Menakar Kekuatan Militer Kita dari Perspektif Alutsista
Oleh: H. Sukamta, PhD, Anggota Komisi I DPR RI, Dapil Daerah Istimewa Yogyakarta, Sekretaris Fraksi PKS
Pada HUT TNI yang ke-72 ini, kita perlu mencermati perkembangan kekuatan militer kita. Berdasarkan data Global Fire Power (GFP), ranking kekuatan militer Indonesia tahun 2012 berada pada posisi ke-22, dan tahun 2015 naik menjadi peringkat ke-19.
Pada Januari 2016, Indonesia naik di posisi ke-12 dengan power index 0.52. Sementara pada tahun 2017, ranking GFP Indonesia menurun pada posisi ke-14 dengan power index 0.34. Ini menunjukkan kekuatan militer Indonesia semakin baik tapi rangking menurun.
Indonesia lebih lambat percepatan peningkatan kekuatan militernya dibanding negara-negara lain. Dan ini bisa ditafsirkan sebagai meningkatnya potensi ancaman terhadap Indonesia.
Oleh karena itu kuantitas dan kualitas unsur-unsur pertahanan perlu terus ditingkatkan. Kita terus berusaha meningkatkan alutsista TNI baik secara kuantitas maupun kualitas.
Kita berharap melalui MEF (minimum essentials force) kebutuhan alutsista TNI tersebut dapat terpenuhi. Dari tahun ke tahun kita terus mendorong agar anggaran untuk membeli dan memperbarui alutsista ditingkatkan.
Selain unsur alutsista, prajurit TNI sebagai salah unsur penting juga harus terus ditingkatkan kemampuan, integritas, kedispilinan serta kedekatannya dengan rakyat.
Secara kemampuan, Indonesia memiliki sejumlah pasukan elite khusus di masing-masing matra, seperti Kopassus dan Raider di AD, Paskhas dan Denbravo (Detasemen Bravo) 90 di AU, Kopaska (Komando Pasukan Katak), Yontaifib (Batalyon Intai Amfibi), dan Denjaka (Detasemen Jala Mangkara) di AL, yang memiliki kemampuan di atas rata-rata tentara reguler.
Daya survival dan daya tempur pasukan elit kita diakui kehebatannya oleh negara-negara lain. Ini jadi kebanggaan tersendiri, tapi jangan membuat kita terlena, justeru Indonesia harus terus meningkatkan kuantitas dan kualitasnya.
Jiwa prajurit TNI juga musti terus digembleng agar selalu memiliki integritas dan kedisiplinan yang tinggi. Kita masih mendengar kasus-kasus indisipliner oknum prajurit yang bertindak bertentangan dengan jiwa TNI. Ini menjadi pekerjaan rumah kita. Hal-hal seperti ini kita harapkan tidak lagi terjadi ke depannya.
Para prajurit TNI juga perlu terus dipahamkan bahwa TNI ini lahir dari rahim rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Awalnya adalah Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Bagaimana dulu TNI lahir pada saat bangsa ini baru saja memplokamasikan kemerdekaannya serta mempertahankan kemerdekaan tersebut pada rentang waktu 1945-1949. Kita melihat saat itu TNI bersama rakyat berjuang mempertahankan kemerdekaan dari agresi militer Belanda I dan II dengan strategi perang gerilya.
Hal inilah yang memperkuat diplomasi RI di PBB sehingga membuat Belanda menyerah dan mengakui kemerdekaan Indonesia. Berkat kedekatan TNI dengan rakyat, serta peerjuangan diplomasi para elit tentunya, kemerdekaan ini dapat kita capai secara penuh.
Karena itu, para prajurit TNI harus bisa meneruskan kedekatan tersebut dengan menjadi pengayom dan pelindung rakyat bahkan saling bahu-membahu dan bekerja sama dalam mengisi kemerdekaan.
Dengan demikian, jika SDM, alutsista, dan anggaran terus ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya melalui program Renstra dan Minimum Essential Forces (MEF), kita harapkan kekuatan pertahanan Indonesia semakin baik dan bisa masuk 10 bahkan 5 besar kekuatan militer dunia pada masa yang akan datang. Selamat HUT ke-72 TNI ! Merdeka ! []