Membaca Hasil Quick Count Pilkada DKI 2017
Oleh: Ubedilah Badrun*
Pasca jadwal pemilihan usai pada pukul 13.00, sejumlah lembaga survei langsung mengumumkan hasil quick count-nya masing-masing di sejumlah media televisi dan sejumlah media online.
Seketika itu juga publik disuguhkan dengan angka-angka yang fluktuatif dan pada sebagian masyarakat cukup mendebarkan bahkan sudah mulai ada yang sedikit euphoria, merayakan kemenangan.
Masyarakat perlu diberikan pandangan jernih bahwa quick count adalah salah satu instrumen untuk mengetahui hasil pemilu secara cepat dengan mengambil sampel di tempat pemungutan suara (TPS).
Oleh karena itu quick count bukan hasil sebenarnya, ia hanya berasal dari ratusan sampel TPS dari ribuan TPS. Seringkali lembaga survei di Jakarta mengambil sampel antara 400 sampai 600′-an TPS dari 13.000 lebih TPS di Jakarta.
Quick count bisa mendekati hasil sebenarnya jika tehnik samplingnya memegang teguh prinsip-prinsip metodelogi ilmiah. Misalnya mempertimbangkan beberapa hal diantaranya mempertimbangkan.
Pertama, karakteristik keragaman pemilih di TPS. Kedua, banyaknya jumlah TPS yang diambil sebagai sampel. Ketiga, rendahnya margin of error.
Berdasarkan hasil quick count hingga pukul 15.40 WIB dengan data suara masuk hampir 60 persen dari lima lembaga survei rata-rata perolehan suara masing-masing sebagai berikut : Agus-Sylvi 18,5%, Ahok-Jarot 41%, Anies-Sandi 40,5%.
Angka ini masih akan terus berubah secara fluktuatif sampai data sampel diterima pusat data 100%. Angka perolehan kemungkinan akan stabil jika sampel TPS sudah masuk 85% sampai 90%. Oleh karenanya hasil quick count adalah data sementara dan relatif karena berasal dari data sampel.
Dengan mencermati perkembangan data quick count tersebut maka hampir dipastikan pilkada DKI Jakarta 2017 akan berlangsung dua putaran karena diantara tiga pasang cagub-cawagub tidak ada yang mendapat suara 50% lebih.
Jika berlangsung dua putaran maka kemungkinan besar pada putaran kedua ada sekitar 75% dari perolehan suara Agus-Sylvi akan migrasi ke Anies-Sandi. Faktornya karena calon nomor 1 sering berhadap-hadapan secara diametral dengan cagub nomor 2, sementara dengan cagub nomor 3 hampir tidak ada saling serang.
Faktor lainya adalah secara sosiologis politik, kultur politik pemilih Agus-Sylvi lebih dekat dengan kultur politik pemilih Anies-Sandi. Jika ini yang terjadi maka pasangan Anies-Sandi kemungkinan memenangkan pilkada DKI 2017.
Apalagi jika pada pilkada 15 Februari ini hasil perhitungan KPU justru yang menang Anies-Sandi, karena perbedaan hasil quick count sangat tipis. Pasangan Ahok-Jarot nampaknya harus berfikir keras untuk memenangkan pilkada DKI 2017 atau akan berakhir dengan kekalahan tragis.
Penulis: Analis Politik UNJ dan Direktur Puspol Indonesia