‘MoU of Repatriation Bangladesh-Myanmar Harus Segera Dilaksanakan’
DHAKA, BANGLADESH – PLT Ketua DPR RI, Fadli Zon melakukan pertemuan dengan State Minister Kemlu Bangladesh, Mr. Mohammed Shahriar Alam, membahas isu pengungsi Rohingya di Dhaka (Selasa, 19 /12/2017).
Fadli Zon didampingi oleh Dubes LBBP RI untuk Bangladesh, Rina P. Soemarno, dan anggota delegasi Nurmansyah Efendi Tanjung (F-PDIP) Ledia Hanifa Amaliah (F-PKS).
Kunjungan kerja tersebut dalam rangka untuk memperkuat hubungan bilateral Bangladesh. Indonesia-Bangladesh sudah memiliki hubungan yang baik sejak lama baik di bidang ekonomi dan budaya. Selain membicarakan diplomasi bilateral,
“Kami juga menyampaikan bahwa selama ini DPR RI sudah menunjukkan komitmen untuk ikut mencari jalan penyelesaiaan kekerasan Rohingya di Rakhine State, Myanmar,” kata Fadli,
Selain bertemu dengan Ketua Parlemen dan Menlu Bangladesh, kami juga akan mengunjungi lokasi pengungsian di Kutupalong, Cox’s Bazar besok (20/12/2017) untuk meninjau langsung kondisi para pengungsi.
Pada 23 November 2017 kemarin, sudah ada kesepakatan awal Repatriasi Bangladesh-Myanmar terkait kasus pengungsi Rohingya di Dhaka, Bangladesh. Hasil dari perjanjian tersebut adalah pemulangan lebih awal para pengungsi Rohingnya dari Bangladesh ke Myanmar.
Namun, lanjutnya, pelaksanaan hasil perundingan ini belum tentu terlaksana sesuai harapan. Pihak Myanmar belum menunjukkan sikap kooperatif dalam pelaksanaan repatriasi.
PBB mengatakan sebanyak 620.000 warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh sejak Agustus, yang saat ini jumlahnya mencapai 1,1 juta pengungsi.
Para pengungsi Rohingnya tinggal dalam kondisi yang memprihatinkan di kamp pengungsi Cox’s Bazar, setelah aksi kekerasan militer di Myanmar.
Sebagian besar desa Rohingya dibakar dalam kekerasan tersebut, banyak yang tak mempunyai pilihan kecuali tinggal di tempat penampungan sementara. Maka pembangunan infrastruktur sangat penting untuk disiapkan karena mereka tidak lagi memiliki tempat tinggal di Myanmar. Ini dikarenakan sebagian besar dari pengungsi Rohingya sekitar 78% ingin kembali pulang ke Rakhine.
“Apa yang terjadi pada orang Rohingya adalah pemusnahan etnis (ethnic cleansing) dan pembantaian,” kata Fadli Zon.
Setidaknya 10.000 orang Rohingya dibunuh oleh rezim militer Myanmar. “Ada sekitar 30.000 anak yatim piatu di pengungsian,” kata Fadli mengutip Menlu Bangladesh.
“Indonesia harus mendukung MoU Repatriasi dengan membuka komunikasi dengan Myanmar. Dalam MoU tersebut disampaikan akan adanya proses Repatriasi rencananya dimulai dua bulan ke depan dengan menjamin keamanan dalam proses pemulangan pengungsi”.
“Melihat perkembangan situasi tersebut, kami akan terus aktif membantu penyelesaian isu Rohingya, terutama mendorong dan memastikan perjanjian pemulangan para pengungsi agar bisa dilaksanakan. Karena berdasarkan kesepakatan itu, Myanmar “akan memulihkan situasi di (negara bagian) Rakhine Utara dan mendorong mereka yang meninggalkan Myanmar untuk kembali dengan sukarela dan selamat ke rumah mereka masing-masing” atau “ke tempat aman terdekat sesuai dengan pilihan mereka”.
“Sejauh ini, Indonesia terus berkomitmen dengan penyelesaian krisis kemanusiaan di Rohingya, maka Indonesia berharap
MoU of repatriation Myanmar-Bangladesh segera terlaksana. MoU ini akan menjadi titik awal proses pengembalian para pengungsi dari Bangladesh ke Myanmar”.
Sementara itu Fadli Zon juga menyarankan jika repatriasi tak berjalan baik, maka perlu langkah politik di kawasan. “Pemerintah RI perlu menekan pemerintah Myanmar untuk mematuhi sikap dunia Internasional termasuk PBB untuk memulangkan warga Rohingya ke tanah asal mereka di Rakhine State, Myanmar.”
Bagi Fadli, Indonesia harus ambil inisiatif mengundang negara-negara ASEAN untuk mencari jalan penyelesaian krisis kemanusiaan. Jika Myanmar tak ada itikad baik, sebaiknya negara itu dikeluarkan dari ASEAN, kata Fadli. (Bani)