Menemukan Kembali Penjajahan dalam Pandora Papers
Penjajahan hanyalah soal nama. Nama atas kegiatan penyingkiran, pengisapan, pembelengguan dan penganiayaan. Lalu dengan itu, penguasaan, baik politik, ekonomi hingga moral pun atas si tersingkir dioperasikan.
Penjajahan adalah nama yang diberikan oleh si tersingkir kepada si penyingkir. Sedangkan si penyingkir dia menamakan dirinya si pembangun dan si pemakmur.
Tapi dalam sejarah, si penyingkir kalah juga dengan si tersingkir oleh gerakan sejarah secara global yang menghendaki si penyingkir mundur dan bubar.
Kalau konsisten dan konsekwen dengan pengertian penjajahan tersebut, harusnya yang disalahkan bukan Belanda (Indonesia) atau Inggris (India). Karena kalau menyempit menjadi Belanda atau Inggris, maka persoalannya menjadi rasial. Nyatanya penjajahan Belanda berjalan karena kerjasama dengan orang-orang lokal, terutama kaum feodal.
Usaha sistematis menghapus penjajahan disebut dekolonisasi. Nyatanya yang berjalan sekedar menyingkirkan orang-orang asing Eropa dari susunan pemerintah — untuk kasus Indonesia. Tetapi semangat dan managemennya tetap berlangsung dan diisi oleh baik oleh yang sebelumnya tersingkir maupun oleh komparador asing yang melaksanakan penjajahan itu sebelumnya.
Sekarang ribut lagi isu penggelapan pajak, penghindaran pajak dengan menyembunyikan uang di luar negeri oleh yang bukan dipandang penjajah di masa lalu. Tetapi hakikatnya mereka yang tertangkap basah dalam Pandora Papers itu, itulah hakikat penjajah, begitulah kegiatan penjajahan itu pada esensinya. Menjarah, menggelapkan dan menguasai sumber-sumber ekonomi suatu bangsa dengan pura-pura menampilkan diri orang baik dan orang yang berjasa. Padahal, monyet pencuri sarung Pak Tani.
Dan monyet pencuri sarung Pak Petani itu, banyak di Indonesia. Ada yang menggelapkan hasil korupsi dan rampokannya kepada pembelian tanah, apartemen, mobil, batangan emas, saham di suatu perusahaan, dsbg dengan atas nama bini simpanannya atau orang kepercayaannya. Ada juga yang menyembunyikan asal-asul uang jarahan APBN dan APBD-nya kepada macam-macam. Misalnya tukar guling, seolah hibah nyatanya transaksi. Macam-macamlah pokoknya.
Saat retorika anti penjajahan masih dengan imajinasi kuno, dimana si kulit putih yang jangkung mengejar si pitung, padahal sebenarnya imajinasi penjajahan semacam itu justru tabir buat si penjajah asli masa kini untuk mengecoh perhatian rakyat. Tampang penjajah masa kini, bisa pesek dan pakai peci nasional.
Bang SED