MUSYAWARAH DAN PERENCANAAN: Jalan Pasti Menuju Puncak Kesuksesan yang Spektakuler

Oleh: Munawir Kamaluddin, Dosen UIN Alauddin Makassar
Di hamparan luas kehidupan, manusia senantiasa berlayar di samudera takdir yang penuh dengan gelombang ujian dan terpaan angin keputusan.
Setiap hari, kita dihadapkan pada persimpangan yang menuntut pilihan, pada dilema yang memerlukan kebijaksanaan, serta pada keadaan yang tak jarang menuntut sikap cepat dan tepat.
Tidak ada satu pun langkah dalam kehidupan yang bebas dari konsekuensi, karena setiap keputusan membawa akibat, dan setiap langkah menentukan arah masa depan.
Dalam dinamika inilah, Islam hadir dengan konsep musyawarah sebagai cahaya yang menerangi jalan, sebagai kompas yang menuntun arah, dan sebagai pilar utama dalam pengambilan keputusan.
Musyawarah bukan hanya sekadar diskusi, tetapi ia adalah bentuk kebersamaan dalam menakar kebenaran, seni menyatukan pendapat demi kepentingan bersama, dan sebuah jalan bagi manusia untuk menghindari kesewenang-wenangan serta jebakan egoisme.
Musyawarah adalah manifestasi kebijaksanaan, di mana berbagai gagasan bertemu, berbagai pemikiran diuji, dan berbagai perspektif dipadukan untuk menghasilkan keputusan yang lebih matang dan penuh maslahat.
Betapa agungnya ajaran Islam yang menempatkan musyawarah sebagai prinsip hidup yang luhur, sebagaimana firman Allah SWT.
وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.” (QS. Ali ‘Imran: 159)
Musyawarah bukan hanya sebuah etika sosial, tetapi juga perintah yang Allah turunkan sebagai sunnatullah dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam ayat lain, Allah SWT. juga menegaskan bahwa salah satu ciri khas orang-orang beriman adalah kebiasaan mereka dalam bermusyawarah:
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (seruan) Tuhannya dan melaksanakan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Asy-Syura: 38)
Ayat ini menegaskan bahwa musyawarah adalah salah satu ciri utama orang-orang yang memiliki ketakwaan dan kedewasaan berpikir.
Sebuah masyarakat yang menjadikan musyawarah sebagai prinsip utama dalam kehidupannya akan menjadi masyarakat yang kuat, harmonis, dan terhindar dari perpecahan.
Musyawarah dalam Teladan Rasulullah SAW.
Dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW, musyawarah menjadi sebuah tradisi kepemimpinan yang terus dijaga. Meskipun beliau adalah manusia yang mendapatkan wahyu dari Allah, beliau tetap mengutamakan musyawarah dalam berbagai keputusan penting.
Hal ini menunjukkan bahwa musyawarah bukan sekadar kebutuhan manusia biasa, tetapi juga sebuah metode yang harus dipraktikkan oleh setiap pemimpin, seberapapun tingginya kedudukan dan ilmunya.
Salah satu contoh nyata dalam sirah Nabi adalah ketika kaum Muslimin menghadapi Perang Badar. Rasulullah SAW. tidak serta-merta mengambil keputusan sendiri, tetapi mengundang para sahabat untuk bermusyawarah.
Beliau mendengarkan pendapat dari berbagai pihak, termasuk sahabat-sahabat yang lebih muda seperti Miqdad bin Amr dan Sa’ad bin Mu’adz. Begitu pula dalam Perang Uhud, Rasulullah SAW. tetap mengedepankan musyawarah, bahkan ketika keputusan yang diambil akhirnya menyebabkan kekalahan bagi kaum Muslimin.
Dari sini kita memahami bahwa musyawarah bukanlah jaminan untuk selalu mendapatkan keputusan yang sempurna, tetapi ia adalah bagian dari sunnatullah yang menjadikan manusia lebih dewasa dalam berpikir dan bertindak. Bahkan dalam kekalahan sekalipun, ada hikmah dan pelajaran yang dapat dipetik.
Musyawarah sebagai Sarana Menghindari Kesewenang-wenangan
Tanpa musyawarah, keputusan akan cenderung didominasi oleh hawa nafsu dan kepentingan pribadi.
Sejarah telah menunjukkan bagaimana pemerintahan yang otoriter dan mengabaikan musyawarah berujung pada kehancuran.
Sebaliknya, negara dan peradaban yang maju adalah mereka yang menjunjung tinggi prinsip musyawarah dan demokrasi dalam pengambilan kebijakan. Umar bin Khattab رضي الله عنه pernah berkata:
“لَا خَيْرَ فِي قَوْمٍ لَا يُنْصَحُونَ، وَلَا خَيْرَ فِي قَوْمٍ لَا يُحِبُّونَ النُّصْحَ”
“Tidak ada kebaikan dalam suatu kaum yang tidak saling memberi nasihat, dan tidak ada kebaikan dalam suatu kaum yang tidak mencintai nasihat.”
Musyawarah adalah ruang bagi kebijaksanaan untuk tumbuh, bagi keadilan untuk ditegakkan, dan bagi kesalahan untuk dikoreksi sebelum terlambat.
Dalam musyawarah, suara yang lemah dapat didengar, pendapat yang bijak dapat diangkat, dan keputusan yang terbaik dapat diraih.
Musyawarah dan Perencanaan: Dua Sayap Kesuksesan
Musyawarah dan perencanaan adalah dua aspek yang saling melengkapi. Musyawarah adalah proses mendengar, memahami, dan menimbang berbagai kemungkinan, sedangkan perencanaan adalah implementasi dari hasil musyawarah yang matang. Tanpa perencanaan yang baik, keputusan hanya akan menjadi wacana tanpa arah. Rasulullah SAW. bersabda:
“إِنَّكَ إِذَا خَرَجْتَ مِنْ بَيْتِكَ، فَخُذْ بِأَسْبَابِ النَّجَاحِ وَاتَّكِلْ عَلَى اللَّهِ”
“Jika engkau keluar dari rumahmu, maka ambillah sebab-sebab kesuksesan, dan bertawakallah kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)
Hadits ini mengajarkan bahwa setiap langkah harus diperhitungkan dengan matang. Tawakal kepada Allah bukan berarti pasrah tanpa usaha, tetapi harus diawali dengan ikhtiar yang sungguh-sungguh, salah satunya melalui perencanaan yang matang.
Sehingga dengan demikian , maka musyawarah dan perencanaan bukan sekadar konsep teoretis, tetapi adalah prinsip yang harus tertanam dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam skala kecil, musyawarah dibutuhkan dalam rumah tangga agar setiap anggota keluarga merasa dihargai. Dalam skala yang lebih luas, musyawarah adalah fondasi bagi masyarakat yang damai dan pemerintahan yang adil.
Setiap keputusan yang diambil tanpa musyawarah adalah benih perpecahan, sementara keputusan yang lahir dari musyawarah adalah benih keberkahan.
Maka, marilah kita jadikan musyawarah sebagai nafas dalam kehidupan, sebagai prinsip dalam kepemimpinan, dan sebagai cahaya dalam perjalanan menuju ridha Allah. Sebab, tidak ada kebijaksanaan tanpa mendengar, tidak ada kebenaran tanpa musyawarah, dan tidak ada kesuksesan tanpa perencanaan.
Tentu diatas semua itu, kita harus senantiasa mengedepankan bimbingan Ilahiyah ( menghadirkan otoritas mutlak Allah SWT) sebagai penentu puncak agar terus mengawal dan membimbing kita dalam setiap musyawarah dan perencanaan, sehingga setiap langkah yang kita tempuh membawa keberkahan bagi dunia dan akhirat. Karena tampa Inayah dan bimbingan Allah SWT. Sehebat apapun musyawarah dan perencanaan kita akan menjadi sia-sia bahkan bisa menjadi bumerang dan marabahaya bagi kita kedepan.
Pengertian Musyawarah dan Perencanaan
1. Pengertian Musyawarah
Secara bahasa (لغويًا)atau etimologis, kata musyawarah dalam bahasa Arab berasal dari akar kata:
شَاوَرَ – يُشَاوِرُ – مُشَاوَرَةً yang berarti “berdiskusi, meminta pendapat, atau saling bertukar pikiran.” Kata ini berakar dari kata شَوْرَى yang berarti “konsultasi” atau “permusyawaratan.”
Dalam kamus Lisān al-‘Arab, Ibn Manzhur menjelaskan bahwa syūrā (شورى) berarti mengeluarkan pendapat atau mengambil madu dari sarang lebah. Makna ini menggambarkan bahwa dalam musyawarah, pendapat yang terbaik harus disaring seperti lebah menyaring madu.
Sementara pengertian secara Istilah (اصطلاحًا), Menurut para ulama, musyawarah (syūrā) adalah:
تبادل الآراء بين أفراد الجماعة لاختيار أفضلها في ضوء المصلحة العامة وبما لا يخالف الشرع
“Pertukaran pendapat di antara individu dalam suatu kelompok untuk memilih yang terbaik berdasarkan kepentingan umum dan tidak bertentangan dengan syariat.”
Imam Al-Mawardi dalam Al-Aḥkām as-Sulṭāniyyah menyatakan:
الشورى هي استخراج الرأي بمراجعة ذوي العقول والاستقامة فيها
“Musyawarah adalah menggali pendapat dengan merujuk kepada orang-orang yang berakal dan memiliki keteguhan dalam kebenaran.”
2. Pengertian Perencanaan
Secara Bahasa (لغويًا)dalam bahasa Arab, perencanaan berasal dari kata:
خَطَّطَ – يُخَطِّطُ – تَخْطِيطًا yang berarti “menyusun, merancang, atau membuat rencana.”
Kata dasar تَخْطِيط berasal dari akar kata خَطَّ yang berarti “menggambar garis atau menetapkan suatu konsep.”
Dalam kamus Mu‘jam Maqāyīs al-Lughah, kata takhṭīṭ bermakna membuat strategi yang terarah dan sistematis sebelum melaksanakan suatu tindakan.
Sementara secara Istilah (اصطلاحًا)Perencanaan dalam Islam didefinisikan sebagai:
إعداد التدابير والإجراءات المناس لتحقيق الأهداف المرجوة وفق مقاصد الشريعة الإسلامية
“Mempersiapkan langkah-langkah dan prosedur yang tepat untuk mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan maqāṣid syarī‘ah (tujuan-tujuan syariat).”
Ibn Khaldun dalam Muqaddimah-nya menjelaskan bahwa:
التخطيط هو التدبير المسبق لما سيكون، بناءً على معرفة الواقع والتجارب السابقة لتحقيق أقصى فائدة بأقل خسارة
“Perencanaan adalah pengaturan terlebih dahulu terhadap sesuatu yang akan terjadi, berdasarkan pengetahuan tentang realitas dan pengalaman sebelumnya, guna mencapai manfaat maksimal dengan kerugian minimal.”
Sehingga dengan demikian maka Musyawarah dalam Islam bukan sekadar diskusi biasa, tetapi merupakan proses pertukaran pendapat yang dilakukan dengan penuh hikmah, melibatkan orang-orang bijak, dan bertujuan untuk mencapai keputusan terbaik berdasarkan syariat.
Perencanaan dalam Islam bukan hanya sekadar penyusunan strategi, tetapi merupakan usaha sistematis dan terarah untuk mencapai tujuan yang diridhai Allah dengan memperhatikan realitas dan maqāṣid syarī‘ah.
Dari pengertian ini, jelaslah bahwa musyawarah dan perencanaan adalah dua elemen penting dalam kehidupan individu maupun masyarakat yang berlandaskan pada kebijaksanaan, ilmu, dan petunjuk Allah SWT.
Strategi dan Langkah-langkah Teknis Operasional Musyawarah dan Perencanaan dalam Islam
Musyawarah (syūrā) dan perencanaan (takhṭīṭ) merupakan dua pilar utama dalam sistem pengambilan keputusan yang efektif dalam Islam. Islam menekankan bahwa setiap urusan, baik individu maupun kolektif, harus direncanakan dengan matang dan dibahas melalui musyawarah agar menghasilkan keputusan yang tepat, maslahat, dan diridhai Allah SWT.
Berikut adalah strategi dan langkah-langkah teknis operasional dalam musyawarah dan perencanaan berdasarkan Al-Qur’an, hadits Nabi SAW. Dan Tuntunan para sahabat, dan ulama.
I. Strategi Musyawarah dalam Islam
1. Melibatkan Orang-orang yang Berkompeten dan Berintegritas
Musyawarah harus melibatkan orang-orang yang memiliki pengetahuan luas, kebijaksanaan, dan kejujuran. Allah SWT didalam Al-Qur’an telah berfirman:
وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (QS. Ali ‘Imran: 159)
Ayat ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW. diperintahkan untuk bermusyawarah dengan para sahabatnya, meskipun beliau seorang nabi yang menerima wahyu. Hal ini menegaskan bahwa musyawarah harus melibatkan orang-orang yang memiliki wawasan dan pengalaman. Demikian pula melalui Hadits Nabi SAW.
إِذَا تَزَوَّجَ أَحَدُكُمْ الْمَرْأَةَ فَلْيَسْتَشِرْ فِيهَا
“Jika salah seorang di antara kalian ingin menikahi seorang wanita, hendaklah ia bermusyawarah tentangnya.” (HR. Ibnu Majah).
Hadits ini menunjukkan bahwa dalam urusan pribadi sekalipun, seperti pernikahan, seseorang dianjurkan untuk bermusyawarah dengan orang-orang yang bijak.
Sejalan dengan hal tersebut diatas, Umar bin Khattab berkata:
لَا تَشَاوَرْ مَنْ يُرِيدُ مَنْفَعَةً لِنَفْسِهِ، وَلَكِنْ شَاوِرْ مَنْ يُرِيدُ الْخَيْرَ لِلْمُسْلِمِينَ
“Janganlah engkau bermusyawarah dengan orang yang hanya mencari keuntungan untuk dirinya sendiri, tetapi musyawarahlah dengan orang yang menginginkan kebaikan bagi kaum Muslimin.”
Seseorang yang hanya mementingkan kepentingan pribadinya tidak layak dijadikan tempat bermusyawarah karena keputusannya akan dipengaruhi oleh hawa nafsunya.
2. Menjaga Kejujuran dan Niat yang Ikhlas
Musyawarah harus dilakukan dengan niat yang tulus dan jauh dari kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.Rasulullah SAW. Bersabda:
مَا خَابَ مَنِ اسْتَشَارَ، وَمَا نَدِمَ مَنِ اسْتَخَارَ
“Tidak akan merugi orang yang bermusyawarah, dan tidak akan menyesal orang yang beristikharah.” (HR. Thabrani)
Hadits ini menekankan bahwa keberkahan suatu keputusan terletak pada musyawarah yang tulus dan istikharah kepada Allah SWT.
3. Menggunakan Akal dan Dalil yang Kuat
Keputusan yang diambil dalam musyawarah harus berdasarkan dalil yang kuat dari Al-Qur’an, hadits, dan pertimbangan akal yang sehat.
Didalam Al-Qur’an Allah SWT. telah berfirman:
فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ
“Maka ambillah pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (QS. Al-Hasyr: 2)
Allah SWT. memerintahkan manusia untuk menggunakan akal sehat dalam mengambil keputusan.
II. Langkah-langkah Teknis Operasional Musyawarah
1. Mengidentifikasi Masalah secara Jelas
Sebelum memulai musyawarah, masalah yang akan dibahas harus dirumuskan dengan jelas agar pembahasan tidak menyimpang.
Didalam Al-Qur’an Allah SWT menegaskan:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (QS. An-Nisa: 58)
Keputusan dalam musyawarah adalah amanah yang harus disampaikan dengan jelas kepada pihak terkait.
2. Mengumpulkan Informasi yang Akurat
Setiap keputusan dalam musyawarah harus didasarkan pada informasi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
Didalam Hadits Nabi , Rasulullah SAW. bersabda:
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukuplah seseorang dikatakan sebagai pendusta jika ia menceritakan semua yang ia dengar tanpa verifikasi.” (HR. Muslim)
Dalam musyawarah, segala informasi yang dikemukakan harus berdasarkan fakta, bukan sekadar asumsi atau prasangka.
3. Menganalisis Berbagai Alternatif Solusi
Setelah mendapatkan informasi yang cukup, langkah berikutnya adalah mengkaji berbagai alternatif solusi yang mungkin. Firman Allah SWT. didalam Al-Qur’an:
الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ
“(Orang beriman adalah) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti yang terbaik di antaranya.” (QS. Az-Zumar: 18)
Musyawarah harus menghasilkan solusi terbaik yang memberikan maslahat bagi banyak orang.
4. Mengambil Keputusan Berdasarkan Kesepakatan
Setelah semua pendapat didengar, keputusan diambil berdasarkan kesepakatan bersama (ijma’).
Allah SWT. Telah mempertegas didalam firmannya melalui Al-Qur’an:
وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ
“Dan urusan mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka.” (QS. Asy-Syura: 38)
Ayat ini menegaskan bahwa keputusan terbaik adalah yang dihasilkan dari musyawarah kolektif.
5. Melaksanakan Keputusan dengan Konsisten
Keputusan yang telah diambil harus dijalankan dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab. Hal ini sejakan dengan firman Allah SWT. didalam Al-Qur’an:
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
“Maka apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakkallah kepada Allah.” (QS. Ali ‘Imran: 159)
Setelah keputusan diambil, harus ada komitmen penuh dalam pelaksanaannya serta tawakkal kepada Allah SWT.
Walhasil, Musyawarah dalam Islam adalah metode yang sistematis, berbasis dalil, dan dijalankan dengan prinsip kejujuran, keterbukaan, dan kebijaksanaan.
Dengan menerapkan strategi dan langkah-langkah teknis yang sesuai dengan ajaran Islam, setiap keputusan yang dihasilkan akan memiliki keberkahan dan maslahat bagi umat.
Musyawarah bukan hanya sekadar berbicara, tetapi tentang mendengar dengan hati, berpikir dengan akal, dan memutuskan dengan iman.
PENUTUP DAN KESIMPULAN
Setiap perjalanan, betapapun panjang dan berliku, pasti akan berujung pada sebuah muara.
Demikian pula pemikiran, betapapun luasnya cakrawala yang dijelajahi, pada akhirnya akan bertemu dengan satu titik penyadaran.
Dalam pencarian hakikat kehidupan, manusia tak henti bertanya dan menakar makna. Namun, di antara riuh rendah suara hati dan gemuruh pertimbangan akal, ada satu pedoman yang selalu memberi arah yakni musyawarah.
Musyawarah adalah cahaya yang menyinari jalan mereka yang bimbang, ia adalah bahtera yang membawa mereka yang ingin menyeberangi samudera kehidupan dengan selamat.
Dalam musyawarah, ego luluh dalam kebersamaan, kebijaksanaan tumbuh dari pertukaran pandangan, dan keputusan terbaik lahir dari perpaduan akal dan nurani.
Betapa sering manusia tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, terperangkap dalam ego yang membutakan, hingga akhirnya terjerumus dalam penyesalan.
Namun, musyawarah mengajarkan kesabaran, melatih kerendahan hati, dan menumbuhkan kesadaran bahwa setiap langkah harus ditimbang dengan hati-hati. Ia bukan sekadar percakapan, bukan pula sekadar tradisi, tetapi ia adalah napas kehidupan yang membuat manusia tetap berada dalam keseimbangan.
Allah SWT. dalam keagungan-Nya, tidak menciptakan manusia untuk berjalan sendirian di jalan sunyi kehidupan. Ia menanamkan dalam hati manusia fitrah untuk saling mendengar, saling berbagi, dan saling menguatkan.
Musyawarah adalah manifestasi dari fitrah itu, sebuah perwujudan kasih sayang yang dianugerahkan Allah kepada manusia agar mereka bisa saling menjaga dan menuntun di antara gelapnya dunia.
Lihatlah sejarah, betapa peradaban-peradaban besar tumbuh dari semangat musyawarah.
Betapa para pemimpin yang adil mengutamakan suara rakyatnya, betapa orang-orang bijak senantiasa mendengar sebelum bertindak.
Sejarah juga mencatat kehancuran mereka yang menutup telinga dari nasihat, yang menolak kebijaksanaan karena merasa cukup dengan dirinya sendiri.
Musyawarah bukan sekadar cara untuk mencari keputusan terbaik, tetapi ia adalah jalan bagi manusia untuk mendidik jiwanya agar lebih rendah hati, lebih terbuka, dan lebih siap menerima kebenaran.
Sebab kebenaran tidak selalu datang dari suara sendiri, terkadang ia hadir dari lisan orang lain, dari hati yang berbeda, dari sudut pandang yang belum pernah dipikirkan sebelumnya.
Dalam kehidupan yang penuh ketidakpastian, dalam dunia yang terus berputar dengan segala perubahannya, musyawarah adalah tali yang menghubungkan manusia dengan kejelasan.
Ia adalah jembatan antara kebimbangan dan keyakinan, antara keterbatasan dan keluasan wawasan, antara kemungkinan yang samar dan keputusan yang terang.
Maka, biarkanlah musyawarah menjadi denyut nadi dalam setiap kebijakan, menjadi ruh dalam setiap perencanaan, dan menjadi lentera dalam setiap langkah.
Biarkan ia membentuk masyarakat yang adil, rumah tangga yang harmonis, dan kehidupan yang lebih penuh makna.
Sebab, dalam musyawarah ada keberkahan. Dalam keberkahan ada ketenangan. Dan dalam ketenangan itulah, manusia menemukan kebijaksanaan sejati.
Semoga setiap keputusan yang diambil dengan musyawarah menjadi jejak kebaikan yang terus mengalir.
Semoga setiap suara yang didengar, setiap hati yang terbuka, dan setiap akal yang berpadu dalam kebijaksanaan menjadi bagian dari cahaya yang menerangi kehidupan.
Akhirnya, marilah kita menghidupkan musyawarah dalam segala aspek kehidupan, bukan hanya sebagai kebiasaan, tetapi sebagai bagian dari ibadah, sebagai bukti bahwa kita adalah makhluk yang diciptakan untuk saling melengkapi, bukan untuk berjalan sendiri.
Sebab di balik setiap musyawarah yang tulus, ada cinta yang mendamaikan, ada ilmu yang mencerahkan, dan ada kebijaksanaan yang mengantarkan kita menuju ridha Allah. #Wallahu a‘lam bish-shawab.🙏