Menolong Partai-Partai Politik Islam
Oleh: Musni Umar, Sosiolog dan Rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta
Pada 15 Maret 2018 bertempat di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) saya didampingi Hamid Souwakil bersilaturrahim dengan Zainut Tauhid Saadi, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia yang yang juga anggota DPR RI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Kami berbincang banyak hal di antaranya posisi PPP dan partai-partai politik Islam (parpol) dalam menghadapi pemilihan umum tahun 2019. Saya menaruh perhatian pada nasib parpol Islam pemilu 2019 setidaknya ada lima alasan yang mendasari.
Pertama, parpol Islam merupakan representasi dari umat Islam. Walaupun dalam praktik, adakalanya politik yang dijalankan tidak merepresentasikan aspirasi umat Islam.
Misalnya dalam pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur DKI, umat Islam kecewa pada PPP, tetapi demi penyelamatan eksistensi partai setelah dipecah belah dan mendapat tekanan luar biasa, akhirnya secara taktis melakukan pemihakan kepada calon yang tidak dikehendaki umat Islam. Semua menyesali, tetapi demi kepentingan strategis penting memaafkan dan menolong mereka.
Kedua, untuk perimbangan kekuasaan. Umat Islam yang terpuruk dalam bidang ekonomi, jangan pula dibiarkan terus terpuruk dalam bidang politik karena membahayakan kepentingan umat Islam dan seluruh bangsa Indonesia.
Islam adalah agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia, tetapi tidak satupun pasal atau ayat dalam konstitusi kita yang menyebutkan bahwa Islam adalah satu-satunya agama resmi di Indonesia yang umatnya harus dilindungi dan diutamakan.
Umat Islam harus berkompetisi di bidang politik, ekonomi, sosial dan sebagainya untuk mendapatkan tempat yang terhormat. Jika mereka lemah dibidang ekonomi dan lemah pula di bidang politik dan bidang-bidang lain, maka umat Islam Indonesia hanya menjadi alat dan obyek seperti selama ini.
Ketiga, untuk mendorong kemajuan bersama. Umat Islam mayoritas di Indonesia, tetapi sumber daya manusia (SDM) pada umumnya rendah. Penduduk Indonesia sekitar 76 persen berpendidikan sekolah menengah pertama dan tidak tamat sekolah dasar. Mayoritas diantaranya adalah umat Islam.
Konsekuensi dari itu, mereka miskin dan terkebelakang. Sebab akibat pendidikan rendah, mereka tidak bisa bekerja di sektor formal dan juga tidak bisa membangun bisnis sendiri. Lebih menyedihkan lagi, mereka kurang pemahaman dan penghayatan agama sehingga menjadi obyek.
Untuk mendorong kemajuan umat Islam dan seluruh bangsa Indonesia, mustahil bisa dilakulan jika tidak mempunyai kekuatan di parlemen yang besar dan solid serta tidak memegang kekuasaan.
Keempat, ekonomi Indonesia sudah dikuasai pihak lain. Umat Islam mesti menyadari bahwa kondisi semacam ini tidak boleh berdiam diri, masabodo dan tidak berjuang. Mereka harus sadar, bangkit dan bersatu memperjuangkan nasib mereka. Allah sekali-kali tidak akan mengubah nasib mereka sehingga mereka mengubah nasib mereka sendiri.
Dalam bidang ekonomi, mereka harus berjuang membuat regulasi di parlemen yang memihak kepada kepentingan seluruh bangsa Indonesia yang termarjinalisasi dan lemah.
Untuk mewujudkan hal itu, maka mereka wajib memilih calon-calon dari partai-partai politik Islam dalam pemilu 2019 untuk memperjuangkan dan mewujudkan berbagai UU yang memihak kepada mereka yang selama 73 tahun Indonesia merdeka dan 52 tahun membangun belum memperoleh keadilan sosial.
Kelima, semua parpol Islam elektabilitasnya dalam menghadapi pemilu 2019 masih rendah. Kalau mereka tidak ditolong, maka nasib umat Islam akan semakin terpuruk karena mereka sudah termarjinalisasi di semua bidang seperti ekonomi, politik, sosial dan sebagainya.
Karena umat Islam adalah mayoritas di negeri ini, maka yang rugi dan akan menanggung dampak negatifnya adalah seluruh bangsa Indonesia jika mereka tetap dibiarkan lemah, diperlemah dan tidak maju.
Allahu a’lam bisshawab