Mubes XII dan PSBM XXV Momentum Konsolidasi: Di Mana Posisi Saudagar Muda Sulsel!

Oleh: Firman M, Divisi Humas BPP KKSS
Menjelang pelaksanaan Musyawarah Besar (Mubes) ke-XII dan Pertemuan Saudagar Bugis-Makassar (PSBM) ke-XXV dinamika organisasi dan arus diskusi di tengah berlangsung meriah. Diskusi masyarakat perantauan semakin menghangat.
Menurut saya, ini merupakan hal yang wajar dalam sebuah organisasi besar seperti KKSS, terlebih menjelang perhelatan penting yang akan menentukan arah dan kepemimpinan lima tahun ke depan.
Namun, belakangan ini kita juga menyaksikan munculnya kecenderungan yang kurang sehat dalam dinamika tersebut. Bukan dialog yang berbasis data dan gagasan yang dikedepankan, melainkan narasi-narasi yang cenderung spekulatif dan menyerang secara personal.
Ketua Umum KKSS Muclis Patahn menjadi sasaran tudingan, bahkan sebelum forum pertanggungjawaban digelar. Padahal, sebagaimana diatur dalam mekanisme organisasi, laporan pertanggungjawaban adalah forum resmi dan terbuka yang memberikan ruang evaluasi secara objektif, bukan melalui opini liar yang beredar di luar jalur resmi.
Momentum besar seperti Mubes dan PSBM seharusnya menjadi ajang konsolidasi dan refleksi bersama, bukan justru panggung perpecahan. Di sinilah pentingnya menjaga marwah organisasi agar tetap menjadi ruang yang dewasa dalam menyikapi perbedaan, serta bijak dalam menyalurkan kritik.
Sebagai organisasi perantau terbesar di Indonesia, KKSS memiliki kekuatan besar—baik dari sisi jejaring, sumber daya manusia, hingga ekonomi. Namun kekuatan itu tidak akan bermakna jika tidak diarahkan secara kolaboratif. Mubes dan PSBM adalah ruang yang sangat strategis untuk menyatukan visi lintas generasi dan lintas bidang.
Para saudagar, akademisi, tokoh masyarakat, pemuda, dan berbagai elemen lainnya bisa bertemu, berdialog, dan merumuskan agenda bersama demi kemajuan warga Bugis-Makassar di perantauan.
Namun ada satu catatan penting yang perlu menjadi perhatian bersama: PSBM yang rutin digelar setiap tahun jangan sampai hanya menjadi ajang seremonial tanpa dampak nyata. Sudah saatnya kita menata ulang orientasi PSBM agar tidak berhenti pada seremoni tahunan dan pertemuan tokoh, melainkan dilengkapi dengan program-program lanjutan yang konkret.
Misalnya, PSBM bisa menjadi awal dari terbentuknya forum-forum bisnis sektoral, inkubasi usaha, atau pertemuan berkala antarwilayah untuk mendorong kolaborasi ekonomi berbasis komunitas. Perlu ada follow-up pasca-PSBM berupa agenda kerja nyata, seperti fasilitasi investasi UMKM, mentoring pengusaha muda, penguatan koperasi warga perantau, hingga pemetaan potensi ekonomi berbasis daerah asal.
Sebagai alumni IKAMI Jakarta, saya secara pribadi mengusulkan agar ke depan bisa dibentuk pertemuan khusus Saudagar Muda Bugis-Makassar. Forum ini bisa menjadi wadah yang mewadahi pengusaha muda dari berbagai daerah dan latar belakang untuk saling mengenal, membangun relasi bisnis, hingga menciptakan kolaborasi usaha. Pertemuan seperti ini tidak harus bersifat formal, namun harus konsisten dan memiliki arah yang jelas: membangun ekosistem ekonomi Bugis-Makassar yang berdaya saing, inklusif, dan berkelanjutan.
Mubes XII dan PSBM XXV bukan hanya agenda organisasi; ia adalah cermin dari kedewasaan kita dalam berorganisasi dan bermasyarakat. Semangat untuk memperbaiki harus dijaga, tetapi dengan cara-cara yang konstruktif dan penuh tanggung jawab. Sudah saatnya kita menempatkan kebesaran KKSS di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
Marilah kita jaga dan rawat momentum besar ini. Mari jadikan Mubes sebagai forum yang berwibawa, penuh ide dan solusi. Dan mari jadikan PSBM sebagai ruang strategis untuk memperkuat kemandirian ekonomi warga Bugis-Makassar, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di dunia internasional. Sebab di tangan kitalah masa depan perantauan ini akan ditentukan.