Negara Butuh Haluan
Dalam Buku NEGARA BUTUH HALUAN, Bamsoet menjelaskan keberadaan PPHN akan menggambarkan capaian besar yang ingin diraih Indonesia dalam 50 sampai 100 tahun ke depan.
Presiden, gubernur, bupati/wali kota terpilih bertugas menjabarkan teknis cara pencapaian arah besar Indonesia yang terangkum dalam PPHN. Dengan demikian, visi misi calon presiden, gubernur, dan bupati/wali kota akan merujuk kepada PPHN sebagai visi misi negara.
“Tidak ada lagi proyek mangkrak, atau proyek pembangunan yang dikerjakan serampangan. Seperti yang beberapa hari ini dikeluhkan Presiden Joko Widodo, banyak program pemerintah daerah yang tidak sinkron dengan program pemerintah pusat. Misalnya, ada pembangunan waduk, tetapi tidak ada irigasinya. Ada pelabuhan, tetapi tidak ada akses jalan,” jelas Bamsoet.
Rektor IPB sekaligus Ketua Forum Rektor Indonesia Arif Satria menjelaskan pada proses transisi demokrasi, isu mendesak yang perlu diselesaikan Indonesia adalah terkait arah pembangunan nasional. Ia melihat perencanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah dan pemerintah Pusat belum sinkron. Hal tersebut dikarenakan daerah memiliki visi misi sendiri yang berbeda-beda.
“Singapura yang negara kecil saja memiliki perencanaan pembangunan yang matang. Bahkan mereka menargetkan pada tahun 2030 nanti bisa memenuhi sendiri 30 persen kebutuhan pangannya. Padahal mereka tidak memiliki lahan pertanian memadai. Sebuah hal yang kelihatannya mustahil, namun mereka bisa menjawabnya,” jelas Arif Satria.
Dalam Buku NEGARA BUTUH HALUAN, Bamsoet menjelaskan keberadaan PPHN akan menggambarkan capaian besar yang ingin diraih Indonesia dalam 50 sampai 100 tahun ke depan.
Presiden, gubernur, bupati/wali kota terpilih bertugas menjabarkan teknis cara pencapaian arah besar Indonesia yang terangkum dalam PPHN. Dengan demikian, visi misi calon presiden, gubernur, dan bupati/wali kota akan merujuk kepada PPHN sebagai visi misi negara.
“Tidak ada lagi proyek mangkrak, atau proyek pembangunan yang dikerjakan serampangan. Seperti yang beberapa hari ini dikeluhkan Presiden Joko Widodo, banyak program pemerintah daerah yang tidak sinkron dengan program pemerintah pusat. Misalnya, ada pembangunan waduk, tetapi tidak ada irigasinya. Ada pelabuhan, tetapi tidak ada akses jalan,” jelas Bamsoet.
Rektor IPB sekaligus Ketua Forum Rektor Indonesia Arif Satria menjelaskan pada proses transisi demokrasi, isu mendesak yang perlu diselesaikan Indonesia adalah terkait arah pembangunan nasional. Ia melihat perencanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah dan pemerintah Pusat belum sinkron. Hal tersebut dikarenakan daerah memiliki visi misi sendiri yang berbeda-beda.
“Singapura yang negara kecil saja memiliki perencanaan pembangunan yang matang. Bahkan mereka menargetkan pada tahun 2030 nanti bisa memenuhi sendiri 30 persen kebutuhan pangannya. Padahal mereka tidak memiliki lahan pertanian memadai. Sebuah hal yang kelihatannya mustahil, namun mereka bisa menjawabnya,” jelas Arif Satria.
Sementara itu, menurut Prof Dr Didin Damanhuri, dalam kata Pengantar buku Bamsoet, Indonesia sudah saatnya menerapkan Mazhab Pemikiran Ekonomi berbasis Konstitusi. Sebab, kelemahan kita sekarang ini adalah berjalan tanpa arah yang jelas dan hanya mengandalkan RPJMN yang dikembangkan dari Visi dan Misi Presiden Terpilih sehingga tingkat comprehensiveness, partisipasi stakeholder dan legitimasi mandat rakyat terhadap platform pembangunan menjadi rendah. Dengan begitu, apabila terjadi penyimpangan dari Presiden terhadap RPJMN tidak jelas pertanggungjawabannya.
Oleh karena itu, “Model GBHN” seperti masa lalu akan jauh lebih mendalam content-nya, jauh lebih luas partisipasi para elite strategis-nya serta jauh lebih legitimate mandat rakyat-nya terhadap platform pembangunan. Oleh karena itu, dengan model GBHN tersebut, pertanggungjawaban Presiden baik terhadap ketaatan terhadap Konstitusi-UUD45 maupun terhadap aspirasi rakyat, akan jauh lebih Rencana akan adanya PPHN (Pokok Pokok Haluan Negara) seperti yang dilontarkan Ketua MPR Bambang Soesatyo adalah kemajuan dibandingkan dengan berdasakan RPJMN yang hanya berbasis kepada Visi Presiden terpilih.
Meskipun belum sekuat model GBHN yang dihasilkan oleh MPR sebagai Lembaga Negara Tertinggi. Menurut Ketua MPR rencana akan adanya PPHN sudah merupakan rekomendasi dari MPR RI dua periode sebelumnya. Jadi bukan rencana dadakan. Apalagi menurut Ketua MPR rencana PPHN ini tidak ada kaitannya dengan amandemen dengan masa jabatan Presiden. PPHN ini nantinya terbatas untuk ada arah pembangunan Jangka Panjang dimana kontrolnya terbatas dalam persetujuan APBN oleh DPR.
Kalau demikian seperti Judul buku Ketua MPR Bambang Soesatyo : Negara butuh Haluan serta ini merupakan lanjutan buku sebelumnya berjudul : Cegah Negara Tanpa Arah, merupakan advokasi substansial tentang butuhnya Haluan Jangka Panjang Pembangunan sebagai konsekuensi dari pasal 33 UUD’45 ayat 1 yang berbunyi : Peerekonomian “disusun”.
“Jadi, bukan diserahkan semata kepada Pasar Bebas!,” tegas Prof Dr Didin Damanhuri. (Dwi)