatutan di DPD RI pada 10-11 Agustus. Kemudian pada 13 Agustus, Pimpinan DPD RI secara resmi telah menyampaikan hasil pertimbangannya dalam pemilihan calon Anggota BPK kepada Pimpinan DPR RI.
Di dalam surat yang ditandatangani oleh Ketua DPD RI AA Lanyala Mahmud Mattalitti tersebut, secara khusus DPD memberikan catatan bahwa terdapat 2 (dua) nama Calon Anggota BPK RI yang diberi tanda bintang (Nyoman Adhi Suryadnyana dan Harry Z. Soeratin) yang tidak memenuhi persyaratan formil sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Pasal 13 huruf j.
Peneliti Pusat Kajian Keuangan Negara (Pusaka Negara), Abdullah Hilmi menyatakan hasil pertimbangan DPD RI mestinya diposisikan sebagai filtering, artinya mesti dijadikan rujukan oleh DPR khususnya terkait catatan khusus terhadap 2 (dua) nama calon yang tidak memenuhi syarat.
“Jika merujuk kepada UUD 1945 pasal 23 F, Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden. Dalam kasus ini, tentu DPR harus memperhatikan pertimbangan dari DPD khususnya terkait nama calon yang tidak memenuhi syarat,” kata Hilmi saat dihubungi awak media, Rabu (18/8).
Pertimbangan DPD terkait calon TMS ini senada dengan hasil kajian Badan Keahlian DPR baru-baru ini. Diketahui, BK DPR pada Juli 2021 merilis laporan terhadap persyaratan calon Anggota BPK dalam Pasal 13 huruf j UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. Badan Keahlian DPR menyimpulkan dua nama yaitu Harry Z. Soeratin dan Nyoman Adhi Suryadnyana belum mencapai 2 (dua) tahun tidak menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
“Sehingga tidak dapat mengikuti tahapan atau proses pemilihan Anggota BPK selanjutnya,” bunyi kesimpulan kajian Badan Keahlian DPR.
Berdasarkan masukan dan kajian dari berbagai kalangan, Pusaka Negara mendesak kepada DPR agar segera memperjelas status hukum bagi kedua nama calon Anggota BPK. Hal itu dinilai mendesak karena tak lama lagi Komisi XI DPR akan menggelar fit and proper test.
“Komisi XI telah mengambil opsi meminta pendapat hukum atau fatwa dari Mahkamah Agung melalui Pimpinan DPR pada 2 Agustus lalu. Sampai saat ini belum ada kabarnya. Mbak Puan Ketua DPR apa kabarnya surat itu? Padahal itu bisa menjadi solusi agar status hukum kedua calon menjadi jelas,” kata Abdullah.
Sebelumnya, permintaan Fatwa MA tersebut sesuai dengan surat Komisi XI DPR kepada Pimpinan DPR RI. Di dalam surat yang ditandatangani oleh Ketua Komisi XI Dito Ganinduto tersebut, dijelaskan bahwa terdapat berbagai pandangan dan pendapat terkait pemenuhan pesyaratan Pasal 13 huruf j UU BPK, khususnya terhadap calon BPK RI atas nama Bapak Nyoman Adhi Suryadnyana dan Bapak Harry Zacharias Soeratin.
“Publik meyakini bahwa Pasal 13 huruf j itu mutlak dan tidak bisa diganggu-gugat. Tetapi kami juga menghormati keputusan Komisi XI DPR yang ingin mengajukan Fatwa MA. Karena itulah, Fatwa MA harus segera terbit agar polemik seleksi calon Anggota BPK ini bisa selesai,” lanjut Hilmi.
Untuk diketahui, pada tahun 2009 DPR RI meminta Fatwa MA untuk mengakhiri polemik 2 Anggota BPK terpilih yaitu Dharma Bhakti dan Gunawan Sidauruk karena terbukti belum 2 tahun meninggalkan jabatan KPA. Kemudian tahun 2014, DPR RI juga meminta Fatwa MA untuk menjawab polemik keterpilihan Eddy Mulyadi Soepardi. (Dwi)