MENYELAMI WAKTU: Refleksi Pergantian Tahun Baru dengan Merubah Harapan Jadi Kenyataan

 MENYELAMI WAKTU: Refleksi Pergantian Tahun Baru dengan Merubah Harapan Jadi Kenyataan

Oleh: Munawir Kamaluddin, Dosen UIN Alauddin Makassar

Ada sesuatu yang tak pernah berhenti dalam kehidupan ini, sesuatu yang bergerak dengan sunyi, mengalir tanpa henti, namun mengubah segalanya, dialah waktu.

Ia adalah karunia terbesar dari Sang Pencipta, namun sering kali luput dari perhatian. Kita hidup dalam alirannya, menghirup nafas di dalamnya, namun terlalu sering melupakannya.

Waktu adalah saksi yang tak pernah berdusta, penyimpan rahasia perjalanan hidup kita, baik atau buruk, terang atau gelap, semua tersimpan rapi dalam lipatannya.

Saat malam menyapa tahun baru, ada denting halus dalam jiwa yang mengingatkan kita akan perjalanan panjang yang telah dilalui.

Pergantian tahun bukanlah sekadar perubahan angka pada kalender, bukan pula sekadar riuh pesta atau cahaya kembang api yang memecah langit malam. Ia adalah seruan halus yang mengajak kita berhenti sejenak, mengembalikan diri kepada renungan, menyelami makna dari detik-detik yang telah berlalu. Seperti daun yang gugur di penghujung musim, pergantian tahun mengingatkan kita akan kefanaan, bahwa hidup ini hanyalah sekelumit perjalanan menuju yang abadi.

Allah SWT telah menjadikan waktu sebagai tanda kebesaran-Nya, sebagai pengingat bagi manusia yang mau berpikir dan merenung. Dalam firman-Nya yang mulia:
وَتِلْكَ ٱلۡأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيۡنَ ٱلنَّاسِ لِيَعۡلَمَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَيَتَّخِذَ مِنكُمۡ شُهَدَآءَ
“Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia agar Allah mengetahui siapa yang benar-benar beriman di antara kamu dan agar Dia menjadikan sebagian kamu sebagai syuhada.”
(QS. Ali Imran: 140)

Waktu adalah alat ukur yang adil. Ia menempatkan manusia dalam posisi yang setara, setiap orang diberi jumlah waktu yang sama dalam sehari, dua puluh empat jam tanpa lebih atau kurang.

Namun, apa yang kita lakukan dengannya adalah cerminan dari siapa diri kita. Pergantian tahun adalah pengingat akan pertanggungjawaban ini. Apakah waktu kita diisi dengan amal yang bermakna, ataukah ia terbuang dalam kesia-siaan? .Rasulullah SAW. bersabda:
لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ: عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَا أَبْلَاهُ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ، وَمَاذَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ
“Kedua kaki seorang hamba tidak akan beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia gunakan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan ke mana ia belanjakan, dan tentang ilmunya apa yang telah ia amalkan.”
(HR. Tirmidzi)

Pergantian tahun adalah momen untuk bermuhasabah, melihat ke belakang dengan jujur, tanpa tabir kebohongan. Adakah langkah-langkah kita selama ini benar-benar menuju kebaikan? Adakah detik yang berlalu memberi manfaat, ataukah justru menjadi saksi dari kelalaian?

Muhasabah adalah kunci, bukan untuk menyesali masa lalu, tetapi untuk belajar darinya dan melangkah lebih baik ke depan.

Waktu yang telah berlalu adalah pelajaran, sementara waktu yang akan datang adalah harapan.

Pergantian tahun mengingatkan kita bahwa di antara keduanya ada diri kita, yang harus mampu mengubah harapan menjadi kenyataan dengan amal yang tulus.

Resolusi tahun baru bukanlah sekadar janji manis di atas kertas, tetapi sebuah komitmen untuk hidup lebih bermakna, lebih dekat kepada Allah, lebih bermanfaat bagi sesama.

Namun, resolusi saja tidak cukup. Kita perlu restorasi, pemulihan jiwa, pembaruan niat, dan perbaikan hubungan dengan Allah serta sesama manusia.

Restorasi adalah langkah untuk kembali kepada fitrah, membuang kesalahan dan dosa yang mengotori perjalanan kita, dan menyalakan kembali cahaya kebaikan dalam hati. Rasulullah SAW. mengajarkan bahwa manusia yang terbaik bukanlah yang tak pernah salah, tetapi yang selalu berusaha memperbaiki diri:
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Setiap anak Adam pasti bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat.”
(HR. Tirmidzi)

Seperti fajar yang mengusir kegelapan malam, pergantian tahun memberi kita kesempatan untuk bangkit dari kesalahan, menyalakan kembali harapan, dan menjadikan waktu yang tersisa sebagai bekal untuk kehidupan yang abadi.

Inilah saatnya kita menulis ulang perjalanan hidup kita dengan tinta keimanan, di atas kertas ketulusan, dan dengan pena harapan yang tak pernah pudar.

Mari, sambut tahun baru ini dengan jiwa yang bersih, hati yang lapang, dan langkah yang mantap.

Biarlah setiap detik yang berlalu menjadi saksi bahwa kita adalah hamba yang terus belajar, berbenah, dan bertumbuh.

Semoga waktu yang masih tersisa menjadi ladang kebaikan yang mengantarkan kita kepada ridha-Nya.

Muhasabah, Resolusi, dan Restorasi: Refleksi Pergantian Waktu Tahun 2024- 2025

Pergantian tahun adalah momentum penting untuk melakukan refleksi, introspeksi diri, dan merancang masa depan yang lebih baik.

Dalam perspektif Islam, momen ini dapat dimaknai melalui tiga dimensi utama: muhasabah (evaluasi diri), resolusi (rencana untuk memperbaiki diri), dan restorasi (pemulihan atau penguatan kualitas hidup).

Ketiga dimensi ini memiliki akar yang kuat dalam ajaran Islam, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an, hadits Nabi SAW. dan pandangan ulama.

1. Muhasabah: Evaluasi Diri

Muhasabah merupakan amalan introspeksi yang dianjurkan dalam Islam. Al-Qur’an mendorong manusia untuk senantiasa merenungkan amal perbuatan dan memperbaiki kekurangan. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok. Bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al-Hasyr: 18)

Ayat ini mendorong seorang mukmin untuk mengevaluasi amal perbuatannya setiap waktu, termasuk menjelang pergantian tahun.

Evaluasi diri adalah langkah pertama menuju perbaikan dan pembaruan diri. Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa muhasabah merupakan sarana untuk mengenali kelemahan dan potensi, sehingga seseorang dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah.
Rasulullah SAW. juga bersabda:
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا
“Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab.” (HR. Tirmidzi)

Hadits ini menegaskan pentingnya muhasabah sebagai persiapan menghadapi hari akhir.

Pergantian tahun adalah waktu yang tepat untuk menilai sejauh mana kita telah melaksanakan kewajiban kepada Allah, sesama manusia, dan diri sendiri.

2. Resolusi: Merancang Perubahan Positif

Setelah melakukan muhasabah, langkah berikutnya adalah membuat resolusi atau rencana untuk masa depan.

Resolusi dalam Islam bertujuan untuk memperbaiki kualitas iman, amal, dan kehidupan dunia-akhirat. Allah berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra’d: 11)

Resolusi adalah bentuk ikhtiar manusia untuk mencapai perubahan positif. Dalam tradisi Islam, resolusi tidak hanya berbasis pada keinginan duniawi, tetapi juga harus mengarah pada peningkatan ketakwaan dan amal shalih. Rasulullah SAW. bersabda:
إِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَإِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ
“Jika engkau berada di waktu pagi, jangan menunggu waktu sore. Jika engkau berada di waktu sore, jangan menunggu waktu pagi.”
(HR. Bukhari)

Hadits ini mengajarkan agar setiap resolusi dilaksanakan dengan segera tanpa menunda-nunda. Resolusi harus mencakup peningkatan ibadah, perbaikan hubungan sosial, dan pengembangan diri untuk mencapai keberkahan hidup.

3. lRestorasi: Pemulihan dan Penguatan

Restorasi dalam konteks pergantian tahun adalah usaha memperbaiki dan memperkuat kualitas hidup, baik dari aspek spiritual, sosial, maupun material.

Dalam Islam, pemulihan diri mencakup kembali kepada nilai-nilai syariat dan memperbaiki hubungan dengan Allah serta makhluk-Nya. Allah berfirman:
فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ
“Maka larilah kepada Allah.”
(QS. Adz-Dzariyat: 50)

Ayat ini mengajarkan pentingnya kembali kepada Allah sebagai bentuk restorasi spiritual. Dengan melarikan diri kepada Allah, seorang mukmin akan menemukan ketenangan jiwa dan kekuatan untuk menghadapi tantangan hidup.

Imam Ibnul Qayyim mengatakan:
مَن أصلح ما بينه وبين الله أصلح الله ما بينه وبين الناس
“Barangsiapa memperbaiki hubungan dirinya dengan Allah, maka Allah akan memperbaiki hubungannya dengan manusia.”

Restorasi juga mencakup pembenahan hubungan sosial. Momentum pergantian tahun dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki hubungan keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekitar.

Sehingga dengan demikian maka refleksi pergantian tahun 2024-2025 harus dimaknai sebagai langkah strategis untuk:

1. Melakukan Muhasabah: Evaluasi diri terhadap amal perbuatan, baik dalam hal ibadah maupun hubungan sosial.

2. Membuat Resolusi: Merancang perubahan yang terukur untuk meningkatkan kualitas hidup dunia dan akhirat.

3. Melakukan Restorasi: Memperbaiki hubungan spiritual, sosial, dan emosional untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.

Momentum ini akan menjadi lebih bermakna jika dilaksanakan dengan penuh kesungguhan dan komitmen, sebagaimana spirit Islam yang selalu mendorong perbaikan diri secara berkelanjutan.

Pergantian waktu adalah anugerah Allah yang harus diisi dengan amal kebaikan, mengingat waktu adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya. Rasulullah SAW. bersabda:
لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ فِيهِ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلَاهُ
“Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sebelum ia ditanya tentang: umurnya, untuk apa ia habiskan; ilmunya, untuk apa ia amalkan; hartanya, dari mana ia peroleh dan untuk apa ia belanjakan; serta tubuhnya, untuk apa ia gunakan.”
(HR. Tirmidzi)

Semoga refleksi ini menjadi langkah awal menuju kehidupan yang lebih baik di tahun yang akan datang.

PENUTUP/ KESIMPILAN

Waktu adalah amanah yang mengajarkan manusia arti kesementaraan dan keabadian.

Ia hadir seperti untaian nada dalam simfoni kehidupan: lembut, mendalam, kadang melodius, kadang getir. Ketika tahun berganti, waktu seolah berbisik lembut kepada hati, “Aku hanya berlalu, namun apa yang kau tinggalkan di belakangku?” Setiap detik yang terlewat adalah kenangan, setiap saat yang datang adalah harapan, dan setiap detik yang dihadapi adalah tanggung jawab.

Dalam perjalanan hidup yang penuh liku, pergantian tahun memberi kita jeda untuk merenung. Layaknya pelukis yang menatap kembali kanvasnya, kita diajak untuk melihat goresan-goresan yang telah terukir, mencermati keindahan dan kekurangannya, lalu memutuskan warna baru apa yang akan kita tuangkan di lembaran berikutnya.

Kita diajak untuk memahami bahwa hidup adalah seni mengelola waktu, dan waktu adalah cerminan diri.

Betapa indahnya jika setiap jiwa menyadari bahwa waktu bukanlah musuh yang memisahkan manusia dari mimpi-mimpinya, melainkan sahabat yang memeluknya dengan kesempatan. Allah berfirman:
وَالْعَصْرِ ۝ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسر۝ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran.”
(QS. Al-‘Asr: 1–3)

Dalam ayat ini, Allah menegaskan bahwa waktu adalah saksi bagi perjalanan manusia. Kerugian hanya menjangkiti mereka yang lalai, sementara kebahagiaan menjadi milik mereka yang menjadikan iman, amal, dan nasihat sebagai peta hidupnya.

Pergantian tahun adalah saat di mana kita dapat memilih: tenggelam dalam kerugian atau bangkit menuju keberuntungan.
Rasulullah SAW. bersabda:
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ
“Orang yang cerdas adalah yang menundukkan dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati. Dan orang yang lemah adalah yang mengikuti hawa nafsunya dan hanya berangan-angan kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)

Di balik kalimat ini, tersimpan pesan bahwa resolusi tahun baru bukanlah sekadar menuliskan keinginan, tetapi menanamkan tekad untuk beramal dengan kesadaran penuh bahwa dunia hanyalah persinggahan.

Maka, penutup tahun ini bukanlah akhir, tetapi awal dari perjalanan yang baru. Restorasi jiwa menjadi keharusan, karena setiap insan berhak meraih kesempatan kedua.

Kesalahan masa lalu adalah guru terbaik, dan pengharapan masa depan adalah sayap yang akan membawa kita terbang lebih tinggi.

Pergantian waktu adalah peringatan bahwa hidup ini bukan milik kita, melainkan titipan yang harus dijaga, dihiasi dengan kebaikan, dan dikembalikan kepada Pemiliknya dalam keadaan yang terbaik.

Akhirnya, mari kita mengakhiri renungan ini dengan doa, menyerahkan segala kekurangan kepada Yang Maha Sempurna, memohon ampunan atas khilaf yang lalu, dan memohon kekuatan untuk menjadi pribadi yang lebih baik di masa yang akan datang.

Biarlah pergantian tahun ini menjadi penanda bahwa kita adalah jiwa yang terus bertumbuh, yang tak pernah lelah mencari ridha-Nya, yang selalu haus akan cinta-Nya.

Waktu terus melangkah, tetapi kita memiliki kuasa untuk memilih jejak apa yang ingin kita tinggalkan. Jadilah pelukis kehidupan yang menghiasi kanvas waktu dengan warna-warna iman, amal, dan cinta.

Sebab pada akhirnya, yang abadi bukanlah waktu, melainkan makna yang kita tanamkan di dalamnya.# Wallahu A’lam Bishawab.

 

Facebook Comments Box