Mengapa Tidak Perlu Aksesi FCTC? Ini Penjelasan Pimpinan Baleg DPR
JAKARTA, LintasParlemen.com – Seruan gerakan anti tembakau kepada Presiden Jokowi untuk segera mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) agar memudahkan DPR membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan harus dipahami secara komprehensif.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Firman Subagyo menilai, ada stake holders yang sangat berkepentingan dengan aksesi FCTC di Indonesia.
Mengacu buku Nicotine War, terang Firman, perang nikotin dan pedagang obat (Wanda Hamilton), perdebatan soal rokok maupun produk tembakau bukan sekadar argumentasi teknis medis yang bebas nilai, tentang sehat dan tidak sehat.
“Ini sudah memasuki ranah persaingan bisnis korporasi yang dilakukan oleh para pemain industri farmasi, terutama, para produsen obat penghenti rokok, seperti permen karet Nicorette, Koyok Nicoderm dan Nicotrol, obat hisap dan semprot Nicotrol maupun Zyban,” terang Firman di Jakarta, Ahad (29/05/2016).
Firman mengemukakan, produsen farmasi ini berada di belakang gerakan anti tembakau yang belakangan ini sibuk mengkampanyekan bahaya-bahaya tembakau.
Mereka dengan kucuran dana besar ngotot menekan pemerintah, dan bahkan merasuk melalui organisasi masa (Ormas) untuk membuat regulasi pengetatan atas tembakau, salah satunya FCTC.
“Ketika penggiat anti tembakau sibuk berkampanye, korporasi -korporasi internasional yang diuntungan dari kegiatan ini sibuk menghitung peluang, meraup keuntungan dari bisnis nikotin,” terang Ketum Ikatan Keluarga Kabupaten Pati (IKKP) ini.
Sekjen Depinas Soksi ini menegaskan bahwa Baleg DPR tidak akan gegabah meratifikasi FCTC, karena pihaknya akan dilihat semua aspek, kepentingan ekonomi maupun sosial masyarakat kita.
Menurut anggota Komisi IV DPR ini, industri rokok kretek masih dianggap penting oleh Pemerintah. Secara nasional, industri hasil tembakau menyerap 6 juta tenaga kerja dengan kontribusi sebesar Rp139,5 triliun terhadap penerimaan cukai negara.
Dengan alasan mempertimbangkan kepentingan petani, dan buruh tembakau, Firman menjanjikan DPR akan mengingatkan Pemerintah supaya tidak meratifikasi FCTC. Sebaliknya, DPR akan melindungi petani tembakau melalui RUU Pertembakauan.
“Jadi, saya kira perlu pertimbangan masak-masak, Pemerintah tidak perlu mengaksesi FCTC, mengingat saat ini DPR masih proses harmonisasi RUU Pertembakauan” ujar politisi Golkar itu.
Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar ini menjelaskan, pengaturan kesehatan sebagaimana desakan gerakan anti tembakau tetap menjadi bagian penting dalam regulasi. Namun, didalam membuat regulasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan tidak boleh overlapping.
“Dan, DPR tidak boleh membuat Undang-undang yang diskriminatif terhadap hak-hak rakyat untuk hidup sebagaimana amanat Konstitusi Negara,” terangnya.
Di mana RUU Pertembakauan, lanjut Firman, semangatnya untuk melindungi petani tembakau dan industri turunannya di Indonesia. Lebih lanjut, Firman menegaskan jika RUU Pertembakauan bisa diundangkan maka akan memberikan perlindungan bagi para petani.
“RUU Pertembakauan ini bisa diundangkan, maka akan memberikan kepastian hukum bagi para petani, tenaga kerja, maupun para pemangku kepentingan lainnya. Usulan kami RUU Pertembakauan ini murni untuk melindungi kepentingan bangsa dan Negara,” pungkasnya. (First)